Bab 5
Gagal
"Sachi?" Adhi mengulang perkataan lelaki di depannya. Dia heran karena ada yang mencari gadis itu sedangkan bekerja di tempat tersebut pun belum.
"Iya. Tadi dia wawancara di sini, kan? Bisa ketemu dia?"
Bibir Adhi membulat, akhirnya dia mengerti bahwa lelaki itu mencari Sachi yang baru dikenalnya. Mereka sedang membicarakan Sachi yang sama.
"Dia sudah pulang, Pak."
Adrian mendesah. Terlambat beberapa menit saja membuatnya kehilangan jejak. Sekarang apa yang akan dilakukan?
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Adhi ramah.
"Sebentar." Sejenak Adrian menimbang-nimbang. Bagaimana kalau dia tinggalkan saja barang itu? Atau membawanya kembali? Gadis itu tak akan deatang besok karena statusnya belum menjadi karyawan, kecuali jika kelak dia diterima bekerja.
"Bagaimana, Pak?" Adhi menunggu jawaban. Pikirannya bermain dengan kesempatan untuk menghubungi Sachi. Jika lelaki itu memintanya bantuannya, dia akan memiliki alasan untu menghubungi Sachi. Lelaki cerdas seperti Adhi bahkan sudah memikirkan cara menghubunginya. Tinggal minta pada Pak Damar, beres.
Adrian menggeleng dan akhirnya memutuskan untuk tidak menitipkan pesan atau apapun. Meski raut lelaki di hadapannya terlihat baik, Adrian tidak bisa sepenuhnya mempercayainya. Dia merasa bertanggung jawab atas benda-benda pribadi milik Sachi. Kalandra tidak akan suka jika dia sembarangan mempercayai orang.
"Lupakan saja. Saya diutus seseorang untuk menemuinya. Tidak bisa menitipkan apapun untuk keperluan ini karena saya harus menyampaikannya sendiri," kata Adrian akhirnya.
Adhi mengangguk, tak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bertanya-tanya siapa lelaki yang mencari Sachi itu? Penampilannya rapi, seperti orang kantoran.
"Baiklah, saya pamit." Adrian akhirnya memutuskan. Dia akan mengatakan apa adaya pada Kalandra. Dengan alasan yang tepat, dia yakin Kalandra akan mengerti.
"Benar tidak ada yang perlu saya sampaikan, Pak? Mungkin saya bisa sampaikan bahwa Bapak mencarinya. Ehm ... jika saya bertemu Sachi tentu saja."
"Tidak," tegas Adrian tanpa pikir panjang. Rasanya tak ada gunanya. Gadis itu tak mengenalnya. Untuk apa meninggalkan namanya? Dia pasti akan bingung.
Adrian memutuskan segera kembali ke kantor. Waktunya semakin sempit. Tiba-tiba, terlintas suatu hal yang mengganggunya. Dia perlu memastikan gadis itu baik-baik saja.
"Apakah dia baik-baik saja hari ini? Bisa mengikuti wawancara dengan baik?"
Adhi mengangguk sambil menduga-duga mengapa lelaki ini begitu perhatian pada Sachi.
"Saya rasa demikian. Kakinya terluka. Tapi sepertinya tak masalah."
Adrian membalikkan badan, keluar kafe dengan langkah lebih ringan. Sekarang dia punya alasan yang cukup kuat untuk disampaikan pada Kalandra. Alasan yang bisa membuatnya terbebas dari tugas yang mustahil ini.
**
"Nggak ketemu?" Kalandra mengerutkan dahi.
"Dia hanya sebentar, Pak. Wawancara. Tapi saya sudah menanyakan keadaannya pada karyawan yang sempat bertemu Sachi. Dia baik-baik saja. Jadi jangan khawatir," ujar Adrian berusaha meyakinkan Kalandra.
Kalandra menghela napas. Tampaknya memang sudah maksimal usahanya. Dia tahu Adrian bersungguh-sungguh.
"Ya sudah. Tidak apa-apa. Terima kasih, Adrian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella Tanpa Sepatu Kaca
RomanceSuatu peristiwa tanpa sengaja mempertemukan Kalandra dan seorang gadis. Sebelah sepatu dan catatan kecil milik gadis itu membuat Kalandra bertanggung jawab mengembalikannya. Padahal namanya pun dia tak tahu. Kalandra, lelaki yang menyimpan luka akib...