Burung Pembawa Maut #3

8.9K 682 18
                                    

Dalam gelap aku tersentak kaget, kurasakan tubuh Mira ambruk di pangkuanku.
Tanganku coba meraba, meraih tubuh Mira.

"Dek," panggilku.

Hanya rambut Mira yang teraba oleh tanganku.
Sampai akhirnya aku menyentuh wajah Mira.

"Dek," panggilku lagi.

Mira tidak menyahut.
Ku tau pasti, Mira kini dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Panik, tentu saja.
Namun aku masih sadar tempat, dimana kini aku berada.
Rasanya tidak mungkin jika aku harus berteriak.
Aku terus menepuk-nepuk pipi yang ada dipangkuanku, berusaha menyadarkannya. Yang aku tau Mira memang sangat takut gelap, meski biasanya tidak sampai pingsan. Semoga saja lampu segera menyala, dan Mira lekas sadarkan diri.

"Alhamdulillah,"

Semua orang serentak mengucap syukur saat lampu berhasil dinyalakan. Begitupun aku, sembari mendongakan kepala menatap bohlam kecil yang kini kembali bercahaya.

"Astagfirullah! Mira kenapa pingsan?" seru seseorang yang baru saja masuk.

Spontan ku alihkan pandangan ke arah pahaku.

"Dek!!"

Aku beringsut mendekati Mira yang kini tersungkur di lantai.

Terkejut dan panik.
Bagaimana bisa?
Mira jatuh bukan ke arahku.
Lalu siapa yang tadi berada di‎ pangkuanku?

"Dek!" panggilku keras.
Ku guncangkan bahunya, berharap Mira segera sadar.

Akhirnya, setelah mendapat bantuan dari beberapa orang yang coba menyadarkan Mira, dengan mengoleskan minyak kayu putih ke hidung Mira. Kini Mira mulai tersadar.
Matanya nampak mengerjap.

"Dek," panggilku lirih.

"Bawa pulang saja, Mas. Takut ada apa-apa," Ucap seseorang.

Akhirnya aku menyetujui saran dari salah satu pelayat tersebut, untuk segera membawa Mira pulang ke rumah.

Dengan diantar beberapa orang, akhirnya aku dan Mira telah sampai di rumah.

Ku papah Mira masuk kedalam kamar, lalu memintanya berbaring.

"Mas ambilkan minum dulu ya, Dek?"

Saat aku hendak beranjak, tangan Mira mencekal lenganku.
Dengan wajah sendu, Mira menggeleng seakan memintaku untuk tidak meninggalkannya.
Akhirnya aku putuskan untuk kembali duduk di sisi Mira.

"Adek kenapa?" tanyaku.

"Takut, Mas." Jawabnya dengan suara bergetar.

"Takut apa? Apa Adek lihat sesuatu?"

Sejenak Mira terdiam, seakan ada yang ia pikirkan.

"Dek," panggilku.

Mira seperti tengah melamun. Bahkan saat tanganku mengusap pelan lengannya, ia sedikit berjingkat.

"Aku takut Mas. Aku lihat banyak bayangan hitam terbang diatas rumah-rumah warga."

Aku berusaha mencerna ucapan Mira.
Bayangan hitam berterbangan di langit kampung?
Pertanda apa ini?
Aku bergidik ngeri, tidak sanggup membayangkan hal buruk apa yang akan menimpa warga kampung ini.

Whaaakkk ... whakkkkk ... whaaakkkkk ...

"Mas!"

Mira menjerit sembari membaur ke pelukanku.
Tubuhnya bergetar, ketakutan.
Bukan hanya Mira, aku sendiri merasa nyaliku menjadi ciut saat mendengar si burung pembawa maut itu bersuara lagi.

Cukup lama aku dan Mira berpelukan, berusaha meredam rasa takut kami.
Sampai akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat.

Kokok ayam jago membuatku terjaga.
"Sudah hampir subuh rupanya," gumamku saat melihat jam tua yang ada di dinding.

"Dek, bangun."

"Jam berapa, Mas?"

"Mau subuh, Dek."

Mira mengangguk sebelum akhirnya beranjak dan keluar dari kamar.
Tidak lama terdengar gemericik air.
Aku memutuskan untuk ikut keluar kamar, kulangkahkan kaki menuju dapur. Membuat teh panas sembari menunggu Mira yang sepertinya tengah mandi.‎

Hari ini aku dan Mira memutuskan untuk salat subuh di rumah saja.

Saat kami telah selesai menunaikan salat subuh, sebuah suara dari pengera suara mushola kembali terdengar.

"Mungkin pengumuman meninggalnya anak Pak Aman, Mas." Tutur Mira yang sepertinya paham dengan kebingunganku.

Biasanya memang seperti itu, jika ada orang yang meninggal dan harus di inapkan akan di siarkan ulang berita dukanya.

Namun tak lama,
Deg!
Jantungku terasa berhenti mendengar nama yang disebutkan dalam pengumuman berita duka cita itu.

"Innalillahi," Ucapku dan Mira bersamaan setelah cukup lama kami hanya diam saling pandang.

Bersambung...‎

Burung Pembawa Maut (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang