𝟏. 𝐃𝐮𝐚 𝐆𝐚𝐝𝐢𝐬 𝐝𝐚𝐧 𝐑𝐚𝐬𝐚 𝐊𝐞𝐡𝐢𝐥𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧.

107 19 0
                                    

"Kamu datang untuk membawa sejuta inspirasi, kamu datang untuk obat sekaligus penenang. Lalu kenapa? Ada apa hingga kamu pergi secepat ini?"

***

Pemakaman Bobby diiringi dengan haru biru dari berbagai kalangan, dewasa dan remaja.

Beberapa perwakilan sekolah, seperti guru, anggota OSIS, anggota basket, futsal dan beberapa kegiatan yang pernah diikuti oleh Bobby-pun berdatangan.

Seorang remaja pria dengan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya tersenyum miris.

Ditangannya terdapat bunga Krisan berwana putih, lambang penghormatannya.

"Lo bilang, jangan pernah menyerah dalam hidup. Lalu, apa yang terjadi sekarang? Kenapa lo pergi duluan?" tanyanya.

Remaja pria itu menarik napasnya hingga tercekat. Dadanya terasa cukup sesak. "Gak usah kepedean lo, gue gak akan nangis. Gue gak cengeng!"

"Dada gue sakit ajig! Lo harus tau, gue kesini karena ngikut teman-teman doang. Mana mau gue panas-panasan dipemakanan." Dia mendongakkan kepalanya menahan sesuatu yang berada dimatanya.

"Gue ... gue bakal kangen sama lo," katanya sambil menundukkan kepalanya. "Dikit doang. Lo harus lahir lagi, tapi jangan jadi anak gue. Gak mau gue punya anak kayak Bagong!"

Remaja pria itu terkekeh karena merasa geli karena dirinya berbicara dengan nisan.

Dia mengedarkan pandangannya, beberapa orang menangis karena melihatnya. "Mereka nangisin lo? Atau mereka nangis karena lihat gue ngomong sendiri? Apa mereka kira gue udah miring?"

"Mereka pasti sedih karena mereka tau lo udah ninggalin gue, bestie terkarib lo! Jahat lo Bagong!" Dia memegangi dadanya yang masih sangat sesak. "Gue masih gak nyangka kalau lo mati duluan."

"Gue pamit ya, udah gak kuat gue kepanasan," katanya dengan sudut mata yang berair.

Dia meletakan bunga Krisan putih diatas gundukan tanah yang masih merah dan basah. "Baik-baik disana. Bilangin, gue bakal nyusul lo nanti-nanti aja. Jangan lupain gue lo, awas aja!" Ucapnya sebelum benar-benar berlalu pergi meninggalkan pemakanan.

***

Dibawah rimbunnya pohon tabebuya seorang gadis tengah termenung dengan tatapan kosong.

Dia mendengar berita yang sangat tidak mengenakkan hari ini. Berita yang mampu membuat hatinya bergetar.

Kilasan-kilasan memori seperti kaset rusak memenuhi kepalanya. Dadanya terasa sangat sesak.

"Bukunya bagus, gue gak nyangka ternyata lo puitis juga." Seorang remaja pria bertubuh jangkung menghampirinya.

"Ih! Apaan sih? Lo gak boleh buka-buka buku orang gitu! Itu privasi!"

Orang itu, Bobby, dia malah tersenyum menampilkan lesungnya yang begitu manis. "Udah gue foto, gue share ke grup OSIS. Bentar lagi puisi lo itu bisa mejeng di Mading."

Gadis yang diberi senyum langsung memejamkan matanya dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Sumpah gue malu banget! Pasti mereka ngetawain gue!"

Bobby tertawa kecil, dia menyentil punggung tangan mungil gadis itu, lalu berkata, "punya karya itu harusnya bangga bukan malah malu. Puisi lo bagus, anak OSIS juga banyak yang muji karya lo. Jadi gak usah malu, itu sebuah kelebihan bukan aib."

𝐁𝐞𝐚𝐮𝐭𝐢𝐟𝐮𝐥 𝐌𝐢𝐧𝐞𝐟𝐢𝐞𝐥𝐝𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang