"Kita tak akan tahu kapan hidup kita akan kedatangan orang baru. Maka berhentilah mengharap pada orang yang ada di masa lalu."
***
Jakarta, 2022
Harum semerbak bunga mawar itu menembus ke penciuman sang empu yang membawanya. Diletaknya, bunga berwarna merah itu di vas biru di dominasi dengan warna putih. Beberapa tangkai bunga mawar tertata rapi di dalam vas.
Gadis itu duduk di kursi di sebelahnya, menatap sendu bunga mawar merah di dalam vas. Perlahan tapi pasti, air mata berhasil turun dari mata kecoklatan miliknya.
"Kangen," gumam gadis itu pelan, sembari menghapus air mata yang sudah jatuh menghiasi wajah putih miliknya.
Mata gadis itu kembali memerah, saat ia menghirup wangi dari bunga mawar. Bunga mawar yang menjadi saksi perpisahan dirinya dan juga sang kekasih, bunga mawar dan pesawat kertas yang menjadi kenangan terakhir yang diberi oleh kekasihnya.
Gadis itu membuka laci, di meja yang menjadi tumpuan tempat vas itu berdiri. Dikeluarkannya sebuah foto yang sudah tampak berdebu. Qania mengusap debu itu, membuat wajah seseorang yang ada di dalam foto itu terlihat jelas.
Foto Ryan yang Qania ambil 5 tahun lalu saat Ryan baru saja keluar dari kelasnya menuju kelas Qania.
"Udah empat tahun, kamu nggak pernah pulang, Kak," lirih Qania, mengelus-elus foto Ryan yang ia punya.
Gadis itu berdiri, melangkahkan kakinya sambil membawa foto Ryan. Qania mengajak foto Ryan untuk melihat selempang sarjana yang baru beberapa hari lalu ia dapatkan. Di mana, selempang itu bertuliskan 'Qania Andini Tryla S.Kom'
"Liat kak, aku udah bisa nepatin janji aku buat dapet gelar sarjana. Sekarang nama belakang aku udah ada, S.Kom nya. Aku juga dapat cumlaude loh, kak," ujar Qania, menunjukkan pencapaiannya ke foto Ryan.
Senyum lebar yang semula menghiasi wajahnya, kini perlahan-lahan mulai memudar, tatapan sendu kembali terlihat diekspresi Qania. "Tapi, kakak yang nggak bisa nepatin janji kakak." Tubuh Qania melemas, lututnya terduduk di lantai, "Dulu, kakak janji buat dateng ke acara wisuda aku. Tapi nyatanya, kakak nggak dateng sama sekali, kakak bahkan nggak ada ngucapin selamat buat aku. Aku harap, pada saat aku wisuda kakak datang, tapi ternyata nggak." Qania memeluk selembar foto Ryan, menangis histeris tanpa suara di kamarnya. "Aku udah nunggu kakak, tapi kenapa kakak nggak pernah pulang," kata Qania, dengan suaranya yang bergetar karena tangisan.
Qania hanya bisa menangis. Menangis karena merindukan Ryan. Menangis karena teringat kenangan indah dengan Ryan. Menangis karena dengan bodohnya masih setia untuk menunggu Ryan selama empat tahun.
"Qan!" seru seseorang dari luar. Qania buru-buru untuk berdiri, langsung mengusap air matanya. Menormalkan napasnya, dan merapikan pakaiannya.
Tok tok
KAMU SEDANG MEMBACA
Ryan dan Pesawat Kertas
Ficção GeralQania berfikir bahwa kepergian Ryan dari hidupnya adalah akhir dari kisah mereka. Namun, nyatanya kepergian Ryan adalah awal dari kisah yang sebenarnya. Kejadian yang membuat Ryan dan Qania memiliki hubungan yang rumit dan tak bisa diperbaiki lagi...