Sejak saat itu Jongsuk lebih sering di rumah. Pada dasarnya memang Jongsuk hanya seorang kakek tua penikmat harta yang menunggu ajal tiba, namun karena ia pebisnis dan seorang yang pandai dalam segi medis maupun pendidilan menjadikannya orang yang terpandang.
Sekarang semua itu bukan apa-apa. Kedua cucunya dirumah jauh lebih terasa istimewa dibanding apapun.
Ia fokus pada koran pagi yang menjadi suguhan saat ini. Ia langsung menegakkan tubuh ketika Seokjin berjalan dengan pakaian rapi dan sebuah tas.
"Tuan, Jin ijin pergi keluar mungkin nanti sore baru pulang. Makanan dan semuanya sudah siap. Jin janji tidak akan lama."
"Kemana?"
"Ziarah, Tuan."
Jongsuk mengangguk. Ia membiarkan Seokjin pergi. Namun rasa penasaran tentu harus ia jawab segera. Diam-diam Jongsuk mengikutinya sampai keluar kota. Seokjin menggunakan angkutan umum, sementara ia mengekori dengan mobil miliknya.
Jongsuk pernah ke kota ini.
Walau sekedar memberi petuah sampah menimbulkan tangis dan luka pada Yuuna.
Seokjin membeli bunga setaman sebelum tiba di kawasan pemakaman. Jongsuk juga membeli bunga mawar putih.
Ia membiarkan Seokjin berjalan jauh di depan sampai lelaki itu diam ditengah gundukkan tanah penuh raga tak bernyawa.
Seokjin mencabut rumput liar diantara pusara makam sang Mama. Menaburkan bunga dan mengusap nisan yang kotor karena lumpur dan hujan.
"Maaf ya Ma. Kemarin Seokjin ngomongnya jelek. Seokjin bakal sabar nunggu Mama jemput kok. Tapi Jin kangen banget."
Perlahan Seokjin menyenderkan kepalanya diantara bunga-bunga yang telah ia tabur.
"Kangen duduk dipangkuan Mama. Sambil elus-elus Tae di dalam perut."
Seokjin mengusap ujung matanya yang mulai berair.
"Mama udah ga sakit lagi kan? Udah ga suka nangis diam-diam kan? Mama juga udah ga denger semua kata mereka sekarang. Pasti Mama senang. Kalau Jin berharap Mama ga ketemu Papa, Jin dosa ga ma? Tapi kalau Papa baik disana Jin juga seneng berarti Mama ga kesepian."
Jongsuk dengan pakaian tertutupnya duduk di pusara sampinh Seokjin. Mendengar semua tuturan tulus dari mulut anak itu.
Hatinya berdenyut. Ia meremas dadanya kuat menahan sesak.
"Adek sama Kakak udah tinggal bareng sama Opa Oma. Jadi Mama ga perlu khawatir. Jin makan enak, tidur nyaman, jin juga minum obat teratur. Mama ga perlu pinjam uang lagi buat berobat Jin. Maaf ya Ma, Jin dulu selalu buat Mama sedih karena sakit. Sekarang Jin tahu kalau Jin punya penyakit jadi Jin berusaha cari pahala biar kalau meninggal bisa masuk surga. Setiap Jin kambuh pasti Jin ngerasain takut, bukan takut ketemu Tuhan tapi takut ninggalin adek."
Sebagai seorang Dokter ia seharusnya terbiasa mendengar kalimat itu dari seorang penderita penyakit mematikan namun posisinya sekarang bukanlah seorang Dokter. Melainkan seorang Kakek.
"Adek juga bahagia sama Oma Opa. Oma Opa baik sama Jin dan Adek. Engga Ma, Oma ga pernah nyakitin Jin kaya dulu waktu kita dateng ke rumahnya. Jin dirawat baik jadi Mama tenang aja."
Seokjin berbohong. Ia tak mau Mamanya tidak tenang disana karena memikirkan seokjin. Walau sebenarnya ia ingin meluapkan semua yang ia rasa.
"Jin pamit ya Ma. Nanti lain kali Kakak aja Adek kesini. Assalamualaikum."
Jongsuk mendengar langkah suara Jin yang perlahan menjauh. Ia menoleh menatap pusara Yuuna dan mendekat kesana. Memastikan Seokjin tidak jauh supaya ia bisa memerhatikannya pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suncold
Fanfichanya sebuah kisah sederhana dari kakak beradik Seokjin dan Taehyung