Jam sembilan malam aku pulang. Karena menurutku ini sudah malam waktunya orang beristirahat. Orang yang bernama Khalid itu juga pulang. Putrinya sudah tidur jadi dia biarkan putrinya tidur di rumah Amira. Dia pulang ke rumahnya. Selain dia sepupu Amira dia juga tetangga Amira. Rumahnya hanya beda blok dari perumahan ini. Pantas dia membawa motor.
Aku juga akhirnya ikut pamit pulang. "Saya pamit pulang dulu. Assalamualaikum." Kataku pada keluarga Amira. Aku melihat pada Amira dan sedikit menunduk sekedar menyapa padanya.
Di dalam perjalanan itu aku mendapat telepon dari mama. Semenjak mengalami kecelakaan ketika aku sedang keluar malam dan jam sembilan belum pulang. Mama akan meneleponku. Menanyakan ku apa aku tidak mengantuk? Apa bisa menyetir dalam keadaaan sehat dan sadar. Kalau tidak mama akan menyuruh sopir rumah untuk menjemput ku.
Aku kembali seperti remaja lagi. Bedanya aku sedikit diberi kebebasan karena aku laki-laki. Berbeda dengan Rena dia akan di interogasi oleh mama jika dia mau pergi keluar malam-malam. Rena memang tidak suka keluar rumah. Dia lebih suka mendekam di dalam kamarnya bersama laptop kesayangannya. Mungkin Rena malas keluar rumah karena dia juga malas jika mama masih bertanya macam-macam kepadanya. Jadi lebih baik dia mengurung diri di kamarnya.
Satu menit setelah mama menelepon. Kini panggilan dari orang yang sudah asing bagiku. Nomer telepon yang biasanya tiap hari aku telepon kini sudah tidak pernah aku telepon lagi. Tapi, aku tetap menyimpan nomer Hp nya.
Aku melirik pada jam di tanganku. Jam setengah sepuluh. Ada apa? Apa ada masalah dengannya.
Aku menerima teleponnya dan suara nya yang parau memanggil namaku. "Rendi."
Dari suaranya sepertinya dia tidak baik-baik saja."Tari, apa kamu baik-baik saja?" Tanyaku langsung. Tari terkekeh dalam suaranya.
"Kamu memang laki-laki yang peka Rendi. Aku memang sedang tidak baik-baik saja. Bisakah kamu ke apartemenku. Sandinya tidak berubah. Tanggal jadian kita. Itupun jika kamu masih ingat. Sorry, aku belum sempat untuk merubahnya."
Aku berpikir sejenak. Memikirkan apa yang akan terjadi jika aku berdua saja dengan Tari dalam apartemennya jika aku posisinya sekarang sedang dalam masa penjajakan dengan Amira. Aku memikirkan resikonya jika aku ke sana sendirian. Aku teringat akan Amira yang tidak mau berbicara berdua dengan bukan mahramnya dalam satu ruangan.
Aku memang tahu nomer sandi apartemen Tari. Tapi kami tidak pernah melakukan hal yang di luar batas. Aku tahu nomer sandinya jika dia meminta mengambilkan barang dan dia lupa untuk membawanya. Aku yang akan mengambilkannya. Aku tidak pernah bermalam berdua dengan Tari. Sekalipun tidak pernah.
Setelah lama berpikir akhirnya aku menemukan satu solusinya. Baik, aku buka saja pintunya nanti. Dan aku akan mengajak seseorang yang entah siapa itu agar aku tidak berdua saja dengan Tari. Aku hanya berjaga-jaga saja.
Aku juga tidak mungkin mengabaikan Tari. Siapa tahu dia memang sedang ada masalah dan butuh teman curhat. Dia hanya sendirian di kota besar ini. Dia bukan berasal dari kota besar ini. Aku takut dia melakukan hal yang tidak-tidak.
"Tidak bisa? Tidak masalah Rendi aku mengerti posisimu sekarang." Kata Tari yang dari suaranya terdengar kecewa.
"Bisa." Jawabku cepat. "Aku bisa menemui dan aku masih ingat dengan tanggal jadiannya." Putus ku akhirnya.
❤❤❤
Kini aku sudah sampai di gedung apartemen tempat tinggal Tari. Kini aku sedang mencari seseorang yang bisa di ajak untuk ikut ke lantai tiga dimana apartemen Tari berada. Aku di landa kebingungan. Aku harus mengajak serta orang entah siapa itu supaya aku tidak berdua saja dengan Tari dalam satu ruangan.
Dalam jarak lima meter aku melihat seorang perempuan yang seumuran mama berjalan ke arahku. Aku pun langsung menghampirinya.
"Maaf ibu permisi. Mau tanya, Ibu tinggal apartemen sini?" Tanyaku memulai pembicaraan. Ibu itu terlihat kaget dan sedikit khawatir melihatku. Aku pun menjelaskan maksud dan tujuanku meminta tolong padanya. Supaya dia tidak curiga padaku aku pun memberikan kartu namaku padanya.
Ibu itu ternyata cleaning servis di apartemen ini. Dia juga tersenyum dan mengangguk setelah mendengar penjelasan ku. "Saya baru ketemu loh orang yang sejujur Mas Rendy." Katanya seraya menyamakan langkah kakiku dengannya.
Aku berterima kasih sekali ketika dia mau membantuku. Aku akan mengantar dia pulang dan akan memberikan rejeki untuk dia sebagai tanda terima kasih ku padanya nanti.
Setelah sampai di lantai tiga aku menuju pintu kamar Tari. Aku menyentuh nomor-nomor sandi apartemen sandi. Sesuai dengan ucapan Tari kata sandi apartemennya tidak berubah.
Setelah terbuka aku mengganjal pintu itu dengan sepatu Tari. Ibu cleaning tersebut mengikuti ku di belakang.
"Tari aku datang." Kataku yang melihat ke seisi ruangan. Senyap melanda ruangan ini.
"Tari?" Panggilku lagi.
"Mungkin di kamarnya Mas." Kata Ibu tersebut. Aku pun berjalan ke arah kamar Tari. Kamarnya sedikit terbuka. Aku kembali memanggil namanya. Tidak ada sahutan.
Aku mendorong pintu tersebut dengan pelan dan di dalam kamarnya tepatnya di kasur ada Tari yang sedang tidur. Aku menjadi panik sendiri dan segera menghampirinya.
Pikiran buruk langsung terlintas di kepalaku. Tidak mungkin Tari melakukan tindakan seperti itu.
"Tari." Kataku dengan menyentuh lengan bajunya. Aku tersentak kaget. Suhu tubuhnya terasa panas di kulitku.
"Ya Allah Tari, badanmu panas sekali." Kataku dengan menyentuh dahinya. Tari terbangun dan melihatku. "Rendy, akhirnya kamu datang juga." Katanya dengan suara lemahnya.
Tari melihat ke ibu cleaning tersebut. "Aku membawa ibu Yati ke sini supaya kita tidak berdua saja." Nama ibu cleaning tersebut adalah Yati.
Tari hanya tersenyum mendengar perkataanku. "Kita bawa ke rumah sakit saja Mas." Usul ibu Yati.
"Aku bawa kamu ke rumah sakit ya." Tanyaku pada Tari. Takutnya dia tidak mau di bawa ke rumah sakit. Tari hanya mengangguk saja. Aku membopong Tari dalam gendonganku. Ibu Yati berjalan di depanku.
Karena ibu Yati bekerja disini dia begitu paham letak apartemen ini. Di memencet tombol lantai satu. Aku segera membawa Tari ke dalam mobilku. "Maaf ya Mas saya tidak bisa ikut Mas ke rumah sakit. Saya harus pulang. Takut anak saya cariin saya."
"Iya ibu, terimakasih sudah membantu saya. Ini ada rejeki buat ibu sebagai tambahan keperluan rumah tangga ibu." Kataku memberikan uang yang ada dalam dompetku.
"Ya Allah Mas saya yang seharusnya berterima kasih dan juga ini apa tidak kebanyakan." Katanya yang menatap lima lembar uang ratusan ribu.
"Gak apa-apa buk. Itu udah rejeki ibu." Kataku yang ikut senang melihat reaksi ibu Yati.
"Tunangan Mas pasti pasti senang punya tunangan seperti Mas. Semoga jodoh dunia akhirat ya Mas." Kata ibu tersebut sebagai kalimat terakhir kami dari pertemuan singkat ku dengan ibu Yati.
Aku masuk ke dalam mobil dan melihat Tari yang begitu lemas nya. Aku membuka Jas ku dan menyelimuti tubuh Tari.
Sewaktu menyelimuti tubuhnya. Aku melihat satu tetes di sudut mata kanannya terjatuh di pipinya.
Aku menatap Tari sendu, Maafkan aku Tari jika aku menyakitimu. Maafkan aku, aku bukan pria yang bisa menghapus air matamu. Akan ada Ada pria lain yang akan menghapus air matamu dan memberikan tawa padamu. Nanti kamu akan bertemu dengannya.
Percayalah, bukan aku. tapi orang lain. Aku sudah menjaga hatiku untuk perempuan lain. Untuk Amira seorang. Maafkan aku, Tari.
❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Nazar Cinta
RomanceRendi Aditama adalah seorang CEO muda yang sukses dan cemerlang. Selain memiliki otak pintar dia juga di anugerahi wajah tampan. Laki-laki yang semua kriteria perempuan inginkan ada pada Rendi semua. Laki-laki yang memiliki keluarga harmonis dan jug...