"Kamu mau nginep?" Tanyaku lagi. Ketika tahu Amira hendak menginap. Sebenarnya ada ibunya juga yang menginap. Tapi kan sudah ada ayahnya kenapa Amira ikutan menginap juga.
"Iya Mas saya mau nemenin umi ikut ngejaga Hafshah. Saya bisa jaga diri, mas kurang suka saya ikut menginap juga?" Tanyanya.
"Ah tidak, bukan seperti itu saya hanya bertanya saja." Kataku yang merasa tidak nyaman. Aku tidak mungkin melarang dia. Ketika statusku bukan siapa-siapa nya Amira. Kalau sudah jadi suaminya nanti tentu saja aku tidak akan mengizinkannya. Meskipun ada ummi nya sekalipun yang ikut menjaga.
Gadis yang berada di depanku saat ini melihatku dengan sedikit mendongak. "Abi nya Hafshah lagi dinas sudah dua hari. Besok pulang. Hafshah sakitnya dari tadi siang." Jelas nya lagi. Seketika aku terbuat girang mendengarnya. Gembira karena Abi nya tidak ada bukan karena anaknya yang sakit.
Aku memandangi gadis yang sedang memakai pasmina coklat serta blazer panjang nya berwarna cream. Anggun sekali. Pakaian nya tetap tertutup tapi tetap kekinian.
Setelah mendengar penjelasan Amira baru aku merasa lega. "Ah syukurlah kalau begitu." Kataku tanpa sadar.
"Eh maksud saya, saya tidak bersyukur karena Hafshah sakit." Kataku panik sendiri.
Amira menyipitkan matanya. "Iya saya mengerti maksud Mas. Mas gak mau pulang itu temannya pada nungguin loh." Kata Amira cekikikan.
Sontak aku menoleh ke belakang. Ada Andi dan Tari yang sedang memandangiku kesal. Terutama Andi. Kalau Tari entahlah dia memandangiku seperti sudah tanpa rasa saja.
Semoga saja.
"Yasudah, saya pulang dulu Amira. Besok insyaAllah saya jenguk lagi." Pamit ku senang. Aku mengangguk dan dengan canggungnya aku melambaikan tanganku.
Aku tarik lagi tanganku. Bisa-bisanya aku berdada pada Amira. Memangnya ini kisah cinta anak remaja pakai lambaian tangan segala. Amira menertawai tingkahku dengan gelengan kepalanya. Mungkin dia pikir aku seperti anak remaja saja.
Aku buru-buru pergi karena Andi dan Tari sudah jalan duluan.
Di dalam mobil Andi yang menyetir sedangkan aku di samping Andi. Tari berada di belakang. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Aku dan Andi saling melirik. Aku menyuruh Andi untuk melihat Tari di belakang. Andi menurut dan kembali melihat ke depan. Andi memberi isyarat padaku kalau Tari sedang menangis.
Aku menghela napas ku berat. Apakah aku salah? Apakah keputusan ku benar? Apakah aku pria yang jahat? Karena sudah menyakiti hati gadis yang begitu baik seperti Tari. Gadis yang pintar dengan karir yang bagus.
Tapi bagaimana lagi hatiku sudah tertambat pada Amira. Awalnya aku hanya ingin memenuhi nazar ku saja. Tapi dari sebuah nazar berubah menjadi cinta. Cinta yang membuatku kagum Amira. Seorang gadis yang harus aku dapatkan dan pertahankan untuk hanya menjadi milikku seorang.
Mungkin beribu maaf dariku tidak mampu menyembuhkan luka yang sudah ku berikan pada Tari tapi tetap aku akan meminta maaf padanya.
Ketika kami sudah sampai di depan gedung apartemen Tari. Dia meminta kami untuk mengantarnya sampai disini saja. Kami menurut. Andi menatapku seolah menyuruhku untuk mengejar Tari. Melihat kedua matanya yang memerah karena menangis diam-diam.
Aku berlari kecil menyusul Tari. "Tari tunggu, are you ok?" Tanyaku padanya. Tari enggan berbalik dan tak kunjung menjawab.
Dia seperti menahan isakan nya dan menutupi tangisnya.Aku tahu, ketika wanita ditanya apa dia baik-baik saja sekuat hati dia akan menyimpannya dia akan menjawab dia baik-baik saja tapi tidak dengan reaksinya yang akan menangis jika mendapat pertanyaan seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nazar Cinta
RomanceRendi Aditama adalah seorang CEO muda yang sukses dan cemerlang. Selain memiliki otak pintar dia juga di anugerahi wajah tampan. Laki-laki yang semua kriteria perempuan inginkan ada pada Rendi semua. Laki-laki yang memiliki keluarga harmonis dan jug...