Tentang Cinta

188 7 0
                                    

Dani masuk kedalam kamarnya. Ia menatap tubuh Gita tertidur pulas di atas karpet lantai. Ia melihat wajah yang begitu damai dan cantik. Dani berjongkok disebelahnya dan menatap wajah lembut itu.

Perpaduan yang sangat sempurna. Kulit putih, mata sipit, hidung tidak mancung dan juga tidak terlalu pesek serta bibir merah merekah. Mata Dani berkaca-kaca menatap wajah istriya. Gadis yang sangat cantik dalam kesederhanaan. Layak untuk dicintai siapapun, namun terlahir diluar nikah sehingga tidak ada yang mau menerimanya.

Dani segera pergi ke kamar mandi. Ia meremas dadanya. Ia segera menyalakan shower dan mengguyur badannya. Diantara kesedihan dan kekecewaan atas pernikahannya, tersimpan rasa benci kepada Gita. Gadis yang pernah memberinya surat cinta yang menurutnya konyol,  dan berakibat rencana pernikahannya hancur.

Mendengar suara gemericik air Gita langsung bangun. Artinya ia harus segera bersembunyi sebelum Dani akan menghajarnya kembali dengan kata-kata atau dengan pukulan. Gita segera bersembunyi dibelakang sofa. Duduk melipat kakinya dan segera menyembunyikan kepalanya menutupi segera ketakutan yang menyelimuti hidupnya.

"Keluarlah." Suara Dani memenuhi ruangan. Gita tidak bergerak.

"Keluar, atau aku akan menghancurkan kepalamu." Dani mulai mengelilingi setiap sudut kamarnya.

Gita semakin menenggelamkan kepalanya diantara dua pahanya. Sudah dua bulan ia tak berani menunjukkan keberadaanya. Saat ia mendengar langkah Dani pun ia segera menyembunyikan dirinya.

"Gita." Suara Dani semakin meninggi. Gita semakin Gemetaran.

"Gita." Dani berdiri disebelah Gita.

Dengan gemetaran Gita mengangkat kepalanya. Ia tak berani menatap wajah Dani. Ia terus menunduk. Wajahnya semakin pucat saat melirik kaki Dani. Dari awal dia tidak pernah membantah Dani sedikitpun.

"Aku sudah siap mati Tuan." Satu kalimat yang selama dua bulan itu tidak pernah ia keluarkan.

Dani menendang kaki Gita perlahan. Gita menggeser tubuhnya menjauh ketakutan.

"Berdiri. Kita akan bicara." Dani mencari tempat duduk ternyaman. Gita masih tetap bersembunyi di belakang sofa.

"Apa kau tuli?" Dani memaki lagi.

"Silahkan Tuan bicara. Aku akan dengarkan." Suara Gita bergetar.

"Aku ingin memiliki istri." Dani beranjak dari sofa dan mengambil bir yang ada di pinggir tempat tidurnya.

Hati Gita hancur untuk kesekian kalinya. Ia mengusap air matanya. Mata Gita semakin menyipit karena harus menangis setiap saat mendengar ucapan suaminya.

"Apa kau tuli?" Dani memakinya sekali lagi.

"Tidak." Gita terbata.

"Baiklah. Aku harus memiliki istri baru. Yang cantik, berpenampilan menarik dan juga pintar." Dani menenggak bir dari botol langsung tanpa pakai gelas.

"Silahkan." Gita menahan sesak hatinya.

"Kau rela?" Dani tersenyum meremehkan.

"Tidak." Gita keceplosan. Ia segera menutup mulutnya.

"Jadi kau tetap mau menjadi wanitaku?" Dani menoleh.

"Iya." Gita memberanikan diri.

"Apa mungkin? Kau kan bodoh dan tidak berpendidikan." Dani memakinya sambil menenggak bir lagi.

"Tidak." Gita menyandarkan tubuhnya ke sofa.

"Kau tidak berusaha? Dasar pemalas." Dani mengejek.

"Aku tidak perlu menjadi orang lain agar mereka mencintaiku. Aku yakin, kelak akan ada orang yang menerima aku dengan segala kekuranganku, dengan statusku. Aku tidak tertarik menjadi sesuatu hanya karena pria yang pernah singgah dihatiku. Karena aku tau, sesungguhnya pria itu tidak layak untuk mendapatkan cintaku. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari pria itu dari kebiasaan pemabuknya, perilaku kasarnya, dan juga kata-katanya yang sudah membunuh seseorang berulang kalinya." Gita mengeluarkan semua keluh kesahnya.

AIBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang