"Mungkin keadaan membuat kau dan aku jauh, tetapi nyatanya lagu saja pun tau kalau kita itu, Satu."
***
Sang surya mulai tenggelam digantikan oleh rembulan dan berjuta bintang yang bekerjasama menerangi kegelapan malam yang menerpa.
Hawa dingin malam menembus kulit seorang laki-laki yang sedang membaca buku dengan jendela kamar yang terbuka lebar. Jendela itu menyambut angin malam untuk singgah ke kulitnya. Awalnya, angin malam itu memberi kenikmatan di kala lelaki itu merasakan hawa panas yang cukup membuat tubuhnya berkeringat. Namun sekarang angin malam itu membuat tubuhnya menggigil kedinginan.
"Dingin banget sih," omel lelaki itu, bangkit dari kursi yang ia duduki. Dengan segera lelaki itu mulai menutup jendela rapat-rapat, tak sedikitpun ia biarkan angin malam untuk menyapa dia dan kamarnya.
Lelaki itu berjalan ke arah dapur dengan tangan yang masih menenteng buku yang belum selesai dibaca. Ia meletakkan buku itu ke meja, dan tangannya mulai bergerak untuk menaruh bubuk kopi dan gula ke dalam gelas dan tak lupa air panas dituangkan ke dalam gelas tersebut.
"Enak nih." Lelaki itu menghirup aroma dari kopi hitam yang baru saja ia buat. Sambil mengambil kembali buku, ia menyeruput kopi dari gelas.
Karena keadaan apartemen yang sunyi, ia mematikan lampu dapur dan berjalan masuk ke dalam ruang tempat televisi berada. Tangannya bergerak mengambil remote yang ada di atas meja, lalu menghidupkan televisi yang semula hanya menampilkan layar hitam.
"Kenapa sih, nggak pernah ada acara yang beres." Tangan Ryan terus memencet tombol untuk memindahkan channel TV yang satu ke channel yang lain. Sungguh tidak ada satupun acara televisi yang membuat Ryan tertarik untuk menyaksikannya.
"Ah udahlah." Dengan perasaan kesal, Ryan mematikan televisi nya. Dan kembali lagi membaca buku yang sedari tadi belum sampai ke bagian akhir dari cerita.
Tangan Ryan bergerak menggapai benda pipih yang tergeletak begitu saja di atas meja. Jarinya mulai bergerak di atas benda pipih tersebut. Ryan membuka aplikasi Spotify, suasana ini sangat sunyi jika tidak ada lagu yang menemani. Senyuman itu terbit dari wajah tampan lelaki itu ketika dia sudah mulai menemukan lagu apa yang cocok untuk menemani malam dan dirinya saat ini.
Tuhan tolong aku... Tolong jaga dia...
Tuhan aku sayang, dia...
Ryan yang semula fokus membaca buku, perhatiannya kini mulai teralihkan saat lagu favoritnya tersebut mulai mencapai bagian reff. Ryan bahkan menambah volume saat bagian favoritnya itu sudah mulai dinyanyikan.
Aku tak akan berhenti, menemani dan menyayangimu hingga matahari tak terbit lagi...
Bahkan bila aku mati... Ku kan berdo'a pada ilahi 'tuk satukan kami... Di surga... Nan--
Drrrttt drrrttt
Drrrrttt drrrttt
"Ck." Sial. Suara dering telfon itu menghentikan lagu Ryan. Ryan yang sudah sangat menghayati lagu itu hingga dirinya teringat pada kenangan lama dulu, kini terpaksa harus berhenti karena ada orang yang tiba-tiba saja menelfonnya.
"Mama." Ryan buru-buru langsung mengangkat telfon dari mamanya itu. "Halo, Ma," sapa Ryan.
"Ryan, kamu apa kabar sayang?" Suara seorang wanita tua di seberang sana membuat senyum Ryan terbit.
"Aku baik kok, Ma. Mama baik juga kan di sana?" tanya Ryan balik.
"Mama baik kok, adek kamu juga baik," jawab wanita itu.
"Kak, lo kapan pulang?" tanya seorang lelaki yang suaranya sangat Ryan kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ryan dan Pesawat Kertas
Ficção GeralQania berfikir bahwa kepergian Ryan dari hidupnya adalah akhir dari kisah mereka. Namun, nyatanya kepergian Ryan adalah awal dari kisah yang sebenarnya. Kejadian yang membuat Ryan dan Qania memiliki hubungan yang rumit dan tak bisa diperbaiki lagi...