Permainan Takdir

122 8 11
                                    

Happy Reading

*
*

Seraphina Rose. Senyum getir tersungging di bibirnya melihat artikel tentang percobaan bunuh diri. Pada portal berita itu terlampir gambar dirinya yang tengah memegang perut dengan raut kesakitan begitu terpatri setelah diselamatkan seorang wanita tua tak dikenal.

Air telaga pada kelopak mata sayu itu semakin merembes, jatuh tanpa hambatan. Tepat sebulan kepergian tanpa kabar sang kekasih— ralat mantan mungkin— melupakan rajutan kisah mereka setelah pergumulan pasca malam penuh gelenyar panas itu.

Perempuan itu ditinggalkan bagai seonggok limbah pabrik. Berbau busuk tanpa ada siapapun yang mau mengolahnya. Tingkat kepercayaan diri Seraphina menurun drastis begitu puing-puing kepercayaannya melebur tanpa sisa.

Dia Chandrabha Anubhawa. Berhasil melululantahkan Seraphina hingga ke dasar, membuat perempuan muda itu hidup tapi tak berjiwa. Raganya masih berdiri kokoh tak mampu sekedar diajak menapaki bumi— dalam arti lain.

Huekkk.

Rasa mual kembali mendera membuat Seraphina bergegas ke kamar mandi. Sudah berapa hari ini , dirinya tak mengisi amunisi. Tubuh ringkih itu terlihat semakin menyusut. Tak ada lagi semburat malu-malu yang tertanam di kedua pipinya sejak kepergian lelaki itu.

Rasa perih di kedua pipinya membuat tanda merah karena perlakuan kasarnya menyeka air mata. Ratusan liter liquid bening berhasil meloloskan diri dari kelopak mata itu. Seraphina serasa ingin menenggelamkan diri tanpa ingin terhampas ke daratan.

Huekkk.

Degupan jantungnya serupa disampirkan ke telinga menunggu hasil dari benda pipih itu. Berakhir membuat satu ujung jempolnya mengerucut karena terus digigit sistematis. Langkah Seraphina membentuk pola zig-zag dengan beberapa kali putaran.

Embusan napas terdengar begitu hitungannya sampai pada menit kesepuluh. Harap-harap cemas membalikkan testpack dan betapa terbelalaknya Seraphina melihat dua garis merah.

Tubuhnya meluruh bersamaan dengan tangis yang kian terdengar. Dunianya terasa hancur membayangkan benih lelaki itu menggelantung indah di rahimnya. Penyesalan kian menggerogoti, memukulnya keras dari sebuah godam hingga ke titik pengharapan terakhir.

Berbagai penyangkalan beriringan hadir. Membela Seraphina yang hanya remaja tanpa pengalaman. Menyalahkan jika lelaki itulah dalang di balik goresan takdirnya. Seraphina menyesali semuanya. Teramat menyesal hingga berpikir untuk mengambil sebilah pisau dari dapur dan memotong urat nadinya.

Untung saja sekelabat bayangan kedua adiknya menghentikan aksi durjana itu. Sepertinya Seraphina harus kembali mencari keberadaan dari si penanam benih. Masih tak sampai hati harus membunuh makhluk tak berdosa yang tengah bersemayam indah di balik perutnya.

Mau tidak mau mereka harus merawat calon bayi mungil itu. Sebagai penanda dari kelamnya dosa masa lalu. Perempuan itu tersenyum getir melirik ke arah perutnya. Baru sadar jika perut itu tampak sedikit membuncit.

Bukankah itu kesakitan yang nyata untuk Seraphina lalui seorang diri?

Perempuan itu harus menemukan Chandra sebelum dua bulan lagi masa kuliah perdananya. Seraphina tak ingin mencoreng nama baik SMA dan Universitas tempatnya diterima. Setidaknya masih tersisa satu harapan dari ribuan kesuraman yang terus menerpa.

Setelah memaksakan diri menuju kamar. Seraphina berselancar di dunia maya mencari satu nama yang teramat dirinya benci tapi menjadi satu-satunya sumber informasi. Bernapas lega ketika melihat sosial media orang itu masih aktif. Pada story instagram-nya terlihat beberapa jam lalu mengunjungi sebuah pub.

P E N D A R (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang