Burung Pembawa Maut #14
Ritual? Riatual apa yang di masksud? Lama aku berkecamuk dengan pikiranku sendiri. Seketika kusadari, suara itu tidak asing bagi kami.
"Mas, Bukannya itu suara Pak Harjo?" tanya Mira.
Aku mengangguk sembari menempelkan jari telunjuk kedepan mulutku, mengisyaratkan agar Mira tetap diam.
"Ritual apa Mas?" tanya Mira lagi.
"Enggak tau Dek, kita dengarkan saja obrolan mereka."
Lama kami menguping, namun sepertinya obrolan mereka telah usai.
Kriiiieeetttt ....
Suara khas pintu kayu yang dibuka mengejutkanku dan Mira.
Seketika aku menarik Mira menjauh dari rumah itu.Jantungku berdegup sangat kencang, beradu dengan deru nafas kami yang kian terengah-engah.
"Mas, bagaimana ini? Kenapa kita bisa ada di sini?"
"Kamu yang tenang, Dek. Kita pikirkan jalan keluarnya."
"Tenang, bagaimana bisa tenang Mas?! Sementara kita tidak tau sekarang ada dimana!"
Mira nampak sangat putus asa, tubuhnya semakin luruh ke tanah.
"Ayuk, Dek. Kita cari jalan keluar lagi," bujukku.
Gukkk ... Gukk ... Gukkkk ....
Suara Anj*ng yang tiba-tiba terdengar seketika membuat kami terkejut.
"Mas, ada Anj*ng."
Mira bangkit dan segera memeluk lenganku erat.
Srraaakkkk ... Srraaaakkkk ... Sraaaakkkk....
Suara semak yang saling bergesekan membuat kami kian waspada. Suara itu semakin keras terdengar, pertanda semakin mendekat ke tempat kami berdiri...
Aaaaakkkkkhhhhh!!!
Aku dan Mira berteriak sangat kencang saat sepasang mata merah menyala muncul dari balik semak-semak.
"Lari, Dek!" titahku sembari mendorong tubuh Mira agar menjauh.
"Kita lari sama-sama, Mas."
"Tidak! Kamu lari duluan. Biar Mas yang menghalau Anj*ng ini,"
Cukup lama aku meyakinkan Mira, hingga akhirnya ia mau mengikuti perintahku.
Tempat ini sangat gelap, membuatku sangat kesusahan mencari kayu ataupun batu untuk mengusir Anj*ng yang kini berdiri tidak jauh dari hadapanku.
Lama tanganku merabai tanah, mencari kayu atau apa saja yang bisa kujadikan senjata untuk mengusir hewan itu.
Sampai akhirnya tanganku menyentuh sesuatu, tanpa pikir panjang aku mengambilnya.
"Sapu lidi? Mungkinkah ini sapu yang Mira bawa?" tanyaku dalam hati.Anj*ng itu semakin mendekat, sementara aku memcoba berjalan mundur sembari mengibaskan sapu lidi yang kudapat.
"Pergi! Hush!" seruku.
Gukkkk ... Guuukkkk ... Guuukkk ....
Suara Anj*ng itu semakin keras, membuat nyaliku semakin ciut.
Bukan takut, Anj*ng itu berjalan semakin cepat ke arahku.
Buuuukkkkkk!!!!
Dengan menutup mata, aku memukul keras kepala Anj*ng itu saat jarak kami hanya tersisa selangkah.
Cukup lama mataku terpejam, sembari mendengar suara di sekeliling.
Aneh, mendadak suasana di sekitarku menjadi hening.Perlahan aku membuka mata, namun keberadaan Anj*ng itu tidak lagi aku temui.
"Dimana Anj*ng itu?" gumamku.
Ku menyapukan pandanganku ke seluruh penjuru, namun tetap saja hasilnya nihil. Anj*ng itu tidak lagi ku temui.
"Syukurlah, Aku dan Mira selamat." batinku.
Aku bergegas berlari ke arah Mira pergi.
Namun cukup lama aku mencari, Mira tak kunjung kutemui."Mira!" teriakku.
Suaraku menggema, namun tak mendapat sahutan dari Mira.
"Kemana kamu, Dek?"
Sekarang aku benar-benar diliputi perasaan cemas.
Aku tidak tau arah, dan harus kemana mencari Mira. Hingga sebuah cahaya kecil berwarna oren, terbang di dekatku. Kunang-kunang itu terbang mengitari tubuhku, hingga akhirnya hinggap di bahu.Aku seperti terhipnotis dengan cahayanya, hingga saat ia terbang aku tidak bisa berhenti memandangnya.
Aku berjalan mengikuti kunang-kunang itu.Sesekali aku harus merunduk dan menyibak lebatnya semak belukar.
Saat aku hendak keluar dari balik semak, suara gaduh mengagetkanku.
"Tidak! Jangan lakukan ritual ini! Kita menyalahi ketetapan Yang Maha Kuasa,"
"Kalau kamu tidak mau mengikutiku, baiknya sekarang kamu pergi dari sini!"
"Aku tidak akan pergi, sebelum kamu membatalkan niat gilamu ini,"
"Ha ... Ha ... Ha ..., Kau pikir kau siapa? Berani mengacaukan rencanaku!"
"Aku saudaramu! Aku berhak menasehatimu. Yang kamu lakukan ini, bukan hanya akan merugikan dirimu sendiri, tapi juga seluruh warga desa yang akan ikut mendapat bala!"
"Aku tidak perduli!"
Tempat ini benar-benar gelap, hingga mataku tak mampu menangkap dengan jelas kedua orang itu.
Sampai akhirnya, salah seorang dari mereka mendekat ke arahku. Menyalakan obor, dan dengan langkah lebar berjalan mendekat.Perlahan aku berjalan mundur.
Sampai seseorang menarik dan membekap mulutku.
Aku terkejut namun tidak mampu berteriak.Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Burung Pembawa Maut (TAMAT)
HorrorMenceritakan kehidupan masyarakat yang masih percaya dengan segala mitos dan hal klenik. Termasuk kepercayaan terhadap seeokor burung yang dianggap mampu mendatangkan bala dan maut.