7. Sungai Temu Rindu(part 1)

13 1 0
                                    

Lirikan mata seorang pemuda laki-laki yang sedang menarik getek itu teduh dengan senyum mekar dari bibirnya, membuat wanita bersegaram PNS  yang berdiri di antara banyak orang yang naik getek itu tersenyum malu, bahkan kadang wanita itu harus membuang muka untuk menyembungnyikan pipi merahnya.

Air sungai mengalir dengan tenang menabrak getek yang berjalan berlawanan arah. Nur Khasanah tersenyum tenang merasakan aliran air sungai yang menabrak getek, seakan dia sudah berteman baik dengan aliran sungai. karena hampir setiap hari dia harus menaiki getek itu untuk bisa sampai di tempat kerjanya, yaitu  kantor kabupaten.

"Terima Kasih Mad" Ucap Nur, wanita berseragam PNS.

Ahmad mengangguk dan tersenyum hangat. "Kemarin kamu pulang jam berapa Nur? Kenapa Aku tidak melihatmu menaiki getek ini?" Ahmad menemani Nur ke pucuk getek karena mereka sudah sampai di seberang.  Penumpang getek sudah turun semua, menyisakan Nur dan Ahmad.

"Aku Pulang malam hari Mad karena harus lembur, kemarin aku disebrangkan oleh Bapakmu."

"Ohh iya, maaf Nur kemarin malam Aku tidak bisa menunggumu,  karena Aku harus mengikuti rapat karang taruna."

"Tidak apa Ahmad." Nur tersenyum tulus ke Ahmad.

Pertemuan Nur dan Ahmad berawal enam tahun lalu, saat Nur baru pertama kali masuk SMA yang berada di kota dan harus menaiki getek milik Bapaknya Ahmad untuk menyebrangi sungai. Ahmad yang saat itu membantu Bapaknya menarik getek, langsung terpikat dengan mata indah dan senyum bulan sabit indah milik Nur khasanah.

Sejak pertemuan pertama dengan Nur, Ahmad semakin bersemangat untuk membantu Bapaknya menarik getek setiap pagi, bahkan biasanya Ahmad sudah siap di tepi sungai sebelum matahari terbit sempurna, agar bisa bertemu Nur yang salalu berangkat sekolah pagi-pagi betul. Dengan berjalannya waktu, akhirnya mereka semakin dekat dan membuat mereka saling mengenal satu sama lain. Setelah Mereka lulus dari sekolah akhirnya Ahmad memberanikan diri untuk menyatakan rasa cintanya kepada Nur, perempuan yang dia sayangi sepenuh hati.

Di mata Ahmad, Nur adalah bunga mawar yang harus dia jaga sepenuh hati agar tidak di petik oleh orang lain dan hanya bisa dia miliki sendiri, Karena Nur merupakan sumber bahagia Ahmad. Mata yang bening dan senyum bulan sabit yang tulus milik Nur-lah yang membuat Ahmad selalu ingin memandang Nur untuk waktu yang lama. Nur khasanah sangat berbeda dengan wanita yang lainnya,  Dia wanita sederhana dengan hati lembut yang bisa melarutkan semua ego dalam benaknya.

***************

Aku menunggu Ahmad  di tepi sungai sambil memandanginya yang sedang menyebrangkan beberapa orang agar sampai di seberang sungai. Aku memandang Ahmad dengan senyum dan rasa bangga dalam hati. karena Ahmad Kurnia, laki-laki pintar dan baik hati itu adalah milikku seorang dan aku sangat menyayanginya.

Aku salut dengan Ahmad, dia seorang yang pekerja keras dan selalu membantu Bapaknya menarik getek tanpa ada rasa malu sedikit pun. Ahmad mengajarkanku untuk menerima segala keadaan dengan legowo dan selalu berusaha untuk menjadi yang lebih baik untuk setiap harinya. Karena hanya dengan menerimalah kita bisa menciptakan kebahagiaan di diri kita sendiri. Hal ini yang membuat Ahmad tidak pernah mengeluh sama sekali, meskipun Aku tau Kehidupan Ahmad  tidak baik-baik saja.

Ahmad dulu sebenarnya menerima beasiswa di salah satu perguruan tinggi yang berada di kota. Namun, dia tidak menerima beasiswa itu karena dia memilih bekerja di kantor desa agar bisa mendapatkan uang untuk menyekolahkan kedua adiknya. Betapa dia sangat menyayangi keluarganya, dia rela meninggalkan segala impiannya agar bisa membantu perekonomian keluarga.

"Nur, maaf ya membuatmu menunggu lama." Ahmad datang dengan tersenyum sungkan melihatku menunggunya cukup lama.

"Tidak apa, Aku tidak keberatan menunggumu selama apa pun."  Aku berusaha mencairkan suasana.

Ahmad tersenyum malu.

Ahmad Menurutku dia adalah seorang yang kaku, bahkan dia tidak pernah berkata romantis kepadaku, tetapi dia selalu menunjukkan perhatiannya dengan cara yang selalu tidak aku sangka. Seperti akhir-akhir ini, tanpa aku tau dia selalu berdiri di depan gerbang masuk kantor kabupaten menungguku pulang meskipun dia harus berjalan kaki cukup jauh. Dia juga selalu mempersiapkan air mineral untukku dan akan diberikan kepadaku jika aku baru keluar dari kantor. Entah apa yang di dalam pikirannya, aku takut dia mengira di kantorku tidak disediakan air minum untuk pegawai sehingga aku akan mati kehausan. Padahal aku bisa minum sepuasnya di dapur kantor dengan minuman yang telah disediakan.

"Ayok aku antar kamu pulang, takut nanti kemalaman."

Aku mengangguk dan berdiri dari kursi, melangkahkan kaki  berjalan di samping Ahmad.

Bulan dan bintang bersinar indah menemani aku dan Ahmad yang sepi tanpa percakapan. Seperti biasanya, Ahmad lebih banyak diam dan menatap kearah depan dengan hangat. Satu hal yang Ahmad tidak pernah lupa menanyakannya ke Aku, yaitu tentang segala yang telah aku lakukan seharian ini. Seharian ini melakukan apa? Apakah ada masalah di kantor?  Apa hari ini bahagia? Pertanyaan itu selalu muncul dari bibir manis Ahmad  dan aku salalu menjawab dengan panjang lebar, selebihnya Ahmad diam menjadi pendengar terbaikku.

Namun, malam ini sebelum dia menanyakan tentang itu semua, aku akan bertanya terlebih dahulu kepada dia tentang sesuatu yang aku pendam sejak lama.

"Ahmad apa kamu selama ini bahagia bersamaku?" Aku menatap Ahmad, sedangkan dia hanya menatap ke depan.

Ahmad memberhentikan langkahnya, dia diam sejenak, lalu menatapku. "Apa aku harus menjawab pertanyaanmu? Apa kamu tidak melihat kebahagiaanku selama ini? Aku sangat bahagia Nur, kamu yang mampu membuatku bertahan sejauh ini."

"Kalau begitu kita menunggu apa lagi Mad? Apa kamu tidak ada keinginan untuk membawa hubungan ini ke arah yang lebih serius?" Aku masih berdiri tegak menatapnya."

Aku dan Ahmad masih berjalan di tepi sungai. Dibawah tiang lampu yang menyorot dengan Indah, Ahmad meraih kedua tanganku. Moment langka yang dilakukan Ahmad ini, ingin rasanya aku abadikan lalu aku cetak dan tempelkan di dinding kamar. karena Ahmad tidak pernah memegang tanganku kecuali ketika menyebrang jalan.

Denyut jantungku berdetak tak karuan. Ahmad menatapku tajam dengan jarak yang begitu dekat.

"Nur, Aku sebenarnya juga ingin sekali cepat-cepat melamarmu, tapi Aku sekarang masih belum menjadi seseorang yang berada, Aku masih menjadi pengurus biasa di kantor desa." Ahmad melepas genggaman tangannya, lalu menatap ke arah sungai. "berbeda dengan kamu yang sudah meraih impianmu Nur."

"Aku tidak masalah dengan pekerjaanmu Mad, karena aku tau selama ini kamu juga sudah bekerja keras. Kita bisa raih impianmu bersama Mad"

"Tapi aku takut kamu tidak bahagia Nur, kehidupanku sekarang masih jauh dari kesempurnaan."

Ahmad kembali meraih kedua tanganku.

"ini bukan hanya tentang pekerjaan, tapi tentang segala kebahagiaanmu yang akan menjadi tanggungjawabku. Aku tidak mau membuat wanita yang aku cintai merasa kekurangan saat mendampingiku. Aku mohon kamu mengerti keadaanku Nur, Aku janji setelah Impianku tercapai, aku akan segera melamarmu." Ahmad menatapku tulus, memohon.

aku diam sejenak, menatap ke arah sungai. Berusaha untuk mengatur segala kesedihanku dan kemarahanku terhadap Ahmad. aku kecewa terhadap jawaban Ahmad yang aku kira dia tidak serius dengan hubungan ini. padahal untuk segala impiannya, kita bisa bersama mewujudkannya. namun apa daya, Aku sangat mencintai Ahmad. Aku sudah menaruh hati terlalu dalam kepada dia yang membuat aku rela menunggu selama ini.

"Iya Mad, Aku akan berusaha menunggumu." Aku tersenyum hangat, meskipun ada sedikit kesedihan di hati. "Aku yakin laki-laki yang mencintaiku tidak akan membuatku menunggu terlalu lama."

***
GIMANA GUYS? LANJUT ENGGAK INI?
JANGAN LUPA LIKE DAN COMMENT YA. SEMOGA KALIAN SUKA SAMA CERITANYA.

Me and MyselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang