Part 08

53 2 0
                                    

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

Keesokan harinya.

Neissya bangun lebih awal. Ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Lalu setelah itu, Neissya menuruni tangga menuju ke dapur.

Namun, langkahnya terhenti ketika melihat kotak makanan di ruang tamu. Neissya memeriksanya. Itu adalah makanan yang dipesan Farenza semalam. Namun, mereka tidak sempat memakannya, karena kaki Farenza terluka. Ditambah lagi Farenza yang manja tidak ingin ditinggalkan.

Pandangan Neissya tertuju ke bingkai di dinding yang sedikit miring. Ia pun membenarkannya. Ruangan tamu yang semalam sangat berantakan kini terlihat normal seperti semula. Beruntung Neissya tidak turun ke lantai satu semalam. Kalau saja ia turun, Farenza tidak punya pilihan lain selain membuat Neissya tak sadarkan diri lalu disuntikkan cairan penghilang ingatan pendek seperti yang dilakukan pada security berbadan gempal di kantornya.

Neissya tidak ambil pusing. Ia pergi ke dapur dan memasak untuk sarapan. Sementara kotak berisi makanan yang sudah basi itu pun dibuangnya.

Ketika masakannya matang, Neissya membawanya ke kamar untuk menyuapi Farenza. Ternyata Farenza belum bangun. Neissya tidak tega membangunkannya. Ia hanya memeriksa kaki Farenza yang terluka sebentar.

Setelah itu, Neissya duduk di kursi dekat jendela kamar. Ia melamun dengan pandangan lurus ke depan jendela.

Farenza membuka sedikit matanya. Ia mengintip ke arah Neissya. Ternyata sedari tadi Farenza sudah bangun, hanya saja ia memilih untuk berpura-pura tidur agar tidak dipaksa memakan masakan istrinya yang tidak enak.

Melihat istrinya yang lagi-lagi melamun, tentu Farenza menjadi khawatir dan sedih. Ia tidak ingin melihat istrinya tertekan dan sedih seperti itu.

"Sayang," panggil Farenza.

Neissya menoleh ke arah Farenza dan menghampirinya. "Oh? Kau sudah bangun?"

Farenza hanya mengangguk pelan. Neissya duduk di tepi ranjang. Ia mengusap rambut suaminya yang bangkit untuk duduk.

"Kau tidak pergi ke kantor?" tanya Farenza.

"Kau pasti kesulitan jika aku meninggalkanmu sendirian di rumah. Aku tidak akan pergi ke kantor sampai kau sembuh total. Aku sudah menghubungi Hilda dan orang kepercayaanku untuk mengurus perusahaan," jelas Neissya.

"Maafkan aku." Farenza menghela napas berat. Ia merasa bersalah pada Neissya. Padahal dalam hati ia merasa senang karena bisa berduaan dengan istrinya di rumah.

Neissya menangkup wajah Farenza. "Jangan meminta maaf, kau tidak melakukan kesalahan. Ini hanya kecelakaan."

Farenza mengangguk.

"Makanlah, aku akan menyuapimu." Neissya mengambil makanan yang dimasak olehnya tadi.

Farenza menelan saliva. Ia terpaksa menerima suapan istrinya sambil tersenyum tersiksa.

"Kau juga harus makan. Bantu aku menghabiskannya," kata Farenza.

Neissya mengangguk. Mereka memakan dari satu piring yang sama.

Farenza mengernyit heran melihat Neissya yang menunjukkan ekspresi datar saat memakan masakan yang sangat tidak enak itu.

Tidak ingin istrinya sakit gara-gara memakan masakannya sendiri, Farenza menghentikan Neissya memakannya dengan cara halus.

"Sayang, aku akan menghabiskannya," kata Farenza sambil mengambil alih piring di tangan Neissya. Ia pun makan sendiri.

Neissya melihat luka lebam di dahi dan lengan Farenza. Tentu itu membuat Neissya terkejut dan khawatir.

AMOREVOLOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang