10. Bukan Sebuah Akhir

2.9K 245 43
                                    

Jian tak menyangka apa yang ingin ia rahasiakan akan terbongkar seperti ini. Niatnya untuk merahasiakan keberadaan Cello dengan cepat bisa diketahui oleh Qisya. Hal tersebut karena kebodohannya sendiri. Kenapa saat ia menerima hasilnya dan membawanya pulang, Jian tak menyimpannya dengan benar. Justru dengan entengnya ia menyimpan begitu saja di meja ruang kerja miliknya—yang bisa dengan mudah dimasuki oleh siapapun.

Ingin menjelaskan rupanya Jian tidak bisa. Wanita itu sudah nangis tersedu-sedu di ujung ranjang. Tak menyangka bahwa suaminya akan menyakiti dengan cara yang seperti ini. Jian sadar kalau ia salah, itulah sebabnya ia tak mengelak saat Qisya menuduhnya berselingkuh. Meskipun kenyataannya ia tak pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun selain Qisya.

“Sejak kapan?” tanya Qisya setelah ia meredakan suara tangisnya. “Sejak kapan kamu menjalin hubungan dengan perempuan itu?”

Jian menatap hasil tes DNA yang menunjukkan kecocokan antara dirinya dan Cello yang hampir mendekati 100%. “Sejak beberapa bulan sebelum kita menikah.”

Seperti ada yang menghimpit dadanya, sangat sesak. Qisya tidak pernah mengira kalau pria yang sangat ia sayangi akan melakukan hal semenyakitkan ini. Ia memang sempat menyakiti Jian dengan mengkonsumsi pil penunda kehamilan. Namun ia tak menyangka kalau Jian akan membalasnya dengan cara begini.

“Aku pikir cuma aku yang ngelakuin kesalahan. Tapi ternyata nggak. Kita impas, kan?”

“Sya…..”

“Aku rasa kesalahanku kemarin nggak terlalu fatal kalau dibandingkan sama kesalahan kamu yang ini. Iya, kan?” Qisya berdiri menghadap Jian yang terduduk lesu. “Apa aku kenal sama perempuan itu?”

Sampai di detik ini Jian masih enggan untuk menjawab. Apalagi dengan pertanyaan yang baru saja Qisya lontarkan. Kalau seandainya Jian menjawab ya, Jian tak mau mengambil risiko. Karena bagaimana pun Qisya jelas tahu kalau Jian bilang wanita itu adalah Giya. Qisya pernah bertemu Giya sewaktu wanita itu mengunjunginya di kantor dulu.

“Jawab!!”

“Enggak, kamu nggak kenal sama dia.”

“Dia lebih cantik dari aku? Atau bisa kasih kamu segalanya? Oh iya aku lupa, dia bisa kasih kamu anak.” 

Qisya terkekeh miris. Sementara Jian mulai berdiri dan melangkah lebih dekat ke arah istrinya. Sungguh, Jian tidak bisa melihatnya begini. “Please, nggak kayak gitu.”

“Terus apa? Apa yang bikin kamu sampai tega lakuin ini di belakang aku?”

Tidak ada jawaban. Jian hanya terpaku menatap sang istri. Karena pada dasarnya Jian sendiri tidak tahu kenapa dulu ia bisa melakukannya bersama Giya.

*****

Giya mendudukkan diri di ruangannya. Pagi-pagi sekali setelah mengantarkan Cello ke sekolah, Giya langsung menuju ke toko kue miliknya. Kemarin Giya masih ingat, saat ia baru saja sampai rumah dan tanpa menunggu lama, ia langsung menghampiri Cello yang tengah makan bersama Kio.

Cello, Sayang. Janji sama Mama, tetap ada di sini. Jangan pernah tinggalin Mama.”

Cello yang tiba-tiba berada di posisi tersebut jelas bingung dengan tingkah laku mamanya. Ia masih kecil, terlalu sulit untuk memahami apa yang sedang terjadi.

Mama kenapa? Cello dari tadi di sini kok. Iya, kan, Pa?

Pokoknya kamu janji dulu sama Mama. Jangan pernah tinggalin Mama sendirian. Mama cuma punya Cello,” ucap Giya dengan sorot netra penuh pengharapan.

Pria yang sedari tadi diam menyaksikan mulai ikut menunjukkan eksistensinya. Kio juga bingung apa yang sebenarnya terjadi sehingga menyebabkan Giya jadi bertingkah aneh begini. Wanita itu bahkan sudah menjatuhkan airmatanya.

Not Yours ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang