Burung Pembawa Maut #20
"Mas,"
Wajah Mira menyambutku saat aku membuka mata.
"Mas kenapa, Dek?"
"Mas pingsan di meja makan,"
Aku bergeming, mencoba mengingat apa yang baru saja terjadi.
Kepingan kejadian mulai terbayang dalam ingatan, kilat cahaya dan kepulan asap hingga semua mendadak gelap.Sebuah cahaya sentir menarik kesadaranku, saat aku mulai membuka mata. Aku tersadar, bahwa aku telah berada di tempat ritual yang pernah aku datangi bersama Mira.
Whaaakkkk ... Whaaakkkk ... Whaaaakkkkk....
Suara burung itu menggema, begitu juga dengan kepak sayapnya.
Namun entah dimana keberadaanya. Aku mencoba mendongak mencari dimana keberadaan burung itu.Saat aku mulai lelah mencari keberadaan burung itu, aku dikagetkan oleh sesuatu yang mendadak hinggap di bahuku.
"Burung ini!" ucapku kaget.
"Dia memilihmu, Mas."
Suara Pak Harjo terdengar sangat jelas.
Perasaan terkejut dan takut bercampur menjadi satu, sampai akhirnya aku terpleset dan jatuh.
Saat aku mencoba bangun, ternyata sudah ada Mira di dekatku."Mas, kenapa melamun lagi?" tanya Mira.
"Mas lagi ingat-ingat kejadian waktu Mas pingsan, Dek."
"Mas sudah ingat? Apa yang terjadi Mas?"
Aku menggeleng, bukan bermaksud menakuti Mira. Hanya saja, aku tidak ingin membuatnya merasa khawatir.
Beberapa hari berlalu, aku mulai terbiasa melihat burung itu berterbangan di sekitarku.
Meski saat ia bersuara aku masih saja diliputi rasa khawatir. Aku takut kalau ada orang terdekatku yang akan meninggal."Aku harus segera mencari Besel itu. Bukankah hanya orang yang terpilih yang bisa memusnahkan ilmu ini? Dan burung itu sudah memilihku," batinku.
Meski langit mulai gelap, aku memutuskan untuk segera pergi ke kebun pisang itu.
"Mas mau kemana? Udah mau maghrib!" teriak Mira dari dalam rumah.
"Mas hanya pergi sebentar, Dek."
Setelah menjawab pertanyaan Mira, aku bergegas pergi ke kebun pisang di dekat area pemakaman.
Jalanan begitu sepi, karena memang warga kampung ini pantang keluyuran di saat waktu Maghrib tiba, kecuali pergi Ke Langgar.
Tidak terasa aku telah sampai di kebun pisang.
Belum terlalu gelap, sehingga aku masih mampu untuk melihat dengan jelas."Dimana ya?" gumamku.
"Di dekat bonggol kayu lapuk itu,"
Sebuah bisikan terdengar."Mas!"
Tanpa menoleh, aku bisa memastikan bahwa Mira lah yang memanggilku.
"Kenapa nyusul kesini, Dek?" tanyaku tanpa menoleh.
"Mas lupa bawa cangkul,"
Mira menyodorkan sebuah cangkul kecil, dan akupun menerimanya.
"Sudah tau di mana tempatnya Mas?"
"Sudah, Dek. Di bonggol kayu itu, tapi Mas juga belum yakin."
"Biar aku bantu, Mas."
Tanpa menunggu lama, Mira mendekat ke bonggol kayu yang ku maksud. Mira berjongkok dan memegang bonggol kayu itu.
"Benar Mas, Di sini. Aku lihat, ini adalah tempat ritual itu dan sepertinya memang posisi Besel itu di kubur disini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Burung Pembawa Maut (TAMAT)
HorrorMenceritakan kehidupan masyarakat yang masih percaya dengan segala mitos dan hal klenik. Termasuk kepercayaan terhadap seeokor burung yang dianggap mampu mendatangkan bala dan maut.