Jangan lupa vote dan follow aku ya sebelum membaca :)
Comment your opinion about my story too, Happy reading everyone!
Cheers, Angel.
Author PoV
Lunchpad merupakan restoran langganan yang mereka tuju. Restoran Italia yang berada dekat dengan sekolah mereka dulu. Restoran tersebut menyajikan pizza terenak yang pernah Callia cicipi. Tempatnya kecil namun nyaman, mereka bertiga bisa menghabiskan waktu berjam-jam disana untuk mengerjakan tugas dan mengobrol.
Callia dan David memasuki restoran yang terlihat lebih ramai dari biasanya. Mereka berjalan melintasi meja-meja penuh menuju meja di ujung ruangan, dekat dinding sebelah dalam, tempat biasa mereka bertiga duduk dan menghabiskan waktu dulu. Callia bisa melihat Devina disana, tersenyum lebar kearahnya dan David.
"Callia!!!" Seru Devina sambil melambaikan tangan kearah Callia dengan semangat. Callia ikut melambaikan tangannya, tersenyum lebar dan mempercepat langkahnya untuk menghampiri Devina. Ternyata aku bisa merindukan kekonyolannya juga, ujar Callia dalam hati.
Devina menepuk bangku disampingnya dengan tidak sabar, meminta Callia untuk segera duduk.
Devina mengenakan dress hitam selutut, dengan riasan wajah maksimal dan rambut hitam lurusnya yang tergerai. Sahabatnya ini memang memiliki style dan kepribadian yang bertolak belakang dengan Callia. Menurut Callia, Devina selalu terlihat cantik dan bersinar dengan kepercayaan diri yang dimilikinya. Tidak heran Devina memiliki banyak mantan kekasih yang bahkan membuat Callia pusing untuk menghitungnya.
Callia duduk disamping Devina dan langsung memeluk sahabatnya akrab. Callia, Devina, dan David sudah lama tidak bertemu. Mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Callia dengan pekerjaanya, Devina dengan pekerjaan dan urusan cinta, sedangkan David sibuk dengan perusahaan keluarganya serta pendidikannya. Diantara mereka semua memang hanya David yang sangat beruntung untuk dapat meneruskan pendidikan dan sukses dalam karirnya. Meski itu semua memang karena keluarga David yang terpandang dan sangat berkecukupan, tapi Callia juga tahu bahwa laki-laki itu sangat bekerja keras untuk pencapaiannya saat ini.
"Kau sepertinya hanya merindukan Callia dan memanfaatkanku untuk menjemputnya," ujar David sinis pada Devina. Laki-laki itu duduk dihadapan Callia dan langsung melihat buku menu dihadapannya.
Devina mencibir kearah David. Mereka berdua memang sudah biasa seperti ini, melihatnya membuat Callia tertawa kecil.
"Kau tidak perlu melihat menu, aku sudah memesan menu yang biasa kita pesan," kata Devina sambil mengambil buku menu yang dipegang David. "Kau hanya perlu membayarnya nanti," lanjutnya sambil tersenyum mengejek kearah David.
"Wah aku semakin merasa dimanfaatkan olehmu," balas David sambal terkekeh. David menatap Devina dengan geli.
Devina tertawa, "Aku sudah memanfaatkanmu sejak lama, kau tidak sadar?"ujarnya mengejek.
"Lihat kelakuan sahabatmu Call," kata David sambil menunjuk Devina.
"Punya teman sukses banyak uang itu harus dimanfaatkan," balas Devina lagi dengan santai.
Callia tertawa mendengar percakapan sahabat-sahabatnya itu. "Kalian ini masih saja seperti ini," ujar Callia geli.
Beberapa saat kemudian, percakapan seru mereka terhenti sejenak karena pesanan mereka datang.
"Lihat! Aku masih ingat pizza kesukaan kita bertiga," ujar Devina bangga sambil menunjuk makanan yang baru saja dihidangkan di atas meja mereka.
Mereka menikmati pizza sambil bernostalgia, membicarakan masa-masa sekolah dulu. Sama-sama tidak menyangka kalau waktu sangat cepat berlalu.
"Jadi apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Devina langsung. "Kau bilang tadi kalau kau tidak sepenuhnya dalam kondisi baik," lanjutnya sambil melirik Callia dengan tatapan penasaran.
"Atau, kau diam-diam punya kekasih tanpa sepengatuanku ya? Kau sedang patah hati ya?" tuduh Devina dengan suara nyaring, membuat Callia sedikit tersentak.
David berhenti mengunyah dan melempar tissue dihadapannya kearah Devina. "Call bahkan belum bilang satu katapun tapi kau terus bicara," kata David pada Devina. David langsung menatap Callia fokus, menunggu gadis itu untuk bicara.
Callia hanya tertawa kecil. "Kekasih apanya? Kalaupun aku punya, kalian yang akan pertama kali mengetahuinya," ujar Callia ringan. "Masalahnya adalah aku sekarang pengangguran," jawab Callia kemudian.
"Kau akhirnya keluar dari pekerjaan membosankan itu?" Tanya Devina kaget. Devina selalu berkata bahwa pekerjaan Callia sangat membosankan. Pertanyaan Devina langsung dibalas dengan tatapan tajam Callia.
"Toko buku itu tutup, kau tahu kalau Mrs. Moore sudah tua, jadi anaknya memutuskan untuk menutup toko buku tersebut," jelas Callia singkat.
"Jadi apa rencanamu?" tanya David. "Kau mau bekerja di perusahaanku? Aku bisa usahakan."
Callia menggeleng, ia tahu kalau David juga masih menyesuaikan peran di perusahaan keluarganya. Tidak mungkin ia datang untuk bekerja dan malah mempersulit David.
"Tidak perlu, aku pasti akan merepotkanmu," tolak Callia halus.
"Repot apanya? Aku bisa tanyakan pekerjaan untukmu," David meyakinkan Callia.
"Bagimana kalau kau gantikan pekerjaanku selama dua minggu saja? Aku berencana untuk berlibur dengan Jo minggu depan, jadi shift kerjaku kosong. Kau bisa menggantikanku sementara, sambil kau mencari pekerjaan lain juga. Bayarannya lumayan!" kata Devina kemudian. "Kau juga butuh uang cepat, saran dariku lebih baik dibanding saran David yang serba tidak pasti," sindir Devina pada David. Jo adalah kekasih baru Devina, Callia juga baru mengetahui informasi tersebut hari ini.
Callia berpikir keras. Devina benar, ia dapat bekerja sementara sambil ia mencari pekerjaan yang tetap. Ia juga butuh uang untuk membayar apartement dan kebutuhan lainnya.
"Apa boleh aku menggantikan shift-mu?" tanya Callia ragu-ragu, tidak yakin dengan penawaran tersebut.
Devina menoleh dan menaikkan bahunya. "Tentu, pekerjaanku super fleksibel. Aku bisa komunikasikan semuanya pada atasanku jika kau tertarik."
"Kau bisa mulai dua hari lagi. Aku akan kirimkan alamatnya dan kau bisa datang jam 9 malam kesana," lanjut Devina memutuskan.
"Jam 9? Jangan bilang kalau kau selama ini bekerja di bar?" tanya David sambil menautkan alisnya. "Callia tidak boleh bekerja disana," tegasnya kemudian.
"Memangnya kenapa huh? Apa yang salah dengan bekerja di club? Pekerjaannya mudah dan penghasilannya lumayan! Lagipula Callia bukan anak kecil lagi, tidak perlu pendapat darimu," ujar Devina pada David.
David melirik Devina tidak suka. Membayangkan Callia mendatangi club entah mengapa membuatnya merasa kesal dan resah.
"Tidak perlu diambil pusing, percayalah padaku kau akan baik-baik saja Call. Bapak tua ini saja yang berlebihan," lanjut Devina meyakinkan Callia.
Calliabenci suara musik keras dan aroma alcohol. Tapi ini hanya sementara kan, aku pasti bisa menahannya untuk sebentar saja, Callia meyakinkan diri dalam hati.
I hope you guys enjoy this part as much as I enjoyed writing it!
KAMU SEDANG MEMBACA
One and Only
RomanceC a l l i a G u i n e v e r e Sikapnya dingin, bertolak belakang dengan kopi hitam hangat yang selalu menemani paginya. Dia selalu berkata-kata dengan tenang, berbeda dengan laut yang menjadi kesukaannya. Javier Mackenzie, laki-laki itu berhasil m...