Sungai Temu Rindu (part2)

4 1 0
                                    

Gelap... Semuanya gelapp. Tidak ada cahaya sedikitpun yang tertangkap oleh kedua mataku. Kepalaku pusing, Aku tidak ingat semua yang telah terjadi kepadaku. aku hanya ingat satu hal, hari ini merupakan hari jadianku yang ke 6 tahun  dengan Nur khasanah, perempuan yang aku sayangi dan perempuan yang membuat hari-hariku berwarna.

Cincin.. iyaa aku ingat satu hal lagi, yaitu cincin. Cincin yang akan aku berikan kepada Nur untuk melamarnya. Aku sudah merencanakan kejutan  istimewa untuk Nur. Hari ini Aku akan menjemput Nur pulang dari kantor dan akan melamarnya dengan cincin indah yang diimpikannya. Aku yakin pasti Nur akan bahagia. Karena sudah sejak lama Nur menunggu untuk ku lamar. Aku ingin membuat Nur berhenti menunggu. Aku ingin membuat Nur merasakan bahagia dan aku berjanji akan berikan kebahagiaan untuk dia selamanya.

Namun, kenapa semua menjadi gelap? Kenapa tidak ada cahaya? Aku sekarang ada di mana?

"Ahmad... Ahmaddd.. maafkan aku Ahmadd." Suara Nur terdengar oleh telingaku, dia  langsung memelukku dengan tangisan yang cukup keras.

"Kenapa Nur? Kenapa kamu menangis?." Aku berusaha meraba tangan Nur yang memelukku. Aku bisa merasakan pelukan Nur, tapi aku tidak bisa melihatnya .

"Nur kenapa semuanya gelap? Kenapa aku tidak bisa melihat wajahmu Nur? Kenapa ini Nur?"

"Maafkan Aku Ahmadd, Maafkan Aku, Aku yang telah menyebabkan Kamu seperti ini." Nur menangis tiada henti. Suaranya bergetar hebat. Pelukannya semakin erat mencekram punggungku seakan tidak mau kehilanganku.

Aku bisa merasakan air mata yang jatuh begitu deras di pipinya saat aku berusaha mencari wajah Nur. Dia menangis terisak dan selalu menyalahkan dirinya.

Sebenarnya ada apa ini?

"Maafkan Aku Ahmad, Maafkan Aku telah membuatmu tidak bisa melihat lagi."

"Apa maksudmu Nur? Apa maksudmu aku tidak bisa melihat lagi?" Aku kebingungan dengan perkataan Nur.

Nur diam dan tidak menjawab. Dia justru semakin menangis terisak.

Aku mulai sadar semuanya, aku mulai menyadari tentang kegelapan ini. "Apa maksudmu aku buta Nur?"

Ternyata benar adanya, sekarang Aku buta dan hanya bertemankan kegelapan. Aku menangis terisak merenungi nasibku seakan tidak ada lagi harapan dalam benakku. Kekuatan yang selalu aku simpan rapi, kini menghilang begitu saja. Raga dan hatiku tidak bisa lagi berpura baik-baik saja. Duniaku hancur sehancur-hancurnya.

Aku sudah tidak bisa melihat dunia yang indah ini lagi. Aku sudah tidak bisa melihat Bapakku dan adik-adikku lagi yang selalu aku usahakan atas segala kebahagiaannya. Aku sudah tidak bisa membantu Bapak menarik getek dan aku sudah tidak bisa melihat senyum   penumpang getek  ketika menyebrang sungai. Dan yang paling membuatku sedih, aku tidak bisa lagi melihat wajah cantik Nur.  Aku tidak bisa lagi melihat senyum bulan sabit yang tulus dari bibir indah Nur.

Nur memelukku semakin kencang, menenangkan aku yang berontak  tidak terima atas segala takdir yang terjadi padaku. Tangisku pecah tidak bisa aku tahan lagi. Aku terus berusaha mengucek mataku berharap ada keajaiban, aku bisa melihat kembali. Seprai dan selimut menjadi bahan melampiaskan amarahku. Semuanya berantakan, termasuk diriku

"Maafkan Aku Mad, Andaikan kamu tidak menolongku dari para preman itu, pasti kamu tidak akan seperti ini." Nur memeluku dengan erat, tangisnya jatuh tiada henti.

Tangisan Nur dan tangisanku bercampur menambah sesak di dada. Aku baru saja mengingat sesuatu, ketika Aku tadi menjemput Nur, aku melihat Nur sedang diganggu oleh para preman. Bahkan aku ingat para preman itu ingin melakukan hal yang senonah dengan Nur. Aku berusaha menolong Nur hingga terjadilah perkelahian antara aku dan para preman itu. Tanpa aku ketahui, dari arah samping ada preman yang melempar batu besar ke arah kepalaku hingga akhirnya aku jatuh tidak sadarkan diri.

Aku tidak mau melihat Nur disentuh oleh laki-laki lain. bunga yang aku jaga sekian lama itu hanya milikku dan tidak boleh disentuh ataupun dimiliki oleh orang lain. sekarang aku buta, sekarang aku lemah, bagaimana aku akan melindungi Nur? Bagaimana aku akan membuat dia bahagia?

Segala pertanyaan itu bermunculan di kepalaku dan hanya bisa aku ekspresikan dengan tangis terisak merenungi segala yang telah terjadi.

"Aku janji Mad akan selalu ada untuk kamu. Aku janji akan selalu menemanimu. Aku janji akan menjadi mata untukmu melihat dunia ini."

******

Malam berdampingan dengan dingin menemani sepiku. Di rumah hanya ada aku dan adikku yang paling kecil, dia sedang belajar di kamarnya. Sedangkan Bapak dan adikku satunya mengerek getek bertemankan lampu senter dan bintang di langit. Sekarang aku tidak bisa membantu bapak bekerja, keadaanku yang buta tidak memungkin untuk membantu bapak. Sekarang aku menjadi manusia yang tidak berguna dan selalu merepotkan orang-orang yang berada di dekatku.

Kalian pasti bertanya tentang hubunganku dengan Nur.

Hubunganku dengan Nur masih berjalan dengan baik. Dia masih mencintaiku dan aku masih mencintainya, tapi aku tidak tau untuk setelah ini. Kini aku tidak bisa lagi menjemput Nur seperti dulu. Namun, Nur akan berkunjung ke rumahku jika dia tidak sibuk bekerja. Dia akan menuntunku untuk berkeliling kampung, duduk di tepi sungai dan menceritakan semua yang dia lihat kepadaku seperti janjinya, dia akan menjadi mata untukku.

Waktu terus berjalan menemaniku menjalani kehidupan yang penuh dengan kegelapan ini. Nur selalu ada di sisiku, menemani dengan sabarnya dan selalu menceritakan apa yang selalu dia lihat. Entah apa yang membuat dia selalu bertahan di sampingku, yang pasti aku selalu bersyukur tentang itu. kadang Nur juga selalu menanyakan tenang janjiku yang akan melamarnya, tetapi aku belum bisa menjawab itu. Cincin yang dulu akan aku kasih pada Nur, masih aku simpan. Karena keadaannya kini telah berbeda. Aku masih membutuhkan waktu untuk memikirkan ini semua.

Dengan berjalannya waktu, seiring Nur selalu menemani kesepian dan kegelapan hidupku. Kini aku merasakan suatu hal yang selama ini tidak pernah aku rasakan. Kini, aku merasa tidak pantas lagi untuk menemani Nur, aku takut Nur tidak bahagia bersamaku. Aku takut jika aku akan menjadi beban untuk Nur dengan keterbatasanku sekarang.

Aku tidak bisa egois dengan memaksa Nur bertahan dalam hubungan ini. Aku sekarang hanya bisa merepotkan Nur tanpa bisa membantunya.  Keadaan yang aku kira akan baik-baik saja dan tercipta kebahagiaan dalam hubungan ini, ternyata kini berubah menjadi titik berat yang membuat aku bingung harus mengarahkan ke mana hubungan ini.

Yang jelas aku masih mencintai Nur dengan sepenuh hatiku dan aku tidak ingin Nur pergi dari hidupku. Aku ingin Nur selalu bahagia.

Me and MyselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang