𝟗. 𝐆𝐚𝐝𝐢𝐬 𝐂𝐚𝐧𝐭𝐢𝐤.

13 8 0
                                    

"Hidup kita milik kita, yang menjalaninya juga kita. Orang-orang itu hanya bisa mengomentari, tanpa perduli sama sekali."

***

Shaka merebahkan kepalanya dilipatan tangan. Bibirnya mengukir senyum yang teramat manis.

Pikiran remaja lelaki itu sedang berkelana dan pergi ke masa lalu.

"Shak, nanti kalau gue pergi, tanggung jawab gue disini lo yang handle ya?"

Tangan Shaka yang tadinya memantulkan bola basket terhenti karena merasa aneh. Dia menangkap bola dan membawanya kearah Bobby—temannya yang sedang berbaring dengan posisi telentang dengan lengan sebagai bantalan.

Shaka ikut merebahkan tubuhnya dan menghela napas panjang.

"Gimana? Lo mau, kan?"

"Urusin aja urusan lo sendiri, masa mau pergi gitu aja. Selesaikan dulu semua tanggung jawab lo, abis itu lo bisa pergi kemana aja." Shaka menjawab dengan satu mata yang tertutup.

"Lo teman gue, masa Lo gak bisa handle tanggung jawab gue? Gak asik ah," cela Bobby dengan pandangan menatap langit.

Terik matahari sudah mulai lengser, lapangan juga mulai terasa hangat, tidak terlalu panas.

Bobby dan Shaka memang selalu memilih bermain di lapangan basket outdoor. Karena terasa lebih menyatu dengan alam, katanya.

"Emangnya lo mau kemana? Kuliah lo entaran juga, gak usah dipikirin dulu, gue mumet tau," sungut Shaka kesal.

"Ya kan, gue mah antisipasi aja, Shak." Shaka menoleh kearah Bobby yang berucap dengan nada lirih. Pembahasan ini terdengar sedikit aneh baginya.

"Lo ada masalah, ya?" Bobby tidak menjawab pertanyaan Shaka.

"Lo anggap gue sahabat, gak sih?!" Shaka sedikit membentak karena merasa tak dianggap.

"Gue gak papa." Bobby terkekeh pelan karena Shaka yang begitu emosional. "Selagi gue bisa, gue bakal handle semuanya sendiri, Shak. Gue gak bakal membebani elo dengan tanggung jawab gue yang mungkin terasa berat."

Shaka bangkit dan menarik tasnya untuk mengambil air minum. "Itu lo tau tanggung jawab lo berat! Kenapa lo malah mau nurunin itu ke gue? Lo mau numbalin gue?" Cecar Shaka.

Bobby berdecak, memang dia tidak bisa jika harus sekali saja berbicara dengan temannya ini.

"Gue kan udah bilang, Shak. Selagi gue bisa, kan? Kalau gue gak bisa dan kalau seandainya ada hal yang gak inginkan terjadi, gue serahin ke elo, bisa?" tanya Bobby dibalas gelengan cepat oleh Shaka. "Okey, sebagian, ya. Fix!"

"Kok gitu?! Lo ngomong gini seolah-olah lo mau mengakhiri hidup karena gak tahan sama semuanya!" Kata Shaka dengan terselip candaan sedikit pada kalimatnya.

Bobby tersenyum kecut, dia memejamkan matanya. Tidak ada satupun kata yang keluar dari mulutnya. Entah itu sanggahan, atau celaan balasan untuk Shaka yang keluar dari mulut Bobby.

Tidak seperti biasanya.

"Kamu kangen Bobby?"

Lamunan Shaka buyar karena pertanyaan tiba-tiba dari gadis yang merebahkan kepalanya pada satu tangan Shaka yang direntangkan bebas.

Shaka menoleh, mata mereka bertemu beberapa saat. Shaka menarik ujung bibirnya melihat wajah seorang gadis yang begitu dekat dengannya. Sebelum akhirnya Tisya mendorong wajah Shaka untuk berpindah kearah lain.

𝐁𝐞𝐚𝐮𝐭𝐢𝐟𝐮𝐥 𝐌𝐢𝐧𝐞𝐟𝐢𝐞𝐥𝐝𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang