Bagai Casanova Yang Kehilangan Pesona

8 0 0
                                    

Langit gelap sudah turun mengantikan senja kala itu. Deretan restaurant, café dan pertokoan tampak berjajar di kanan kiri jalan yang sesekali terlihat trem berwarna merah melintas. Beberapa sudut jalan terlihat dipasang kamera dan berbagai macam perlengkapa shoting sementara para pemeran telah sibuk beradu akting. Akila terlihat duduk di balik layar monitor sementara di pangkuannya terlihat naskah berukuran tebal memperlihatkan beberapa dialog. Sementara itu di sisi lain beberapa wartawan tampak mengepung lokasi yang dijaga oleh peperapa pengawal berpakaian gelap dan sebagian besar di datangkan dari perusahaan tempat gadis itu bekerja.
Sudah lebih dari sepekan sejak nama Akila muncul dalam pemberitaan terkait pengakuan Felix yang menyebutnya sebagai putri kandung pria itu dengan Aida. Terlepas benar tidaknya pengakuan itu tetap saja Akila merasakan dampaknya. Lebel sebagai putri politisi tentu saja membuatnya menjadi pusat perhatian daripada sekedar menjadi anak mantan aktris yang terlibat skandal dengan putra konglomerat.
Sebenarnya Akila mulai jengah dengan semua ini tapi ia bisa ia apa. Tidak ada hal yang bisa ia lakukan untuk menghentikan semua pemberitaan itu ditambah lagi Akila malas mendatangi Felix. Terlebih lagi di tengah agenda shoting yang demikian padat mengurusi semua pemberitaan yang tak ada habisnya itu menjadi kesia-siaan. Ia hanya akan marah dan kesal tanpa bisa mengubah apa keadaan. Lagi pula bukan sekali ini juga ia menjadi sorotan meski tentu saja afeknya jauh lebih besar saat ini hingga ia bahkan sudah tidak bisa menikmati secangkir coklat hangat di tepi jalan tanpa adanya gangguan dari para kuli tinta yang rajin mengusiknya.
"Cut!" teriak Akila menghentikan satu adegan yang sudah ketiga kalinya harus di ulang lantaran si actor terus saja melakukan kesalahan dalam mengucapkan dialognya.
"Ini sudah ketiga kalinya dan masih banyak dari mereka yang belum menyelesaikan bagiannya, apa kau mau membuat kami semua begadang sepanjang malam?" kata Akila kali ini kesabarannya tampak benar-benar habis di tampah dengan keberadaan para wartawan yang sedari tadi belum menyerah untuk meninggalkan lokasi shoting.
"Maaf, saya akan lakukan lebih baik lagi"
"Kuharap ini yang terakhir" ucap Akila dengan raut wajahnya sudah seperti mau mau menyantap hidup-hidup aktor muda itu. Sebagai sutradara muda yang punya selera seni tinggi Akila juga dikenal sosok yang galak jika menghadapi situasi yang akan membuang waktu hanya untuk kesalahan serupa. Hanya saja hal itu jarang terjadi tapi sekalinya terjadi suasana shoting akan berubah mengerikan. Bahkan dulu pernah suatu waktu karena kesalnya Akila hingga ia berakhir melempar gelas miliknya dan sontak membuat seluruh crew di sekitarnya membeku.
Kali ini entah apa yang terjadi, gadis itu seperti sudah nyaris kehilangan kesabaran. Tapi tidak ada yang berani menegurnya. Dibalik sikap galaknya ia adalah sosok sutradara professional yang selalu membuat setiap pemeran film yang digarapnya akan menjadi sosok bintang terkenal bahkan meski hanya dengan membintangi satu film buatannya. Maka tidak mengherankan jika sikap galak Akila tetap membuatnya disukai oleh para aktris dan aktor.
"Sepertinya kau butuh coklat" kata Altan yang mendadak muncul dengam membawa secangkir coklat hangat.
"Terima kasih" Akila cukup terkejut melihatnya. Ia belum sempat menemui Altan terkait foto ayah kandungnya yang baru ia temukan di diary milik ibundanya tapi pria itu sudah datang lebih dulu sebelum Akila sempat mengatur waktu menemuinya.
"Sama-sama" kata Altan sembari menarik kursi kosong di sampingnya dan duduk di samping gadis itu. Beberapa orang tampak memperhatikan mereka termasuk para wartawan tapi Akila tidak peduli. Bukan sekali ini juga Altan datang ke lokasi shoting untuk menemuinya meski pun untuk saat ini situasinya sangat berbeda. Salah satu paman Altan yang dikabarkan terlibat skandal dengan ibu kandung Akila membuat keberasaman mereka sekarang jadi sedikit canggung.
"Jangan khawatirkan apa yang mereka pikirkan, aku tidak pernah berpikir seperti itu tentang ibumu" kata Altan yang sepertinya bisa membaca isi pikiran Akila sekalipun gadis itu tak mengatakannya.
"Terima kasih"
"Aku akan menunggumu sampai shoting selesai karena sepertinya kita perlu bicara"
"Tentang?" tanya Akila tanpa menatap Altan dan masih fokus pada adegan di hadapannya sambil sesekali menyesap coklat hangat pemberitan Altan.
"Kau akan tahu nanti"

***

Cukup lama Altan harus menunggu jalannya shoting yang ternyata nyaris sepanjang malam itu. Untungnya ia punya kendaraan yang cukup nyaman untuk bisa menjadi tempatnya beristirahat selagi menunggu Akila. Lamborgini berwarna hitam metallic itu tampak mengkilat di bawah lampu jalanan yang menerangi kawasan di sekitarnya. Altan duduk di dalam mobilnya yang sengaja ia buka kaca gelapnya dan membiarkan beberapa wartawan mengambil gamparnya. Ia tak peduli dan tak ambil pusing dengan ulah para kuli tinta itu yang baginya bukan apa-apa. Lagi pula bukan sekali dua kali ia menjadi sorotan. Sejak lahir dan menyandang nama besar keluarga Gaozhan keberadaan wartawan adalah hal lumrah untuknya dan seluruh keluarganya. Privasi? Ia bahkan tak tahu apa hal itu bisa dimiliki oleh seseorang yang mendengar nama belakangnya saja orang sudah bisa menebak dari mana asalnya.
"Jangan khawatirkan masalah itu, aku akan mengurusnya" dengan suara pelan Altan berucap pada si penelphone yang sudah sejak beberapa menit lalu menghubunginya dan menjadi pemecah keheningan di tengah aktifitasnya menunggu Akila.
"Aku tidak bisa menghalanginya, salah sendiri tidak jujur padaku, sekarang sudah terlambat untuk menghentikannya" ucapnya sekali lagi dan masih dengan earphone menempel di telinganya pria beralis tebal itu tampak mengeluarkan punting rokok dan korek dengan merk GH yang merupakan kepanjangan dari inisial perusahaan Gaozhan Holding, sebuah perusahaan energi milik ayah Altan yang sudah lebih dari dua puluh tahun berdiri di pusat kota Istanbul.
"Uncle, kau sudah menipuku selama ini, dan sekarang kau ingin merepotkanku dengan masalah yang kau buat? Maaf aku tidak sebaik itu!" ucap Altan kali ini nada bicaranya terdengar marah dan tepat saat itu ia melihat Akila datang. "Kita bicara lagi nanti, temanku sudah datang" sambungnya sambil mematikan ponselnya sementara rokok yang sedari tadi ia hisap bersama obrolan yang sampan memanas itu masih saja mengepul sekalipun Akila sudah tiba di hadapannya.
"Kupikir kau tidak merokokk" ucap Akila yang baru kali ini ia melihat Altan merokok.
"Hanya saat aku sedikit tegang"
"Tegang? Apa yang membuatmu tegang?"
"Kau" jawabnya santai sambil mengerlingkan mata kanannya seraya tersenyum nakal.
"Al, hentikan"
"Di hadapanmu aku bagai Casanova yang kehilangan pesonanya" kata Altan masih dengan nada bercanda dan cukup berhasil membuat gadis galak di hadapannya itu tertawa. Di antara banyak laki-laki yang berusaha mendekati Akila hanya sosok Altan yang bisa memasuki ranah kehidupan pribadinya. Tak hanya sekedar berteman mereka bahkan sering berbagi cerita yang bahkan tak pernah Akila lakukan dengan orang lain termasuk dengan adik tirinya sekalipun. Namun demikian sampai detik ini kedekatan mereka masih terbatas teman sekalipun di depan banyak orang banyak anggapan yang memandang kedekatannya mereka lebih dari sekedar teman terlebih seringnya Altan terlihat bersama Akila.
"Mungkin aku bukan wanita yang bisa menjadi target Casanova" balas Akila.
"Seandainya dia masih hidup aku yakin dia akan memohon kematian karena wanita sepertimu"
Akila hanya tersenyum menanggapi ucapan Altan. Ia sudah cukup mengenal Altan yang kalau diladeni seluruh samudra rayuan pria itu akan tumpah ruah dan Akila tidak yakin sanggup bertahan. Dari segi fisik Altan memang sosok mempesona, kata-kata manis dan sikapnya penuh perhatian tapi sayangnya cinta pria itu tidak pernah bertahan hanya di satu hati. Altan sosok pria yang suka menebar kata manis di hampir pada setiap telinga wanita dan membuat mereka gila, sementara Akila tidak sudih menjadi salah satunya.
"Katakan apa yang ingin kau bicarakan denganku" kata Akila to the point tak mau lagi basa basi dengan rayuan Altan yang bukan menjadi fokusnya saat ini.
"Kita bicara di tempat yang tenang, ada banyak mata disini" kata Altan menatap sekitar dan melihat ada beberapa wartawan yang masih setia memperhatikan mereka.
"Baiklah"

***

Aku selalu merasa langit setia tunduk pada keinginanku
Rembulan rela mendukungku
Tapi di hadapanku langit seakan menjadi musuhku
Bahkan rembulanpun seakan tak rela membantuku

Mungkin kau terlalu tinggi untuk bisa merayu langit
Atau terlampau terang sebagai tempat rembulan mendekat
Sampai kehadiranku seakan tak berguna
Bagai Casanova yang kehilangan pesona

Bingkai Cinta Di Laut MarmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang