Bab 9 : Mantan Kekasih

189 47 4
                                    

"Tidak perlu Mas, cukup antarkan saya di depan kampus saya sudah terima kasih. Tidak perlu sampai mengantar saya masuk ke dalam gedung fakultas." Tolaknya halus. Tapi tetap aku tak hiraukan. Dia berbicara sambil memajukan tubuhnya di belakangku.

Amira tidak mau duduk di depan denganku. Dia mau duduk di tengah. Kesannya aku sebagai sopirnya. Tapi tidak masalah. Aku mengerti maksudnya.

"Saya tidak apa-apa Amira. Sekalian saya mengantarmu. Biar saya tahu juga gedung fakultas untuk mahasiswa S2." Kataku yang sudah masuk ke Fakultas Pendidikan.

Amira jurusan pendidikan bahasa Arab maka dari itu dia ingin kuliah di negeri timur tengah supaya menambah ilmu agamanya. Tapi umminya tidak mengizinkan karena Amira putri satu-satunya. Terlalu jauh untuk umminya.

"Sekali lagi terima kasih ya Mas, sudah mengantarkan saya sampai sejauh ini. Maaf kalau merepotkan." Ujar Amira sebelum turun dari mobil.

"Iya Amira saya tidak apa-apa justru saya senang kalau di repotin kamu." Kataku yang memiringkan tubuhku menghadapnya ke belakang.

Amira membisu dia tertunduk dan akhirnya mengucapkan salam padaku. Aku masih memperhatikan Amira yamg berjalan menunduk hingga dia disapa oleh rekan perempuannya yang sedang berbicara dengan seorang laki-laki yang aku tebak dia seorang dosen, dosen muda. Mungkin tidak terlalu jauh umurnya denganku.

Mereka berbicara dengan serius. Aku memperhatikan dosen muda tersebut. Meneliti pakaiannya hingga sampai pada jari manisnya yang melingkar sebuah cincin. Aku tersenyum lega melihatnya.

Ah, untungnya dia sudah menikah.

Aku sudah punya pikiran kalau dia menyukai Amira. Sempat was-was kalau semakin banyak laki-laki yang akan menjadi sainganku.

Tatapannya seakan memiliki tatapan kagum pada Amira. Dan pandangan dosen tersebut sama dengan pandangan sepupu Amira. Khalid.

Banyak pria yang kagum kepada Amira dan betapa beruntungnya aku jika aku bisa memilikinya. Wanita yang hanya pantas untuk di jadikan istri bukan untuk di jadikan pacar.

Wanita yang menutup seluruh tubuhnya dan hanya akan di perlihatkan kepada mahramnya.

Aku tidak habis pikir, aku bisa mendekati wanita seperti Amira. Tidak pernah terlintas di benakku bisa mendekati dan berkenalan dengan perempuan berkerudung bahkan sampai memakai cadar.

Karena jujur saja, mereka bukan tipeku dan tidak mungkin juga mereka mau denganku. Dengan pria yang tidak paham agama. Pasti mereka akan mencari calon yang paham akan agama juga.

Tapi untuk Amira, aku mau menjadi pria yang lebih baik. Menjadi pria yang di diidam-idamkannya. Seorang laki-laki yang dia sukai. Menjadi pria yang mengerti akan agama agar aku bisa bersanding dengannya. Agar aku pantas untuk menjadi suaminya.

Ini mungkin aneh, bahkan mungkin saja teman-temanku akan kaget dan tidak menyangka jika aku bisa mendapatkan seorang perempuan bercadar. Mereka pasti kaget apa lagi aku. Bahkan aku tidak percaya pada diriku sendiri.

Kenapa aku mulai menyukai Amira. Menyukai semua yang ada padanya. Kelembutan dan sifatnya mampu membuatku jatuh hati padanya. Aku merasa senang dia adalah wanita yang menjadi penolongku. Penolongku yang memilki mata seindah bulan ketika pertama kali melihatnya.

Mata nya yang mampu membuatku terhipnotis begitu saja. Aku menyukai matanya. Matanya begitu indah dan sejuk di pandang. Mata yang sudah cantik tanpa softlens, eyeliner ataupun maskara. Padahal aku tidak tahu wajahnya seperti apa. Cantik kah? Atau biasa saja?

Lamunanku tersadar ketika dia melihat ke arah mobilku. Amira kembali menghampiri ku dan aku membuka kaca mobilku.

"Ada apa Amira? Apa ada yang ketinggalan?" Tanyaku sambil melihat kebelakang. Tidak ada apa-apa bersih. Tidak ada barang Amira satupun yang tertinggal.

Nazar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang