Setelah mendapatkan pesan dari Sean, White bersama New berkeliling kota mencari keberadaan Black. bahkan Sean dan teman-temannyapun ikut mencari. Black meninggalkan mobilnya yang rusak parah didepan basecamp Sean dkk, sedangkan dirinya pergi entah kemana. bodoh harusnya Sean mengikuti Black sejak tadi.
"phi Blackkk...." tangis White dalam pundak Sean saat keduanya bertemu di perempatan jalan.
"phi Black hilang Sean....." lanjutnya masih menangis. dengan lembut Sean mengusap sayang punggung kecil dalam dekapannya, didekat mereka New hanya mampu menatap tanpa bisa berbuat apa-apa, meski Black sering mewantinya untuk menjauhkan White dari Sean, namun Newpun tak tegah memisahkan dua insan yang saling mencintai itu. entah bagaimana New tahu, yang jelas dimatanya, Sean mencintai white, begitupun sebaliknya.
"bagaimana kalau kita pulang dulu...." saran New sembari menatap langit yang menggelap sebab mendung. "sebentar lagi pasti turun hujan" lanjutnya sembari menatap White dan Sean yang masih berpelukan, meski keduanya memandang padanya. Sean mengangguk setuju, kemudian membujuk White untuk ikut pulang bersama sebab White tak memberikan reaksi apa-apa.
Saat New akan membawa White naik ke mobilnya, anak itu malah berlari menjauh, membuat Sean dan New berteriak keras memanggil namanya. Sean dan New buru-buru menaiki kendaraan masing-masing dan siap mengejar White.
White memasuki sebuah taman yang memang tak jauh dari tempat mereka berhenti tadi, dia berkeliling taman bagai orang gila sembari berteriak memanggil nama Black, dan begitu hujanpun turun dengan derasnya. membasahi tubuhnya, melenguhkan rambutnya yang bervolume, jatuh bersama air matanya yang mengalir turun.
disisi lain taman, New dan Sean kebingungan mencari white entah sudah dimana. keduanya hanya bisa mengukuti suara White yang terdengar samar, hampir hilang ditelan derasnya hujan.
White melangkah kearah sebuah saung yang tertutup, didepan saung itu dia berdiri, menangis makin keras menyebutkan nama Black berulang kali.
Taman ini dan saung itu adalah tempat mereka. tempat keduanya berbahagia bersama orang tua mereka sebelum kesebukan papa dan mama merenggut semua tawa itu dari kedua kembar itu.
Taman ini menjadi tempat bermain paling menyenangkan untuk Black dan White yang kala itu masih berusia 8 tahun, dan di saung ini, mama akan sibuk menata bekal-belak mereka , kemudian papa akan memanggil si kembar untuk acara makan siang bersama di saung. tahun berganti, namun kenangan itu tidak pernah hilang, bahkan tulisan tangan Black di tiang Saungpun masih ada hingga kini. White mengusap sembut bekas tulisan tangan Black di tiang saung yang berbunyi "Phi Black dan Nong White"
sekali lagi White menangis dan berteriak nama Black, dia yakin pemuda andalannya ada didalam saung itu, duduk menangis didalam sana jika memang sedang ada masalah.
di panggilan yang ketiga pintu saung terbuka, menampakan Black yang tak kalah berantakan dengan White yang basah kuyup. melihat adiknya yang hujan-hujanan, Black melompat turun kebawah memeluk adiknya erat seerat White memeluk tubuhnya.
"maafkan phi....." bisiknya lembut.
White masih menangis, namun kini tangis kelegahan mendengung dalam ceruk leher sang kakak
"jangan pergiiiiiii..... White tidak ingin sendiriiii phii...." tangisnya terbata-bata mengeratkan lagi pelukannya. dibelakang sana, Sean dan New hanya diam menatap dua kembar yang tengah berpelukan ditengah hujan.
dan dengan begitu Black dan White kembali berdamai, menjadi kembar yang saling melengkapi, tanpa adanya kemarahan ataupun rasa benci.
"phi mencintaimu baby....." bisik Black menenangkan sang adik. White mengangguk dalam tangisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Garis Biru
Fanfictioncast: Black, White, Sean White memasuki pekarangan rumahnya dengan wajah pucat pasih dan lutut yang bergemetar. perseteruannya dengan Sean di basement rumah sakit tadi sudah cukup menguras tenaga dan otaknya yang sesungguhnya tidak pernah dihadapkan...