"Saya merindukanmu."
"Sedikit ragu, apakah ia benar-benar berkata dengan hati tulus atau hanya penyesalan sesaat?" Batin Renjana meragukan dua kata singkat dari Jumantara tersebut.
Jika memang benar ia mengatakan dengan hati tulus, sedikit lega rasanya. Namun, jika perkataan itu hanyalah buaian belaka, sungguh Renjana benar-benar benci.
"Kita pernah menjadi satu kebahagiaan, hingga sejuta pertengkaran." Jumantara masih bersuara.
"Agar tidak semakin menumpuk, setidaknya saya bisa tahu kabar mu dan kembali bersandar ke pundak ternyaman saya." Ia mengutarakan begitu saja, tanpa ada rasa malu.
"Maaf saya harus ngomong begitu."
Renjana hanya bisa diam, kemudian menjawabnya dengan singkat.
"Terima kasih." Senyum kecut yang tak akan pernah Jumantara lihat.
Sebab Renjana menyadari bahwa, Jumantara telah menulis lembaran baru yang sesuai dengan dambaan. Dan bukan didalam diri Renjana tentunya. Ironis, lelucon macam apa ini, berujung "kembali", tapi bukan "bersama kembali". Semesta sedang mempermainkan alur tanpa kejelasan.
[Jumantara]
Renjana kini menjauhkan diri, ia tidak lagi merangkul. Baginya kata maaf sudah tidak berlaku untuk saya. Saya mengaku sebagai lelaki brengsek dan pengecut.
Lengkara namanya, perempuan yang saya temui beberapa bulan waktu kemarin, sekarang tengah bersandar di sampingku. Beberapa bulan berlalu dan ia menjadi salah satu prioritas saya di hari-hari selanjutnya. Lengkara menjadi alasan bahwa saya telah memilihnya. Teman-teman selalu berkata,
"Tar, kau beruntung mendapat seorang Lengkara."
Akan tetapi, terkadang saya merasa kehilangan sesuatu jika tengah malam datang. Renjana telah pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK ON INSIDE OF YELLOW LIGHT
Storie breviJumantara membelai Renjana. Bercerita mengenai rentan hati singkat dari dua manusia yang tengah saling melepaskan. "Saya sedang berusaha hidup kembali." -Renjana "Maaf telah memaksa untuk tetap disini." -Jumantara Short stories. © 2022