✴️ 3 : Hadiah Sang Ratu - 6 ✴️

93 10 3
                                    

"Apa?" Aku tentu heran mendengarnya. Waktu itu juga belum paham maksud dari kata "pemusnah massal" itu sendiri. Aku mulai berpikir keras akan suatu hal yang belum kupahami. Spontan saja kutanyakan persis seperti yang kupikirkan. "Pemusnah apa? Apa itu 'massal'?"

"Ah, lupakan, aku hanya bergurau," Ekspresi muka Robert tidak menunjukkan apa pun yang membuatnya tampak sedang bercanda, dia terlihat serius seperti biasa.

"Tapi, apa itu 'massal'?" Aku bersikeras ingin tahu, hati berdebar menerka maksud yang kucari.

Robert berdecak pelan. "Dalam jumlah yang banyak."

Aku terdiam. Kata "senjata pemusnah massal" berarti senjata yang dapat menghancurkan sesuatu dalam jumlah yang banyak. Jantungku terasa berhenti berdetak untuk sesaat. Kalimat yang baru kupelajari tadi terdengar menakutkan. "Kenapa Robert bilang begitu?" Aku protes, tidak menutupi kalau pelindungku ini memberi kesan seram sejak awal.

Robert menghela napas, menggeleng pelan. "Tidak ada."

Kali ini, aku mendadak jadi penasaran. Tidak bisa membiarkan kalimat baru tadi hilang begitu saja, tapi juga khawatir akan pelindungku. "Robert kenapa?"

"Tidak ada," ulangnya. Dia lanjutkan makannya, seakan tidak terjadi apa-apa.

Rasa takut sejenak tadi berkurang, tapi tetap ada segelintir rasa tidak aman saat itu juga. Namun, aku tetap lanjutkan makan dengan pelan dan canggung. Padahal, kalkun ini terasa enak tapi dirusak akan rasa janggal yang menghantui.

Robert, apa benar yang kau ucapkan itu?

***

"Malam itu, aku hampir tewas diterkam iblis!" Seisi kelas langsung memusatkan perhatian padanya, tak terkecuali aku yang malam itu mendengar jeritannya.

Aku sahuti dia. "Benarkah? Aku mendengar teriakanmu, tapi aku tidak melihat."

Dia tersenyum begitu menatapku. "Oh, kamu mendengarnya, Levi? Pantas ayahmu langsung datang waktu itu. Dia menghajar habis iblis itu bersama seorang lainnya."

"Benarkah?" Aku sungguh tidak percaya. "Apa yang terjadi setelahnya?"

"Tidak tahu." Dia mengangkat bahu. "Aku pingsan dan tahu-tahu sudah di rumah."

Suasana kelas mulai ricuh, masing-masing terdengar mencaci iblis yang mulai berani kembali tampak ke permukaan. Padahal sebentar lagi musim dingin yang mereka nilai pasti akan sangat merepotkan.

"Padahal aku ingin berguling di salju nanti!" keluh salah satu teman sekelasku. "Aku ingin membangun manusia salju tanpa diganggu iblis!"

Aku mengakui jika diri ini merasa terwakili m. Memang Robert akan selalu mengawasiku, sejak awal para Guardian selalu begitu, mengingat julukan mereka. Namun, tidak ada yang mau diserang iblis saat sedang bermain. Ingin menjalani hidup tanpa rasa takut-meski aku mengakui semenjak pertemuan dengan para Guardian, duniaku terasa lebih dipenuhi ancaman.

"Kita harus basmi mereka semua!" seru salah satu teman sekelasku.

Anak di sebelahnya menatap sinis ke arahnya. "Alah, emang kau bisa?"

Dia balas tatapan temannya. "Bisa! Pokoknya kita cari sarang para iblis!" Terdengar menakutkan dan mustahil, apalagi untuk anak kecil seperti kami.

"Mana bisa!" sahut yang lain. "Iblis itu sama seperti kita-manusia, mereka di mana-mana. Paling habis satu desa saja."

"Setidaknya usir mereka dari desa kita saja," sahut yang menyerukan pembasmian tadi. "Aku tidak mau tumbuh besar dalam ketakutan."

Aku teringat kembali obrolan malam kemarin. Suara Robert kembali tergiang seakan dia ada di sini dan turut berkomentar.

Guardians of Shan [4] : NawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang