Sungai Temu Rindu (Part 3)

3 1 0
                                    

Aku menuntun Ahmad ke tepi sungai sesuai dengan permintaannya, dia ingin merasakan udara tepi sungai. Tangannya berpegangan erat dengan tanganku. Aku pun sangat bahagia kini selalu bisa menggandeng tangan Ahmad setiap kali bertemu. Namun, bukan seperti ini keadaan yang aku minta. Aku ingin bergandengan dengan saling melihat penuh cinta satu sama lain.

jujur.. hatiku hancur melihat kondisi Ahmad seperti ini dan aku sangat kecewa dengan diriku sendiri. Karena aku yang menyebabkan Ahmad seperti ini.

Tanpa dia sadari aku sering menangis ketika menatapnya. Orang yang selalu bersemangat dengan senyumnya, kini menjadi pendiam dengan tatapan kosong. Tatapan yang tidak bisa aku mengerti tentang apa yang dirasakan. Ahmad tetap menjadi pendiam yang selalu mendengarkan ceritaku. Kini cerita yang aku sampaikan kepadanya bertambah mengenai apa yang sedang aku lihat. Karena aku berjanji akan menjadi mata untuknya.

Sesampainya di tepi sungai, Aku dan Ahmad duduk di kursi kayu, di bawah pohon mangga yang tidak berbuah karena belum musimnya. Ahmad tersenyum merasakan angin tepi sungai yang sangat sejuk diringi suara aliran sungai yang merdu. Pasti dia juga sangat sedih, karena kini tidak bisa melihat keadaan tepi sungai setiap hari seperti dulu.

Aku mulai menceritakan tentang apa yang sedang aku lihat di tepi pantai. Aku menceritakan tentang ayahnya yang menarik getek dengan semangat dan beberapa kali menatap kami dengan senyum dan lambaian tangan. Betapa bahagia wajah bapaknya Ahmad, melihat Ahmad bisa menemaninya bekerja kembali, meskipun hanya dengan duduk diam. Aku juga menceritakan tentang Suryo, teman SMA Ahmad, yang sedang memancing ikan tapi justru mendapatkan sepatu jelek dari dalam sungai.

Ahmad hanya merespon dengan senyum, sedangkan aku dan yang lain merespon dengan tertawa berbahak-bahak.

"Nur." Ahmad memanggilku dengan sangat lembut.

Aku menoleh menatapnya. "iya Mad?"

"apa benar kamu akan dijodohkan oleh orang tuamu?"

Deg... jantungku seperti berhenti berdetak, tanganku bergetar hebat. Bagaimana Ahmad tau? Ini hanya rahasiaku dengan keluargaku dan yang pasti aku juga tidak sudi untuk dijodohkan dengan siapapun. Karena yang aku cintai hanya Ahmad, tidak ada yang lain.

Sebenarnya memang benar, mereka tidak setuju dengan hubunganku ini. Karena menurut mereka Ahmad tidak akan bisa membuat aku bahagia lagi dengan kondisinya sekarang. Padahal aku tidak memikirkan itu, aku justru ingin menebus semua kesalahanku kepada Ahmad. Karena ini semua salah aku.

"kamu bicara apa Mad? Mana mungkin aku dijodohkan." Aku tersenyum hangat, pura-pura tidak terjadi apapun.

"Jangan bohongi Aku Nur, Kamu tau aku tidak suka dibohongi. Katakan semua dengan jujur, aku tidak mau dihubungan kita ada kebohongan." Nada bicara Ahmad tiba-tiba menjadi berat dan serius.

Aku berusaha menenangkan diri, dan mulai menceritakan semuanya.

" Entah apa yang dipikirkan oleh orang tuaku Mad, aku juga tidak tau. Mereka mengenalkanku pada seorang pengusaha dari kota. " Aku menatap Ahmad yang wajahnya dipenuhi oleh amarah dan kesedihan. "Tapi tentu aku menolaknya Mad, hanya kamu yang aku cinta Mad." Aku meraih dan menggenggam tangan Ahmad.

"Nur, apa kamu masih bahagia bersamaku? Dengan semua keadaanku yang sekarang?"

"Apa maksudmu Mad? Sampai detik ini Aku bahagia bersamamu, meskipun keadaannya semua berbeda. Tapi hubungan kita tidak akan berbeda dan akan tetap sama untuk selamanya"

"Aku tidak tau harus berkata apa lagi Nur. Semakin lama hubungan ini semakin semu untuk setiap harinya. Semakin dijalani saja, terasa semakin berat."

"Semu bagaimana Mad?"

Me and MyselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang