3. Keraguan yang Menjebak

22 2 0
                                    

Keraguan membuat aku sulit melangkah dari tempat ini. Membuat aku cukup lama terjebak dalam lembah yang sunyi dan hening. Sesekali Aku mendengar suara-suara bahagia dari luar yang membuat aku juga bahagia dan senyumku ikut melebar mendengar suara bahagia itu . Namun, ternyata diam-diam aku juga sedih mendengar suara bahagia itu. Aku sedih karena ternyata suara itu berasal dari seorang temanku  yang sudah berjalan begitu jauh, sedangkan aku masih terdiam dengan tatapan kosong.

Ingin sekali aku berjalan keluar dari zona ini. Namun, saat ingin memulai selalu terngiang dalam pikirku kalimat yang mengahakimi. "Yakin ujungnya akan berhasil? Nanti jika enggak sesuai ekspektasi gimana?"

Kalimat-kalimat pertanyaan menghantui dalam angan. Kalimat itu seperti menghakimi keinginanku sendiri. Membuat semakin berat langkah untuk memulai dan keraguan yang semakin menuncak, Keraguan tentang diriku sendiri.

Semakin memudarnya perkataan yang mendukung, menyemangati dari orang tua semakin menambah keraguan. Perkataan yang mereka dulu ucapkan saat aku mulai belajar tentang hal baru, kini berkurang setiap harinya.

"Ayo kamu sebentar lagi akan bisa naik sepeda, semangat ya Nak."

"semangat ya, besok kamu akan masuk SD dan bertemu teman baru."

Kata dukungan dari mereka seperti itu, kini hilang bersama umurku yang semakin bertambah. Memudar seiring aku beranjak dewasa. Namun kini Aku sadar, bukannya mereka tidak mendukung dengan ucapan secara langsung, tapi mereka ingin membiarkan aku melangkah dengan impianku sendiri. Membiarkanku terbang bebas bersama impian.

Tanpa aku sadari, bukannya mereka tidak menyemangati secara langsung seperti saat kecil. Namun, mereka lebih memilih menyemangati dengan doa yang dipanjatkannya setiap hari. Meminta kepada Tuhan agar mempermudah setiap urusanku dan memohon diberikan kekuatan untuk diriku agar selalu berdiri tegak ketika badai datang.

Semakin lama aku menjelajahi kehidupan dengan bertambahnya umur. Aku pun menyadari sesuatu, Sesuatu yang akan menjawab semua keraguan atas diriku. Kini aku sadar, memikirkan ujung ceritalah yang membuat kita terjebak dalam keraguan. Membuat kita sulit merangkai langkah untuk memulai.

Sebenarnya bukan tugas kita untuk menerka sebuah ujung cerita. Seberapa kerasnya kita menerka ujungnya, tidak akan mengubah semua yang terjadi. Justru kita hanya akan mengubah level keraguan yang semakin memuncak. Dan akan merumitkan langkah kita yang sebenarnya akan baik-baik saja. Ternyata menerka tentang ujung cerita hanya akan membuang-buang waktu.

Tuhan telah mengatur segalanya dengan melihat doa dan usaha kita. Tuhan telah mempersiapkan ujung cerita yang indah dan akan mendatangkan di waktu yang tepat. Sekali lagi aku ingatkan, yang akan mengubah segalanya adalah doa dan usaha bukan menerka.

Me and MyselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang