" Bilang maaf. "
Syna mendongak saat pipinya di cengkeram. Bibirnya sobek, mengeluarka cairan amis hingga mengalir ke lehernya yang terikat tali tebal. Gadis itu tersenyum tipis, menjilat bibirnya hingga sesuatu yang asin seperti besi terkecap mulut. Maniknya balas menatap tak gentar wajah gelap Elden yang mengerikan.
" Masih bisa tersenyum? Benar-benar keras kepala. Hm? "
Elden menyeringai, meremas rahang kecil itu geram sebelum mengangkat tangannya untuk memukul wajah Syna keras-keras. Syna sontak terpaling ke kanan, tubuhnya hampir terjerembab jika saja kedua tangannya tidak di ikat pada tiang-tiang.
Kembali wajah itu di hadapkan pada raut merah padam. Elden semakin melebarkan senyum, melihat lebam baru yang mengeluarka darah di sisi rahang. " Ini terakhir. Minta maaf padaku dan aku akan berhenti memukulmu. "
Syna menipiskan bibir. Maniknya memancarkan amarah namun hanya lemah yang dirinya punya, gadis itu meringis saat surainya di tarik begitu keras. Elden lantas mendekatkan wajah, bibirnya menempel pada pipi untuk berbisik.
" Bibirmu belum ku sobek, Syna. Mengapa begitu sulit hm? "
" Sudah ku bilang jahit saja mulutku, sialan.. "
Gadis itu benar-benar keras kepala. Dia berbisik di antara suaranya yang tercekat, memaksakan pita suara dan keberaniannya yang tak lebih dari singa dalam kerangkeng. Elden terkekeh kecil, maniknya memicing namun dia memilih mencium bibir gadis itu, membuat Syna bergerak menendang acak.
" AGH! " Syna memalingkan wajah, meludah ke lantai setelah berhasil menendang tulang kering Elden hingga pria itu mundur beberapa langkah. Gadis itu terengah-engah, maniknya terpejam seolah harga dirinya sudah hilang di antara lumpur yang menjijikan.
Elden yang terpelanting lantas terkekeh. Menyeringai lebar sembari menatap gelap wajah Syna yang tertunduk. Dia pelan-pelan berdiri, mengusap sisi wajahnya sebelum dengan tiba-tiba mencengkram geram leher kurus.
" AGHH! Khheeh!! "
" Beraninya kamu... " Bisik Elden marah, memicing dengan kilat merah menyala. Dia hampir seperti tombak yang ujungnya telah di letakkan bara api. " Aku bersikap baik. Aku selalu ingin bersikap baik. Tapi mengapa kamu selalu berlaku seperti ini? "
Syna mendongak saat lehernya di remas, kepalanya tertarik semakin tinggi, membuat kedua kakinya bergerak acak. " KEUHHH!!! "
Elden tidak berkedip. Menatap manik bening yang mulai banjir dan memerah. Wajah Syna pucat, ototnya timbul mengerikan saat tangan besar Elden menekan denyutnya. Pelan-pelan pria itu mulai merasa semakin marah, melepas cekikannya kasar.
" SIALANNN! "
BRAK
" UHUK! UHUK! hahh.. hah.. "
" Aku tidak bisa membunuhmu. " Elden menunduk, berlutut di hadapan Syna yang tertunduk lemas dan terus terbatuk. Elden tiba-tiba menangis, matanya memelas hingga Syna takut saat pria itu mendongak dan menyentuh kedua kakinya. " Syna, aku akan senang jika kamu mengatakan yang sejujurnya bahwa kamu juga mencintaiku.. "
" Berhenti, Eldenh... "
Elden menangis semakin keras. Hampir meraung, membuat Syna gemetar dan memalingkan wajah. Dia ketakutan. Dia takut pada Elden yang benar-benar seolah telah hilang kendali. " Elden, kamu hanya menyakitiku... Ini tidak benar hiks, tolong berhentilah. "
" AKU HANYA INGIN KAMU BILANG CINTA PADAKU SIALAN! "
BHANG!!!
" Aakhh?! " Syna terisak histeris. Memejam erat saat sebuah kursi kayu hampir menghancurkan kepalanya.
Gadis itu panik saat tubuhnya tiba-tiba di peluk, lehernya di ciumi namun tubuhnya hanya mampu terpaku kaku. Syna sudah teramat lemah." Harummu.. " Elden tersenyum, menghirup aroma keringat di ceruk leher. Pria itu mengelus surai hitam, menyisirnya dengan jari-jari panjangnya penuh kelembutan. " Melekat di dadaku. "
" Synaa.. Synaa sayang. "
Syna semakin menangis deras. " Elden hiks. Elden jangan seperti ini. "
Elden menunduk dan menatap tidak mengerti. " Apanya yang seperti ini? Aku melakukan hal yang benar. Tapi kamu tidak pandai memilih. "
Pria itu menyeringai lebar, mencium bibir Syna dengan gerakan lambat. Syna terdiam saat bibir keduanya masih menjadi satu. " Aku sudah berusaha menjadi malaikat di hidupmu. Aku membuatmu kenyang, memberimu hadian. "
Mata gadis itu terbuka terkejut.
" Ibu? Ibu membeli dress baru ya? "
" Tidak sayang. Coba Ibu lihat, astaga ini baju yang mahal. Bukankah biru warna kesukaanmu, Syna? "
Syna terdiam sejenak. " Tapi, aku tidak memesan apapun.. "
Elden terkekeh. Maniknya berkilat, mengelus semua bekas luka di leher Syna. " Aku malaikat untukmu, Synaya. Tapi sayang sekali kamu tidak tahu diri. "
Syna berkaca-kaca.
" Kamu sombong. Padahal kamu tahu hidup ibumu sekarang ada di tanganku. "
" Maafkan aku-hiks. " Syna melirih. Menunduk dengan bibir tergigit dalam. Gadis itu menyimpan amarahnya.
" Apa? " Elden mendekatkan telinga kirinya, terkekeh geli.
Syna terpaksa mendongak saat pipinya di cengkeram. Air matanya jatuh, Elden terhibur saat gadis itu berubah menjadi begitu memelas.
" Maafkan-hiks aku Elden... "
Elden tersenyum lebar sekali. Menjauh dari Syna dan memiringkan kepala. " Aku tidak mau memaafkanmu. "
Gadis itu menunduk. Meremas jarinya menahan amarah, namun kesedihan dan ketakutan sudah mendominasi dirinya.
" Kamu marah? " Elden terkekeh kecil. Mendekat dan mengejek Syna. " Tikus kecil yang sombong. Apa kamu kira kamu bisa melawanku? "
" Hiks. "
Elden tertawa semakin keras, menutupi wajahnya. " Terlambat jika kamu meminta maaf padaku, Syna. "
" T-tidak, tolong maafkan aku! Hiks, jangan libatkan ibuku dalam semua ini.. ku mohon, Elden. "
" Heh. Sulit di percaya.. "
Elden berjalan menjauh, memegangi dagunya dan memicing geram. " Kamu selalu seperti ini, sayang. Kamu tahu aku akan luluh padamu. Dasar gadis sialan!! "
Syna terisak resah, menatap punggung lebar yang mana empunya tampak meremas kepala frustasi. Gadis itu tersentak dan terkejut saat tiba-tiba saja Elden berjalan cepat padanya, meremas sisi wajahnya.
" Euh, sakit.. "
Elden mengernyit. " Sakit? Mengapa baru sekarang kamu mengatakannya hm? Kemari akan ku obati. Sebentar."
Dia berjalan menjauh, membuka lemari kayu dan meraih kotak p3k. Elden mendekat cepat, " Kapas, obat merah, plester-INI SIALAN!"
DHAK!!
Wajah Syna terpaling menyakitkan. Kotak plastik yang menghantamnya membuat maniknya buram, dia sudah tak mampu lagi merintih. Syna melemas, tubuhnya merosot dengan kedua tangan yang masih tergantung erat, meremas lengannya hingga membiru.
Di depan sana Elden menatap marah. Puas. Dadanya naik-turun dan dia mendekat dengan geram. " Jangan menipuku. "
" Ku katakan sekali lagi padamu, aku selalu bersikap lembut. Aku merawatmu dengan baik, tapi kamu tumbuh menjadi rumput liar. Hukuman untukmu, tetap di sini selama aku pergi. Jika aku kembali, aku ingin mendengar mulutmu menjadi lebih patuh. "
Elden mendecih dan berjalan menjauh. Maniknya menatap sebentar sebelum menutup pintu jati dan menguncinya.
_____
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
ELDEN NEEDS [OnGoing]
Teen FictionElden hanya butuh Syna di sisinya. Namun Syna enggan. ______________________________ [Start-1/Maret/22] [Finish-] Cover By @Pinterest