Chapter 1

454 30 10
                                    

Aku masih ingat, apa yang terjadi sebelum laki-laki itu muncul di depan mataku. Aku berada di kamarku, bersama bukuku. Lalu kesialan datang bersama temanku. Oh! Jahatnya aku.

Saat itu angin berhembus memasuki kamarku melewati jendela yang sengaja kubuka, dan kulihat asap yang mengebul dari kopi susuku menari-nari seiring dengan angin yang mendorongnya. Aku mengambil gelasku dan meminumnya. Rasanya sangat hangat di tengah dinginnya malam ini.

Kau tahu, hal paling menyenangkan dalam hidupku adalah duduk di jendela kamarku sambil bersandar pada bantal hitam favoritku yang kutaruh di pinggir jendela, sambil membaca novel-novel yang telah kukumpulkan sebelum liburan. Dan juga dengan latar belakang sang langit malam yang dikelilingi bintang dan bulan, lalu ditemani secangkir kopi susu panas. Aku benar-benar merasa di surga bila liburan datang. Tidak dapat omelan, tidak disuruh-suruh, dan yang terpenting aku mempunyai banyak waktu untuk membaca semua novel yang aku beli.

Novel yang sedang kubaca adalah novel karangan Abigail Gibbs. Sebuah novel dengan genre vampir. Novelnya memang sudah lama kubeli, sekitar tahun 2013, tapi waktu itu aku lupa menaruh buku ini dimana. Dan aku baru menemukan buku ini tadi pagi, di tahun 2016. Wow, mengagumkan bukan? Buku ini sudah terbengkalai di rumahku selama tiga tahun. Dan untungnya, saat kutemukan plastik pelindungnya masih terpasang sehingga keadaan bukuku masih terlihat baru.

Aku suka membaca novel dengan berbagai macam genre. Aku tidak pernah mematokkan aku harus menyukai genre apa sehingga buku-buku yang kubeli mempunyai genre yang sama. Bukan, aku tidak seperti itu. Yang pasti, aku menyukai novel dan aku bebas berkreasi dengan imajinasiku dengan berbagai genre yang aku baca.

Tiba-tiba sebuah mobil audi melewati rumahku dan berhenti di pinggir jalan tepat di depan rumahku. Itu mobil temanku. Dan aku sudah menebak apa yang akan ia lakukan di sini.

Ting-tong-ting-tong

Bel rumahku berbunyi. Dengan sedikit malas aku turun dari jendelaku dan keluar dari kamar kesayanganku. Aku menuruni tangga dengan hati-hati sambil memperhatikan keadaan rumahku. Rumahku sedang sepi. Keluargaku memilih liburan di rumah nenekku dan aku lebih menginginkan liburan di kamarku sepanjang hari. Itu jauh lebih menyenangkan.

Aku membuka pintu rumahku dan melihat Bella dengan wajah yang berantakan, maksudku, bila aku tebak, dia baru saja berteriak dengan kencang sambil menangis dengan histeris. Dan itu pasti terjadi dengan suaminya.

"Ini dia puncaknya, Nat," ucap Bella sambil menundukkan kepalanya, menatap kaki-kakinya yang terekspos.

Yap, dia ke sini tanpa memakai alas kaki.

"Ayo, kita bicara di dalam," ajakku.

Bella menggeleng. "Temani aku seperti biasa saja," ucapnya tanpa bersemangat.

Sebenarnya, ini sudah larut dan jika ini bukan liburanku maka jam malamku sudah benar-benar lewat. Tapi ini dia salah satu kebiasaan Bella. Mengajakku keluar saat dia membutuhkannya.

Aku mengangguk dan dia langsung menatapku. "Terima kasih," ucapnya lembut.

Akhirnya aku tersenyum dan memimpin dia berjalan ke arah mobilnya. Tanpa menawarkan diri, aku langsung masuk ke kursi kemudi, dimana aku akan mengendarai mobil yang Bella beli dengan uangnya sendiri ini. Aku takut bila dia yang menyetir aku akan mati sebelum merasakan laki-laki.

****

"Nat, aku tidak sanggup dengan semua ini. Bunuh aku saja!" ucap Bella dengan perkataan yang mulai gila. Oh, dia memang sedang gila.

"Kau tidak boleh seperti itu. Setiap masalah bisa diselesaikan dengan kepala dingin," kataku menenangkan.

"Tapi kalau masalah yang dia berikan padaku separah ini, mana bisa aku menyelesaikannya dengan kepala dingin? Aku ingin bercerai," omel Bella sambil meneguk satu gelas besar cairan berwarna kuning dan berbusa.

Kill MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang