Haii,
Selamat datang di lapak Algian.
Aku harap kalian menyukai nya.
Jangan lupa tinggalin jejak, ya.
-Happy reading-
"Mau jadi pacar aku nggak?" tanya Kia berbisik pada Algi yang duduk di sebelahnya. Mereka memang duduk sebelahan di bangku paling depan.
"Nggak."
Kiara menghela napasnya, lagi dan lagi cowok itu menolaknya. Sudah puluhan kali Kia melontarkan pertanyaan itu, namun tetap saja di tolak. Kiara menaruh kepala nya di meja dengan tangan kiri yang ia gunakan sebagai alas dagu nya. Mencoret-coret buku tulis nya tak jelas.
"Heh, kerjain tuh nomor 3 dan 4. Jangan cuma mau enaknya doang, lo!" suruh cewek yang duduk tepat di depannya dengan melempar buku tulis tersebut. Dia siska, gadis yang jadi penguasa di kelas Xll-3, sekaligus anak yang punya sekolah Bina Bakti, makanya dia jadi seenaknya sendiri.
Kiara menghela napasnya malas. "Iya."
Hari ini, jam pertama, pelajaran Matematika di suruh mengerjakan soal yang ada di papan tulis dengan berkelompok, kelompoknya berdasarkan meja depan dan belakang berisi empat orang. Dan kebetulan, ia berkelompok dengan Siska dan teman-temannya. Sehingga ia harus memutar bangku menghadap ke belakang.
Dengan malas, gadis itu membuka buku tulis tersebut. Matematika, pelajaran yang paling tidak ia sukai, karena ia tidak bisa mengerjakannya dan juga ia akan di marahi oleh Papa nya kalau nilai matematika nya jelek.
Namun, bukannya segera mengerjakan, Kiara malah kembali menatap Algi dengan kepala yang masih berada di meja. Gadis itu tersenyum menatap Algi yang sedang fokus mengerjakan soal. Detik kemudian, ia kembali menatap buku tulis di hadapannya. Mencoba mengerjakannya meskipun itu mustahil.
Saat sedang menulis soal nomor 3, tiba-tiba ada yang memberikannya kertas.
"Cepet di salin, sebelum ketahuan, Siska." setelah mengucapkan itu, Algi langsung berjalan keluar dari kelas.
Dengan cepat, Kiara menolehkan kepala nya ke belakang. Menatap punggung Algi yang masih terlihat sebelum benar-benar keluar dari kelas.
"Makasih, calon pacar." gumam gadis itu, dengan segera ia menyalin jawaban tersebut.
***
"Apaan sih, ngikut mulu." kesal Algi pada Kiara, gadis itu dari tadi terus saja berjalan di belakangnya.
Dia, Algian Megantara Pratama, ketua basket, cowok dingin dan juga irit bicara.
Namun, entah mengapa Kiara bisa jatuh cinta dengan nya.Kiara yang tadinya memang mengikuti Algi, ia terkejut dan berhenti tepat di depannya, hanya berjarak satu langkah
"Kenapa? nggak boleh ya?" tanya Kiara.
"Nggak."
"Tapi di jidat kamu tuh nggak ada deh tulisan 'Kiara nggak boleh ngikutin gue'." balas Kia. Gadis itu masih setia berdiri di depan Algi dengan senyum nya.
"Terus kenapa?"tanya nya.
"Ya, berarti nggak ada larangan dong buat, Kia ngikutin, Algi. Masa gitu doang nggak paham, sih."
'Dasar cewek aneh.' gerutu Algi dalam hati. Menatap gadis di depannya dengan wajah tanpa ekspresi.
Tanpa berniat membalas ucapan Kiara, Algi langsung pergi meninggalkan gadis itu yang masih berdiri di tempatnya.
Kiara masih menatap punggung Algi yang semakin menjauh. "Sabar, Ki, nanti bakalan dapat kok."
Kiara yang akan melanjutkan jalannya seketika terhenti ketika berpapasan dengan Pak Okan.
"Kiara, kamu mau kemana?" tanya Pak Okan, guru olahraga.
"Nggak kemana-kemana, Pak." jawab Kiara.
"Kalau gitu, Bapak mau minta tolong sama kamu." ucap Pak Okan.
"Tolong kamu ke lapangan kamu ambil Bola basket, Holahop, sama beberapa alat lainnya dan kamu simpan di ruangannya, ya." jelas Pak Okan.
Kiara menaikkan kedua alisnya. "Saya sendiri, Pak?" tanya Kiara. "Semua itu?"
"Iya,"
Kiara tersenyum menampilkan deretan giginya. "Aduh, Pak, kok perut saya tiba-tiba sakit, ya. Kayak nya saya harus ke toilet deh, Pak." ucap gadis itu memegang perutnya.
"Aduh, saya udah nggak kuat, Pak. Saya pergi dulu, ya, Pak." ucap nya yang langsung membalikkan badan, berlari menjauh dari tempat itu.
***
"Gimana, udah bisa deket sama, Algi?" tanya Aira-sahabat Kiara, dan hanya dia yang mau jadi sahabat Kiara. Mereka berdua kini sedang berjalan menuju gerbang untuk pulang.
"Boro-boro deket, gue ajak ngomong aja jarang di respon." jawabnya lalu memanyunkan bibirnya.
"Haha, kan udah gue bilang dia itu susah di deketin." kata Aira.
"Butuh bantuan, nggak?" tawar Aira yang sudah duduk di motor nya, mereka kini sudah sampai di parkiran dengan Aira yang mulai mengeluarkan motor nya dari parkiran tersebut.
Kiara yang mendengar tawaran Aira langsung semangat. "Bener mau bantuin gue?"
"Iya,"
"Serius?"
"Sepuluh rius," ucap Aira yang di akhiri dengan tawa nya, lalu di susul dengan Kiara.
Kiara kemudian naik ke atas motor Aira."Nanti malam gue ke rumah lo, ya" ucap Aira ketika ia baru saja menghidupkan motornya.
"Boleh, kalau lo di bolehin."
"Tenang, gue pasti bisa."
***
"Dapat dua puluh lagi, kamu!"
Suara itu masuk ke telinga Kiara yang baru saja menutup pintu. Gadis itu membalikkan badannya, sudah ada Hendra-Papanya yang berdiri di depannya sekarang. Bisa ia lihat tatapan laki-laki itu kini sudah marah. Dengan tangan kanannya yang memegang sebuah lembar kertas berwarna putih.
"Nggak belajar lagi, kamu?!" tanya Hendra. Tangannya kini sudah ia angkat guna memperlihatkan apa yang ada di kertas tersebut. ULANGAN HARIAN 1, MAPEL MATEMATIKA, NILAI 20.
Aduh, mampus, kok bisa ketahuan.
"Jawab, Papa, Ki!"
"Iya," jawabnya pelan. Tatapan Hendra semakin tajam, menandakan amarahnya sudah keluar.
"Eh, maksudnya, Kia udah belajar cuma soalnya aja yang susah."
Hendra menurunkan tangannya. "Ya sudah, kamu masuk ke kamar terus belajar."
"Iya, Pa,"
***
Ekhem ekhem...
Bismillah banyak yang baca 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGIAN (On Going)
Teen Fiction"Kamu sederhana, sama seperti perahu kertas ini." *** "Al, tau nggak bedanya Kupu-kupu sama kamu?" "Apa?" "Kupu-kupu itu terkejar tapi tak tergapai, kalau kamu.." "...Terkejar dan tergapai." "Yang tergapai belum juga selamanya tergenggam." ---