12. Friend.

5 1 0
                                    

"Jangan mau dibodohi oleh orang bodoh."

***

Samudera menatap gadis yang masih memejamkan matanya sejak beberapa jam yang lalu.

Tangannya menggenggam erat tangan mungil itu menyalurkan kekuatan.

"Kamu kapan sehatnya?" Samudera bertanya dengan lirih. "Jujur saya tidak sesabar Bobby."

Samudera menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.

Samudera memejamkan matanya, sekali lagi rencananya untuk bersama Kelana terhalang karena gadis ini.

Kata orang-orang itu, nona mereka membutuhkannya, membutuhkan Samudera. Padahal, sesungguhnya gadis itu tidak pernah menginginkan kehadirannya.

Gadis itu hanya ingin prianya.

Tisya hanya menginginkan Bobby.

"Hngg..."

Kedua mata Samudera langsung terbuka sempurna ketika mendengar suara keluhan dari gadis yang terbaring lemah itu.

Dia terlihat membuka matanya dengan kesusahan.

"Kenapa?" tanya Samudera menahan tangan Tisya yang sedang memegang kepalanya sendiri.

"Lepaskan!" Samudera mengeratkan pegangannya karena gadis itu berontak. "Aku akan diam! Lepaskan tanganku, sakit!"

Samudera langsung melepaskan pergelangan tangan gadis itu. Dia langsung mengerti kata sakit yang diucapkan sang gadis. Ternyata ada luka yang belum terobati disana.

"Kenapa ditambah lagi lukanya? Bukannya yang kemarin belum sembuh sempurna?" tanya Samudera dengan nada rendah.

Tangannya terangkat untuk mengusap puncak kepala gadis itu. "Saya belikan kamu buku gambar," ucap Samudera lembut.

"Jangan pura-pura perduli, kamu jahat!"

Samudera terkekeh kecil. "Kamu yakin saya jahat?"

Tisya langsung meringsek masuk kedalam selimutnya. Kini, seluruh tubuh gadis itu sudah dibalut selimut.

"Ratu Tisya Aditama. Saya akan belikan kamu kanvas jika kamu ingin melukis. Tidak bagus menulis ditangan, kamu mau tangan kamu berlubang."

"Aku gak bisa melukis seperti kamu," jawab Tisya dari balik selimut.

"Ya, saya tau." Samudera mengangguk, meskipun dia tau Tisya tidak akan melihat itu. "Tapi saya bisa ajarkan kamu."

Tisya tidak bersuara. Semua orang tau kalau Tisya itu bukan gadis yang gampang terbujuk. Dia hanya setuju, jika dia benar-benar mau.

"Sekarang?"

Samudera tersenyum tipis, sepertinya Tisya mulai tertarik. "Tidak sekarang. Kamu baru bangun tidur, kan?"

"Ya, jangan sekarang," jawab Tisya pelan. "Ambilkan aku es krim!"

"Tidak mau," jawab Samudera membuat kesal Tisya dengan sengaja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐁𝐞𝐚𝐮𝐭𝐢𝐟𝐮𝐥 𝐌𝐢𝐧𝐞𝐟𝐢𝐞𝐥𝐝𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang