🌸4🌸

859 87 15
                                    

Tehyung diam semenjak mereka pulang dari dokter, tepatnya dari rumah sakit rujukan klinik sebelumnya. Tak ada yang Taehyung rasakan selain kecewa berat dengan Kakak kandungnya. Bahkan sekarang ia hanya diam menatap kosong tv yang menyala.

"Dek, Tae marah sama Kakak?"

Seokjin datang bersender pada tembok dengan memakai pakaian panjang dan jaket tebal.

"Kakak minta maaf kalau gitu. Tapi Adek liat sendiri kan? Kakak baik-baik aja selama ini. Gaada yang perlu di khawatirin."

Taehyung berdiri mendekat kearah Seokjin menarik kerah jaketnya sampai pria itu condong pada sang adik.

"Baik-baik aja lo bilang? Lo pikir gue bisa lo begoin pake kata-kata itu ha? Gue ga buat ya Seokjin!"

"Iya maaf kakak ga jujur sama kamu, tapi sumpah kakak cuma gamau kamu kasihan apalagi mikirin kondisi kakak."

Taehyung melempar cengkramannya.

"Coba lo pikir! Adek mana yang ga khawatir Kakaknya sakit terminal sejak lama!?"

Seokjin mencoba bangun. Ia masih lemah namun Taehyung diluputi rasa marah sekarang. Ia tak tahu bahwa kini Seokjin belum bisa berdiri dengan baik.

Siang tadi Taehyung membawanya ke klinik dan dianjurkan untuk cek lab ke rumah sakit. Hasilnya buruk, Seokjin menderita sirosis hati sejak lama dan kabar mengejutkannya lagi pria itu berhenti meminum obat sejak ia tiba. Berarti sudah 3 bulan sang kakak membiarkan penyakitnya memburuk terus menerus. Sontak Taehyung sedih, marah, kecewa dan kesal dengan sang kakak. Apalagi ia tahu kemungkinan Seokjin seperti ini adalah karena kehadirannya.

"Kalau adek masih mau marah sama Kakak ga apa-apa. Emang Kakak salah. Tapi jangan lama-lama ya.. ukhuk.. kakak cuma punya kamu."

Seokjin berjalan tertatih menuju kamarnya.

Taehyung tak berniat membantu, ia diam di tempat dengan air mata menetes dan tangan yang mengepal kuat.

"Kakak bego!"






🌻







"Jin kalau masih sakit gausah maksain."

"Gapapa bang. Kalau diem di rumah malah tambah kerasa sakitnya."

Ya dua hari kemudia Seokjin bekerja, di rumah Taehyung masih mendiamkannya. Alhasil Seokjin tak tahan dan memilih berangkat bekerja. Ia masih kuat, bukan pertama kali Seokjin memaksakan diri. Toh ia masih hidup sampai sekarang karena kemauannya untuk menahan sakit masih kuat.

"Kerja lo gausah diforsir, urusin pesanan aja biar kasir sama yang lain."

"Iya bang. Makasih pengertiannya."

"Kalau ada apa-apa bilang gue aja. Lo udah gue anggep sendiri apalagi lo juga bantu caffe jadi bisa segede dan sesukses ini."

"Engga bang. Gue cuma bantu sedikit."

Seokjin bertemu dengan Jooheon sejak ia pergi dari rumah yang diambil oleh para lintah darat karena orang tuanya yang terlilit hutang. Berbekal beberapa ratus ribu uang Seokjin berjualan dan jalanan dan bertemu dengan teman baiknya, Jooheon. Mereka selalu bersama, Jooheon yang sekolah selalu memberi Seokjin kesempatan untuk belajar sampai ilmunya bisa terpakai untuk mencari uang. Banyak pekerjaan yang sudah dilalui Seokjin dari tukang cuci piring, tukang parkir, sol sepatu, berjualan minuman di lampu merah, sampai Jooheon menawarkannya untuk bekerja sebagai asisten sekaligus karyawan tetap di caffe. Peran Seokjin bagi Jooheon begitu besar apalagi ia pintar dan pekerja keras sehingga mampu mensukseskan bisnisnya.







SuncoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang