Sembilan- Sorai

390 84 9
                                    

Malam ini hujan mengguyur kota Malang, meninggalkan hawa dingin yang menusuk sampai ketulang. Gadis ini baru saja selesai menghubungi Sang Ibu sambil bercerita tentang yang terjadi akhir-akhir ini, Kecuali tentang Aldebaran.

Ahh pemuda itu lagi yang ada dikepalanya.
Kenapa rasanya senang ketika memikirkan pemuda itu? Tatapan matanya masih melekat dalam ingatan Andin, Suaranya yang berat dan harumnya yang candu. Bagaimana semesta menghadirkan pemuda itu lagi dikehidupannya.

Dua puluh dua tahun.
Akhirnya Andin mencapain usianya, Ibunya baru saja bercanda tentang pernikahan yang diimpikan Andin, Jujur, Ini adalah tahun targetnya untuk menikah tapi nyatanya belum. Jauh.

Ia belum menyelesaikan kuliahnya, Belum membahagiakan orang tuanya dan tentu saja belum bertemu jodohnya.

"Besok bisa bertemu?"

Andin membaca sebuah pesan dari Arya yang dikirim satu jam lalu, Tak berniat untuk membalasnya karena pemuda itu belum juga meminta maaf atas ucapannya beberapa waktu lalu dan dengan mudahnya meminta bertemu.

Bimbang.

Andin tak mengerti perasaannya sekarang, Sejak Arya berhenti menghubunginya sejujurnya ia tak begitu sepi. Tak ada yang hilang dari hari-harinya hanya aja sedikit canggung ketika tak sengaja berpapasan tapi semuanya terasabaik-baik saja.

Apa kehadiran Aldebaran mampu mengubah perasaannya.......

****

"Kemana?" Andin melepaskan tangannya paksa dari genggaman Arya yang kuat.

"Ndin tolong..... tolong terlihat baik-baik saja didepan Ibu dan Bapak"

Andin menautkan alisnya menatap Arya kesal, Kalau bukan karena Ibu dan Bapak kak Arya mengajaknya pergi ia sungguh tak mau berada didekat Arya saat ini.

"Nahh ini lohh udah pada datang"

Andin mengubah ekspresi wajahnya dengan cepat ketika mendengar suara Ibu Arya, Senyumannya tersungging lalu memeluk Ibu Arya sekilas.

"Maaf Andin jarang kesini tante"

"Iya loo sudah lama ngga main, Sibuk yaa?"

Andin tertawa pelan "Mau skripsian juga tan, Biar cepet lulus seperti Kak Arya"

Bagaimana dengan actingnya? Senyumannya yang tak pernah lepas lalu obrolan sederhana dengan Arya disepanjang perjalanan sepertinya mampu menjadikannya sebagai actress terkenal. Mobil milik keluarga Arya berhenti pada pekarangan rumah mungil dengan halaman yang begitu luas. Disamping rumahnya masih terdapat beberapa gundukan semen dan pasir, Sepertinya rumah ini baru saja selesai dibangun.

"Niatnya mau Bapak sewakan dulu rumah ini" Ucap Bapak Arya sambil melihat-melihat keadaan didalam rumah.

"Kalian masih lama kan?" Tanya Bapak Arya entah pada siapa.

"Le' kamu ini lhoo hape mulu dari tadi!" Tegur Bapak pada Arya yang memang sedari tadi tak lepas dari ponselnya.

"Apa pak?" Arya segera memasukan ponselnya lalu berjalan mendekat pada sang Bapak.

"Kamu sama Andin masih lama kan?Berapa tahun lagi? Mau tahun depan?"

Andin terdiam bergantian menatap Bapak dan Arya mencoba memahami maksud yang ditanyakan.

"Ya lamaa..... Andin baru mulai skripsi aku ya kerja dulu cari uang, Wisuda juga belum pak" Jawab Arya dengan suara riang.

"Ya aman lah, Nanti disini bisa ditambah kamar lagi........"

Bapak terus bicara diikuti Ibu Arya dibelakangnya, Andin terdiam, Kakinya tiba-tiba kaku mulai mengerti tujuan dari semuanya, Perasaan bimbang mulai menyergap hatinya kembali. Ia berjalan menuju keluar berpura-pura melihat halaman yang masih berantakan ini. Ada rasa tak yakin didalam hatinya. Apakah benar kelak ia akan disini?bersama pemuda itu?

"Gak usah dipikirin" Arya tiba-tiba muncul disamping Andin, Seperti mengerti dengan perubahan ekspresi Andin.

Andin menoleh "Ngga ada yang perlu dipikirin"

"Kamu masih marah?"

Andin menoleh kembali dengan tatapan sinisnya "Kamu bukan Arya ya?"

"Kenapa?"

"Mungkin Arya yang asli sudah mati" Andin berjalan berlalu meninggalkan Arya sendiri, Benar, Arya yang sekarang benar-benar berbeda. Entah apa, Yang jelas ini benar-benar beda.

*****

Raganya ada disini, Tapi pikirannya terbang entah kemana. Aldebaran baru saja mendapat kabar bahwa Nara menghapus semua postingannya diLovagram, dan tak lama beberapa pesan masuk menanyakan hubungannya, menanyakan apa yang sedang terjadi. Sedangkan ia sendiri belum mengerti situasinya. Apakah benar Nara ingin berhenti atau sekedar beristirahat?

Aldebaran sudah ditahap tak mau memaksa, Tapi bukankah ini terlalu berlebihan?Mengapa harus menghapus semua postingan? Mengapa harus melakukan kegiatan yang akan mengundang tanya dari banyak orang? Dan bagaimana sekarang? Haruskah ia menjelaskan kepada semua orang bahwa hubungannya sedang tidak baik-baik saja?

"Untuk apa?" Ucap Aldebaran ketika telefonnya diangkat oleh Nara.

"Biar gaduh"

"Kamu berhasil"

"Kamu boleh bicara apapun di akunmu, Klarifikasi tentang apapun"

"Kita ini berhenti atau menarik nafas sejenak?"

"Kita....... Selesai"

*********

Sejak pertemuan terakhirnya dengan Arya ia belum sama sekali saling menghubungi kembali, Dan kini Andin sendiri menelan semua cerita pahitnya dalam-dalam. Bingung harus berbagi pada siapa, belum mau bercerita pada Sang Ibu. Kepada Shilla, Sepertinya jangan dulu karena mereka sama-sama sedang menyusun skripsi ia tak mau membuang waktu Shilla juga. Puri, Sahabat terdekatnya satu-satunya orang yang mengerti dirinya juga sedang sibuk dengan kegiatannya.

Andin berjalan menuju tempat tinggal Puri dengan menenteng sebuah plastik berisi roti dan susu, Hari ini Puri tidak hadir tidak tau kemana karena ponselnya tidak aktif dan sore ini Andin berinisiatif untuk datang menemuinya karena sudah lama juga Andin tidak datang ke kosan milik Puri.

"Pak, Puri dua belas lagi ngga ada dikamar ya?" Andin menuruni anak tangga sambil bertanya pada penjaga kos, Pasalnya ia mengetuk pintu kamar Puri namun tak ada jawaban.

"Lhoo ngampus kali mbak, Dari pagi mbak Puri berangkat"

Andin menautkan alisnya berpikir, Pergi kemana gadis ceria itu?

"Okelah aku izin nunggu di ruang tamu ya" Pamit Andin pada pak penjaga, Ia berjalan menuju ruang tamu yang dekat dengan gerbang utama, sambil berjaga siapa tau Puri datang.

Ponselnya masih tak aktif dan sudah pasti pesannya belum tersampaikan pada Puri. Andin setia menunggu sambil memainkan ponselnya sesekali mengecek kearah gerbang.

Tiga puluh menit.......

Satu jam kemudian.....

Waktu menunjukan pukul delapan malam, Namun batang hidung Puri belum juga terlihat. Aaahh padahal hari ini Andin ingin sekali berbagi cerita pada sahabatnya itu. Dengan berat hati, Andin kembali kedepan kamar Puri lalu menggantukan kantung belanjanya pada kenop pintu kamar Puri. Ia berjalan lunglai menuruni anak tangga.

Satu anak tangga terakhir tapi matanya malah menangkap dua sosok yang tak asing dihidupnya.

Puri dan Arya.....

Mereka bersama dan saling tertawa, Lalu Arya menepuk puncak kepala Puri dengan lembut.

"Sampai jumpa besok sayang!" Suara Puri terdengar renyah ditelinga Andin.

'Sayang'

Andin memutar badannya mencoba mencari tempat persembunyian agar tak terlihat Puri, Sepertinya berjongkok dibelakang tangga tak terlalu buruk. Andin terdiam menutup mulutnya sendiri mencoba menafsirkan kembali apa yang baru saja ia lihat. Sepertinya malam ini cuaca cukup cerah lalu mengapa seperti ada petir menyambar didepan matanya.

Sejak kapan mereka sedekat itu....

The Second Change {Book two}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang