Bab 9. Kabar Duka

63 5 0
                                    

Part 9
Kabar Duka

Ketakutan yang disembunyikan Arnof dengan cara pura-pura tidak mempercayai mitos, kini membuatnya semakin ingin melihat dunia yang tak kasat mata itu. Keberaniannya semakin mencuat setelah apa yang telah dia alami bersama pak Hasan di dunia lain. Kini, nyawa pak Hasan dalam bahaya, setelah terjadi perebutan antara Arnof dan makhluk gaib itu.

Warga berdatangan setelah mengetahui kalau pak Hasan sudah ditemukan bersama Arnof ditempat mereka memancing. Pak Hasan sedang dalam perawatan karena tubuhnya mendapat luka cakaran dari makhluk gaib.

Pak Hasan melindungi keponakannya itu saat Arnof akan diserang oleh makhluk jadi-jadian penunggu sungai tempat warga memancing. Itulah kenapa pak Hasan kehabisan tenaga untuk keluar dari lingkaran itu.

Semua warga memberikan empati pada pak Hasan. Mereka segera memberikan RAMUAN tradisional untuk mengobati luka cabik pada tubuh pak Hasan. Tanpa mereka ketahui, kalau sebenarnya pada punggung Arnof juga mengalami luka cakar.

Arnof hanya bisa meringis saat dia sandarkan punggungnya di dinding kamar. Perlahan sekali dia melepaskan pakaiannya, karena luka cabik itu akan ikut menempel di kain baju Arnof.

Arnof melihat lukanya melalui cermin kecil yang ada di kamarnya. Saat akan membersihkan luka itu, sebuah tangan mengambil alih kain yang di tangannya.

"Ya Allah ... bang Arnof! Kenapa gak bilang kalau Abang terluka juga?" tanya Saidah menangis.

Saidah sangat menyesal telah menuduh Arnof penyebab dari semua itu. Tetapi, bagi Arnof, tuduhan Saidah itulah yang membuatnya bersemangat untuk mencari pak Hasan, dan juga bisa membuat keberaniannya tumbuh.

"Maafkan Saidah, Bang. Karena hanya Abah lah tempat harapan kami."

"Tidak apa-apa, Saidah. Abang juga minta maaf."

Sejak kejadian itu, sikap Arnof lebih dewasa dan lebih bertanggung jawab dari sebelumnya.

Tak berapa lama, masuk Acil Nurul membawa RAMUAN tradisional yang dibalurkan ke luka pak Hasan. Ramuan itu kini dibalurkan kembali ke luka Arnof. Perih yang tiada tara dirasakan oleh Arnof. Tetapi, tidak seperih saat dia kehilangan orangtuanya.

Arnof sadar, selain David--pamannya yang tinggal di Amsterdam--, pak Hasan juga merupakan paman yang seharusnya sebagai pengganti orangtuanya.

"Maafkan Acil, ya, Nof. Acil sempat marah denganmu. Terima kasih sudah menemukan abahnya Ican, walau tubuhnya penuh dengan luka." Acil Nurul membelai kepala Arnof.

"Arnof juga minta maaf, Cil."

Sebenarnya Arnof sangat heran, kenapa  acil Nurul dan Saidah tiba-tiba meminta maaf dengannya.

"Tidak usah heran, Nof. Semuanya sudah pamanmu ceritakan pada kami," ujar acil Nurul.

Ternyata, pak Hasan sudah menceritakan alasan kenapa Arnof tidak mempercayai mitos. Itu hanya untuk menyembunyikan ketakutannya karena trauma masa kecil. Pak Hasan juga sengaja menceritakan agar anak dan istrinya tidak salah paham pada Arnof apabila sesuatu terjadi pada dirinya kelak.

Perselisihan di antara mereka pun sudah selesai. Hanya saja, tanpa ada yang menyadari kalau sebenarnya nyawa Arnof lah yang sedang diincar.

***
Sudah hampir lima hari sejak kejadian itu, kesehatan pak Hasan menurun akibat luka menganga yang disebabkan cakaran makhluk gaib. Padahal, mereka sudah berobat ke dokter untuk menghilangkan infeksi luka sobek tersebut.

Luka itu semakin membusuk, bernanah dan mengeluarkan belatung. Baunya sudah menyeruak memenuhi ruangan hingga ke luar rumah. Warga yang melewati depan rumah mereka pun selalu menutup hidung.

Warga sangat berempati melihat keadaan keluarga pak Hasan. Warga juga membantu dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena warga tahu, tulang punggung keluarga itu hanyalah pak Hasan.

Kini, pak Hasan tidak lagi bisa bekerja akibat peristiwa itu. Acil Nurul dan Saidah merawat pak Hasan dengan sangat telaten.

Sementara itu luka Arnof mulai mengering. Arnof sadar akibat perbuatannya itu, perekonomian pak Hasan sudah tidak stabil. Akhirnya, Arnof dan Ican lah sekarang yang akan memenuhi kebutuhan keluarga pak hasan.

Hingga suatu hari, pak Hasan mengumpulkan anak dan istrinya.

"Bu-buat ka--lian semua, apabila ter--jadi sesuatu padaku, jangan pernah menyalahkan Arnof lagi. Dia sudah berusaha menolong Abah," ucap pak Hasan dengan terbata-bata.

Acil Nurul yang merasa usia suaminya sudah tidak lama lagi, menangis sesenggukan. Begitu pun Saidah yang sangat dekat dengan abahnya.

"Jangan tinggalkan kami, Bah. Siapa yang akan membiayai Saidah sekolah." Saidah meratap karena takut kehilangan abahnya.

"Can ... a--apabila Abah su-dah tidak ada, ja-ga adikmu."

"Abah jangan berkata begitu. Abah pasti sembuh," ujar Ican dengan nada sedih.

"Nof ... Pa-paman minta ma-af, apabila ada sa-lah."

"Tidak, Om. Om tidak salah! Justru saya yang minta maaf karena menyusahkan Om sekeluarga." Arnof tidak bisa menahan kesedihannya.

"Arnof janji akan menjaga keluarga Om dengan sepenuh jiwa. Arnof juga berjanji akan memberikan pendidikan yang setinggi-tingginya untuk Saidah."

Pak Hasan tersenyum. Dua bulir air bening mengalir di pipinya. Setelah itu, pak Hasan melotot tajam seperti sedang melihat sesuatu. Suaranya pun tertahan di kerongkongan.

Tanpa diperintah lagi, Ican segera membimbing abahnya untuk membaca syahadat.

"Asyhadu allaa ilaaha illallaahu ...."

Ican membisikkan syahadat di telinga abahnya berulang-ulang, agar pak Hasan bisa mengikuti apa yang diucapkannya.

Pak Hasan berusaha mengucapkan kalimat itu, tetapi ada sesuatu yang seakan menyumbat kerongkongannya, sehingga sulit untuk mengucapkannya.

Hingga pada kalimat yang ke tujuh, akhirnya pak Hasan berhasil mengucapkan syahadat sebelum ajal menjemputnya.

"Innalilahi wa innailaihi rojiun ...."

Acil Nurul dan anak-anaknya mengucapkan kalimat istirja sesaat setelah roh terlepas dari raga pak Hasan.

Saidah dan acil Nurul menangis atas kepergian pak Hasan. Karena istri dan anak pak Hasan sedang bersedih, Arnof tidak ingin berlarut dalam kesedihan. Dia segera menuju rumah pak RT untuk mengabarkan tentang meninggalnya pak Hasan.

Sebelum ke rumah pak RT, Arnof sudah mengabarkan pada tetangga yang berdekatan dengan rumah mereka berita tentang kematian pak Hasan. Sehingga para tetangga datang untuk takziah.

Sementara itu pak RT langsung menuju Surau untuk mengabarkan berita duka.

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

"Telah berpulang ke Rahmatullah, Hasan Sodikin bin Anang. Meninggal pada hari ini, Selasa, 12 Oktober 1999. Jenazah akan di kebumikan hari ini juga."

Berita kematian pak Hasan pun tersebar di seluruh desa. Warga pun berbondong-bondong untuk takziah ke rumah pak Hasan.

Suasana di rumah duka sangat memprihatinkan. Sebab, banyak warga yang tidak tahan untuk berada di dalam rumah. Mereka rata-rata menunggu di halaman rumah tersebut. Hanya orang-orang yang akan memandikan dan mengafani jenazahlah yang berada di sana.

Acil Nurul sangat bersedih, kenapa kematian suaminya bisa setragis ini.

Saat jenazah menunggu akan dimandikan, tiba-tiba kucing hitam melompati jasad pak Hasan. Spontan tubuh pak Hasan bergerak yang mengakibatkan warga yang sedang berada di dalam rumah berhamburan keluar.

Mereka takut kalau pak Hasan akan menjadi hantu. Tetapi, pergerakan itu hanya terjadi sesaat. Setelah itu, jasad pun tetap bergeming di tempat semula.

Di saat itulah, sebuah bayangan hitam dengan mata merah menyala berdiri tidak jauh dari rumah pak Hasan.

.

MITOS (Awas, Nyawamu dalam bahaya!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang