Kejujuran Sunghoon

593 65 12
                                    

"Aku gak mau ikut lagi! Aku mau di rumah aja deh bersih-bersih!"

Sunghoon merengut. "Aku bisa sewa orang buat bersih-bersih jadi kamu bisa ikut aku ke kantor"

Duh, nih suami gue bebal banget. Kudu pake alasan apaan lagi yak. Gue gak mau mengorbankan tubuh gue buat jadi pelampiasan keselnya nanti pas ketemu Ken.

"Gak! Kan aku udah pernah bilang biar aku sendiri aja yang bersih-bersih. Sayang duitnya bisa pake aku belanja tuh"

"Suami kamu ini kaya raya. Mau bayar 10 asisten rumah tangga juga aku sanggup, mau kamu belanja seisi tokonya juga bisa. Jangan hemat-hemat bangetlah, manfaatin uang yang aku kasih"

MASALAHNYA ANU GUE MASIH SAKIT ANJIR. GUE MALU MAU NGOMONG SECARA LANGSUNG KE SUNGHOON.

Entahlah kenapa soal gini gue mesti malu-malu kucing sama seseorang yang notabenenya suami gue sendiri.

"Aku pengen main sama Irin dan Dodi"

"Oh, ajak aja mereka ke kantor biar bisa main bareng kamu"

"Ya gabisa segampang itu lah! Main tuh ya di tempat yang semestinya, kaya taman kek, danau, atau ngerumpi di balik kasir minimarket. Masa main di kantor. Aneh kamu"

"Di kantor aku ada taman kok, ada roftoop juga. Kalau perlu aku renovasi roftoopnya khusus untuk tempat kamu main"

Kepala gue pening. Heran, nih orang kok kaga peka-peka ye. Ada aje balesannya untuk mematikan alasan yang gue buat.

"Itu aku masih sakit"

Kegiatan Sunghoon memasang dasi terhenti. Terus dia berjalan mendekat ke arah gue yang lagi tidur tengkurap di kasur.

"Apanya yang sakit?"

Gue sedikit menjetitkan bokong gue keatas. "Ini"

"Sama ini," ucap gue sembari menunjuk beberapa memar merah pekat di leher.

Setelah gue ngomong begitu, gue langsung tenggelemin muka ke bantal. Gue yakin muka gue udah mendidih sekarang.

"Cantik kenapa gak ngomong sama aku daritadi? Kamu nahan sakit? Tunggu, aku belikan obat dulu"

Gue menahan tangan Sunghoon. "Gapapa. Kamu berangkat kerja aja. Aku bisa beli sendiri salep nitip di abang gojey"

"Coba lihat aku. Kasian nafas kamu bengep kalau posisi nimpa badan begitu"

Sunghoon membalikkan tubuh gue secepat kilat dan kedua mata kita bertatapan. Gue otomatis gigit bibir gue untuk menahan malu.

Gue lihat raut mukanya yang khawatir tercetak jelas. Dia usak kepala gue dan segera ambil HP nya.

"Halo, Pi. Sunghoon libur dulu, suami Sunghoon lagi sakit"

"Lho sakit apa? Papi sama mami mau mampir kalau gitu"

"Gak usah mampir"

"Kamu ini gimana?! Mertuanya mau nengokin menantunya yang lagi sakit kok malah dilarang!"

"Sakitnya karna Sunghoon, Pi. Biasalah, papi ngerti kan?"

"Jos juga nih anak papi. Lain kali jangan kasar-kasar, kasian menantu papi"

"Sip"

Gue semakin malu mendengar percakan antara bapak dan anak ini. Alhasil setelah telepon dimatikan, gue nyubit lengan Sunghoon.

"Sunghoon ih! Masa ngomongnya gituuu!"

"Ya kan kenyataan emang kaya gitu"

"Ya tapi jangan jujur-jujur banget dong! Ah taulah, aku ngambek!"

"Ngambek kok bilang-bilang"

Gue cemberut dan memukul lengan Sunghoon. Terus gue membalikkan badan ke arah tembok. Gue kesel, gue lagi ngambek tapi gue malah denger suara langkah kaki Sunghoon yang menjauh. Kan harusnya dibujuk gituu. Dasar Sunghoon jahat!

Gue pengen nangis :(

Akhirnya air mata gue lolos gitu aja. Gue ngedumel sambil misuh-misuh.

"Jahat! Jahat! Sunghoon jelek!"

"Gue pengen dimanja dan dibujuk kaya pasangan-pasangan romantis di drakor-drakor. Eh ini malah ditinggalin!"

"Gu- gue hiks... -hiks gak penting bagi Sunghoon... HUWAAAAAAAAAA"

Sambil nangis gue denger suara lari tergopoh-gopoh. Itu Sunghoon. Gue kira dia keluar.

"Hsstt, udah ya. Siapa bilang gak penting?"

Sunghoon naik ke atas kasur dan membawa tubuh gue untuk dipeluknya.

"Sung- hiks.. hoon denger?"

"Hm"

Sunghoon ngecup mata gue. Kemudian dia mengarahkan gue untuk tengkurap dengan posisi kepala menghadap samping.

"Aku bisa sendiri!"

Gue menolak tapi gak bertahan lama karna Sunghoon tetap melanjutkan aktivitasnya membuka celana gue. Rasa malu gue udah di ubun-ubun. Tapi Sunghoon bilang buat gak usah malu karna dia udah lihat gue sampai ke dalem-dalemnya jadi buat apa malu.

"Mau denger suatu rahasia gak?"

Gue mendongak menunggu dia untuk melanjutkan ucapannya.

"Aku sudah suka kamu sebelum pernikahan kita terjadi. Entah tepatnya sejak kapan, mungkin ketika kamu masih SMP?"

Gue syok mendengar sebuah fakta yang amat sangat tidak disangka. Sikap dia selama ini tuh gak ada keanehan. Atau emang guenya yang gak peka?

Jadi disini gue yang gak peka, bukan Sunghoon?

"Terus kenapa dulu alasannya ngajakin aku nikah karna males dijodohin? Kenapa gak jujur aja?"

"Aku cupu banget waktu itu. Aku takut kamu nolak atau malah makin menjauh karna aku tau kamu sama sekali gak pernah pacaran sama laki-laki. Jadi aku buat alasan yang kuat untuk bisa nikah sama kamu setelah memberanikan diri sekian lama."

"Maaf kalau aku menggunakan hutang ayah kamu  sebagai salah satu alasannya. Tapi waktu kita berdua minta restu secara langsung di makam Ayah kamu, disitu aku sadar. Dan mulai mencoba lagi ajakan pernikahan dari awal dengan gak menggunakan alasan untuk saling menguntungkan"

Gue makin nangis. Jadi selama ini sahabat gue suka sama gue? Dan gue sering nyakitin hatinya dengan sering cerita bahwa gue punya pacar dan sering pamer ke dia.

Gue jahat banget bisa gak sadar sama perasaan sahabat sendiri. Padahal Sunghoon sering bantuin gue buat deket sama mantan-mantan gue dulu.

"Maaf- aku gak tau kalau kamu suka aku dari dulu hiks"

Gue merasakan cairan dingin menyentuh kulit bagian belakang dan dioleskan secara perlahan oleh Sunghoon.

"Gapapa aku paham," jawab Sunghoon sembari serius dengan kegiatannya untuk mengobati bagian belakang gue.

"Nah sudah selesai." Kemudian Sunghoon membetulkan posisi celana gue dan mencuci tangan di wastafel.
















"Jadi... sekarang kamu sudah suka aku atau belum, Jake?"

Gue harus bales apa pertanyaan Sunghoon?

------------------------------


SETAHUN?! (Sungjake) Sampe Tanggal 29 (+-)🔒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang