Chapter 8

198 16 2
                                    

Aku berbalik untuk memeriksanya. Tapi dia sudah tidak ada pada tempat sebelumnya. Mataku berkeliling mencarinya di sekitar sini. Tapi dia jugs tidak ada dimana-mana. Dia sudah pergi. Aku melihat botol kecil yang ia berikan padaku. Apa ini? Apa ini semacam ramuan yang bisa mengungkap kebenaran?

Yang benar saja, Nat.

Aku membuka tutupnya dan melihat isinya. Di dalam botol tabung itu terdapat serbuk berwarna putih. Aku tidak tahu apa ini. Serbuk di dalamnya tidak berbau. Dan sepertinya ini bukan racun. Entahlah. Aku tidak peduli.

Aku pun memasukkan botol itu ke kantung celanaku dan aku melanjutkan jalanku kembali masuk ke dalam kafe. Tapi tepat di pintu belakang kafe, seseorang kembali mencegatku. Kini orangnya adalah Bella. Ya, Bella. Double crap!

"Kau ada hubungan apa dengannya?"

"Hah?" Aku terkejut dengan pertanyaannya. Tidak bisakah dia basa-basi sebentar?

"Kau terlihat dekat dengannya."

"Apa? Tidak, Bel, tidak. Kau salah paham. Permisi, aku ingin lewat." Aku berusaha melewatinya, tapi dia selalu mencegatku lagi dan lagi. "Apa sih?"

"Kau tidak bisa bohong denganku, Natasha Blaire," ucapnya sambil bertolak pinggang. "Aku melihatmu memarahinya, lalu dia pergi dan kau mengejarnya untuk meminta maaf. Bukankah kalian lucu? Aku hampir saja menyebut kalian sebagai pasangan remaja berumur 15 tahun. Kalian menggelikan."

"Ya ampun, bisakah kau percaya padaku kali ini saja? Aku tidak ada apa-apa dengannya," ucapku berusaha mengelak. Tapi memang itu kan kenyataanya. Aku dan Sebastian tidak ada apa-apa-nya.

"Baiklah. Kau memiliki tiga nyawa. Dan kau baru saja kehilangan satu. Lihat saja, Nat, aku akan segera mengetahui jawabannya."

"Terserahlah," ucapku sambil menyerobot Bella. Dan di belakangku dia tertawa. Tiba-tiba saja dia merangkul pundakku dari belakang. Dan jika dia seperti ini, dia pasti akan mengatakan kalimat itu.

"Siapa laki-laki itu?" Benarkan? "Yang menunggumu di depan itu? Dia siapa?"

Wajah Bella benar-benar menyebalkan. Jika dia bukan temanku, aku sudah melepas sepatuku dan menampar wajahnya berkali-kali dengan sepatuku. "Dia anaknya teman ibuku."

"Oh!!! Jadi ibumu menjodohkanmu dengan orang itu?"

"Sepertinya begitu," jawabku. Kalau bukan perjodohan apalagi memangnya?

"Kusarankan untuk menerimanya saja," ucapnya yang langsung membuatku menolehkan kepalaku dan memandangnya tidak percaya. Seolah-olah tatapanku berkata, Apa yang kau bicarakan, hah? "Dia tampan, Nat, dan kelihatannya dia baik," ya, kelihatannya begitu, tapi Sebastian baru saja memberitahuku kalau dia tidak seperti yang aku duga. "Dan dia pasti anak orang kaya. Ibumu kan berteman dengan orang kelas atas semua."

Aku memutar kedua bola mataku. "Yang benar saja."

Aku mengabaikan Bella. Dia benar-benar menyebalkan hari ini. Aku tidak sanggup dekat-dekat dengannya. Akhirnya aku memutuskan untuk ke dapur dan membuatkan kopi. Niat awalku pergi ke belakang memang untuk membuat kopi kan? Aku mengambil dua cangkir dan menaruhnya di atas meja. Aku mencari susu. Lalu menuangnya sedikit ke dalam masing-masing cangkir. Aku menghangatkan kopi hitam dengan ketel. Dan setelah panas, aku-

"Lalu diantara dua pangeran ini mana yang akan kau pilih?"

Aku menghela nafas jengkel. Aku kembali bertolak pinggang dan menghadapnya, menatapnya kesal. Dia terlihat sedang menerawang sesuatu. Kepalanya mengadah ke atas dengan tangan kanannya mengusap-usap dagunya, terlihat sedang berpikir keras.

"Jika aku jadi kau, aku akan memilih Si Sebastian itu."

Aku menautkan alisku. "Tadi kau bilang aku harus menerima perjodohan ibuku. Lalu kenapa kau berpindah ke Sebastian? Kenapa harus dia?"

Kill MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang