Assalamu'alaikum warga jingga. Aku balik lagi dengan cerita baru.
Maafin yaa cerita LIFE di lapak sebelah belum bisa update karena aku kehilangan mood nulisnya.
Jadi, aku buat cerita baru dengan suasana yang berbeda. Entahlah, nulis cerita ini bikin aku lebih semangat aja.
Semoga kalian suka yaa.
***
Beban menjadi mahasiswi tingkat akhir adalah skripsi. Ya, meski terdengar menakutkan, nyatanya tidak semengerikan itu. Hanya saja, terlalu sulit melawan rasa malas untuk mengerjakannya.
Harusnya hari ini jadwalku mengerjakan skripsi. Tetapi, aku masih berleha-leha di atas kasur sambil menggulir layar ponselku, berselancar di media sosial. Rasanya mager sekali untuk sekadar membuka laptop.
"Rumaisha, bangun, udah siang. Anak gadis kok mager!" Teriakan Mamaku menggelegar sampai terdengar dari kamarku.
Aku berdecak. Pada akhirnya aku harus meninggalkan tempat ter-pewe-ku di kamar.
"Apa, sih, Ma. Isha udah bangun tahu dari tadi," keluhku dengan wahah cemberut.
"Kamu ini anak gadis mager banget. Mama do'ain punya suami yang baik akhlaknya, banyak pembantunya, yang menerima kemageran kamu," ucap Mama sambil terus memotong wortel.
Aku spontan meng-aamin-kannya. Doa orangtua mustahljab, apalagi ibu. Barangkali malaikat lewat dan turut mendoakan.
"Cepat mandi. Katanya mau ngerjain skripsi."
"Iya, Ma, iya, astagfirullah." Aku pun bergerak meraih handuk dan bergegas ke kamar mandi.
Oh iya, selain sebagai mahasiswi tingkat akhir yang malasnya kebangetan, aku juga aktif ikut organisasi di luar kampus. Aku tergabung dalam komunitas remaja masjid. Baru beberapa minggu, sih.
Sebenarnya, kalau dibilang malas, aku enggak malas-malas amat kok. Bahkan aku rajin membereskan rumah, kalau enggak disuruh itu juga.
Aku sama seperti perempuan pada umumnya. Pasti kalian sering mendengar betapa frustrasinya mahasiswa akhir yang kebelet nikah daripada mengerjakan skripsi. Ya, aku pun sama. Aku berharap ada pangeran datang menikahkanku, lalu aku terbebas dari yang namanya skripsi. Meskipun aku mendambakan laki-laki berseragam, sih. Ah, tapi, mustahil.
Kusudahi khayalanku, aku keluar kamar mandi.
"Nanti kamu jadi kajian?" Tanya Mama begitu aku lewat di depannya.
"Jadi. Abis magrib paling aku berangkat."
Mama manggut-manggut, mulutnya asyik mengunyah keripik kentang balado.
"Ya udah, ntar kunci rumah taruh di pot aja, ya. Soalnya Mama mau ke rumah Tante Irna."
"Oke, Ma," jawabku.
**
Begitu tiba di masjid, aku langsung menemui temanku yang sudah menunggu di foodcourt. Memang, masjid Al-Ikhlas ini terkenal dan sangat luas. Selain itu sering mengadakan kajian. Tapi hari ini, kajian dikhususkan untuk pengurus Remilas. Alias remaja masjid Al-Ikhlas.
"Assalamu'alaikum, Husna. Maaf, ya, kamu nunggu lama," kataku menghampiri Husna yang duduk sendirian di foodcourt.
Husna menyentuh lenganku. "Wa'alaikumussalam. Enggak apa-apa, Sha. Lagian juga belum mulai kok." Lalu, Husna menyuruhku duduk di sebelahnya.
Kemudian kami mengobrol. Tak lama, azan isya berkumandang. Aku dan Husna bergegss menuju masjid.
Lima belas menit setelah salat berjamaah, aku dan Husna menuju ruang serbaguna yang berada terpisah dengan masjid.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Impian
SpiritualSebagai perempuan, tentu menginginkan laki-laki yang baik untuk menjadi imam rumah tangga. Begitupun denganku. Impianku adalah menikah dengan seorang perwira tentara dan menjadi pendampingnya seumur hidup. Namun, takdir tak berpihak padaku. Mimpiku...