09. Our Son

1.9K 238 8
                                    

“Jadi sebenarnya hubungan apa yang sedang kalian jalani?” batin Jian ketika melihat hasil laporan yang dikirimkan oleh orang suruhannya waktu itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jadi sebenarnya hubungan apa yang sedang kalian jalani?” batin Jian ketika melihat hasil laporan yang dikirimkan oleh orang suruhannya waktu itu.

Siang hari ini Jian masih terpaku di depan layar laptopnya. Memperhatikan beberapa foto dengan dua pasang manusia yang tengah berpelukan. Namun di folder lain, menegaskan bahwa kedua orang itu tidak sedang terikat suatu hubungan apapun.

“Pak Askio dan Bu Giya memang tidak ada hubungan apapun. Dari yang saya dapatkan, Pak Askio sering kali mengunjungi Bu Giya dan anaknya. Tapi tidak pernah menginap. Dari catatan kantor urusan agama, saya tidak mendapati status hubungan mereka. Yang artinya Bu Giya masih belum menikah sama sekali.”

Pernyataan dari orang suruhannya itu berhasil membuat kepala Jian pening. Jika dulu ia mengira Giya memiliki anak bersama Kio. Tapi sekarang darimana anak itu? Bukankah mereka tidak pernah menikah? Lantas kenapa juga waktu itu Kio mengatakan kalau Cello anaknya?

Kalau ditelaah lagi, kemungkinan besar Cello memang bukan anak Kio. Jika benar itu anak dari Kio, maka Jian yakin laki-laki itu akan segera menikahi Giya. Bukan malah membiarkan semuanya menjadi abu-abu begini.

Satu kesimpulan berhasil ia tarik. Walaupun masih harus dibutuhkan penegasan yang kuat. “Jadi selama ini Giya ngebasarin anakku?”

Toktoktok

Terdengar bunyi pintu diketuk membuat Jian mengalihkan perhatiannya. “Masuk!” perintah Jian setelah itu.

“Permisi, Pak. Saya mau menyerahkan berkas laporan keuangan yang Pak Jian inginkan.”

“Taruh saja di meja.”

Tami, perempuan berusia 32 tahun tersebut berjalan menuju meja kerja milik Jian. Meletakkan berkas penting yang harus Jian periksa. Dalam hatinya semoga saja tidak ada lagi revisi seperti sebelum-sebelumnya.

“Oh iya, Tam. Kalau nggak salah dengar, kamu dulu pernah tes DNA sama anak kamu, kan?”

“I-iya, Pak.”

“Menurut kamu, selain pakai darah. Bisa pakai apa lagi?”

Sebenarnya Jian bisa mencari informasi semacam ini di Google, tapi bertanya pada yang sudah berpengalaman tidak ada salahnya. “Bapak bisa pakai rambut, sel kulit sama urin. Hanya itu yang saya tahu. Mungkin selebihnya Bapak bisa tanyakan langsung ke dokter untuk konsultasi.”

“Rambut bisa?”

“Setahu saya memang bisa, Pak.”


Keesokan harinya Jian sengaja berdiri di depan sekolahan Cello. Pria itu dengan setelan kerja lengkap tengah memperhatikan para orangtua yang datang untuk menjemput anaknya pulang sekolah. Bisa saja inilah yang Jian rasakan sekarang. Jika biasanya Jian masih berkutat dengan kerjaan kantor, khusus hari ini ia akan menjemput Cello—tidak, lebih tepatnya hanya ingin bertemu.

Not Yours ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang