"Hssst... jangan menggeliat-geliat, kau bikin kelaminku mengencang," erang Mark sambil menggigit samar bahuku, membuatku menggelinjang lebih hebat. Mark mengocok kedua belah payudaraku dengan gemas. Dia lalu membelai lekuk-lekuk tubuhku dengan sentuhan samar dan menyentuh karet hot pants-ku.
"Mark!" seruku memperingatkannya.
Mark nekat mencincingkan bagian bawah hot pants-ku dan menariknya ke atas sehingga bokongku meluap keluar. Hot pants itu berubah seperti celana dalam gara-gara tarikan tangan Mark. Aku memekik tertahan karena kewanitaanku sedikit terasa pedih bergesekan dengan bahan celana dalam dan hot pants yang ditariknya.
Setelah itu, tanpa membuka celananya, Mark menggesekkan alat kelaminnya yang keras ke belahan pantatku. Punya Mark memang sudah sangat kencang seperti tongkat. Tanpa sadar, pinggulku bergoyang menggeseknya.
"Mmmh... benar begitu, Kim. Gadis pintar," pujinya. "Lihat, kan... kau selalu membuatnya bangun. Kugesekkan di sini sebentar, ya, Kim? Boleh, ya? Mmmmh... kau wangi sekali, Kim. Kau sudah mandi?"
"Mmmh... sudah... ah, Mark...," desahku.
"Aromamu menggairahkan... kau sudah makin dewasa... aromamu lain dari saat pertama kali aku menggagahimu dulu. Kau sudah jadi wanita sekarang, Kim. Mmmmhhh... ingin menjilat milikmu juga, Kim... basah tidak, Kim?"
"Aw! Maaark!" erangku manja antara merasakan nikmat dan takut. Mark masih menggesekkan kemaluannya ke bokongku. Lutut-lututnya menekuk menyesuaikan tinggi badanku. Penisnya menyelancar naik turun di perpotongan bokongku yang sekal dan montok. Mark memijat-mijatnya, lalu tahu-tahu tangannya meraba ke depan dan mencekal kewanitaanku. Aku menarik diriku mundur dan hal itu membuat penis Mark makin terjepit bokongku.
Dia menggeram. "Kau nakal sekali, sih, Kim?" katanya menyalahkanku, padahal semua ini adalah ulahnya. Aku sudah hafal cara Mark menggodaku, jadi aku tidak melawan atau membantahnya. "Punyaku jadi kencang sekali, jangan begitu, Kim!"
Padahal itu salahnya sendiri.
"Memangnya kau mau kusodok di sini, hm? Kalau penisku tidak tahan melihat bokongmu yang seksi lalu dia ingin masuk ke dalam tubuhmu bagaimana? Kau mau bertanggung jawab? Mau ketahuan?"
"Ja—jangan, Mark... tak ingin ketahuan, Mark," aku memohon. Kulepaskan mangkuk di tanganku dengan hati-hati ke dasar wastafel saat Mark mulai menyingkap kaus dan bra-ku ke atas. Gundukan payudaraku yang semakin bulat dan besar tumpah keluar dan disangga oleh kedua tangan Mark yang besar. Sambil menggigiti bahuku, Mark mengusap-usap dadaku dan meremas-remasnya. Dia menggoyang-goyangkan bulatan penuh itu dan memenceti putingnya dengan gemas. "Mmmh... Mark... mmmh...," aku menggigit bibir bawahku erat-erat supaya mulutku tak mengeluarkan desahan terlalu kuat. Sentuhan Mark demikian lembut, tapi juga mendesak, menuntut dan nakal. Dia membuat putingku terus membesar. Biasanya setelah itu dia akan menyusu padanya kuat-kuat seolah putingku mengeluarkan susu yang mengenyangkan perutnya. Namun, karena posisi kami sekarang tak memungkinkan, dia hanya terus mengadoninya dengan gemas.
Celana pendekku yang ditarik Mark dan diselipkan ke belahan pantatku membuat kulit bokongku bersentuhan langsung dengan kulit kejantanannya yang lembut. Dia sudah memelorotkan bagian depan celananya. Daging lunak yang padat itu berdenyut dan membuat dadaku berdebar hebat setiap kali Mark menggesekkannya naik turun. Karena penasaran, aku memutar lenganku ke belakang dan menyentuh kejantanan Mark.
"Oh... Kim... jangan dipegang, Sayang... nanti cepat muncrat," erangnya. "Masih pagi, dia sangat sensitif."
"Mmmh... tapi kau yang menggesekkannya padaku, Mark...," kataku, mulai mengurut batang yang berurat itu. Semakin intens aku memijat, Mark juga mencubit putingku semakin kuat. Aku meringis kesakitan, "Auw... eung... pelan-pelan, Mark... nanti sakit putingnya lama-lama...."
"Sakit, Kim? Harus dikulum biar sakitnya ilang, Sayang. Dikulum saja, ya, Kim? Hm? Mau, ya?"
"Jangan, Mark... nanti ayah dan ibu akan segera keluar—ah! Mark!"
"Hssst!" hardik Mark marah. Aku tidak bisa memprotes karena hardikan Mark sangat serius. "Jangan berisik!"
"Ma—maaf, Maaark...."
"Ke sini, ayo, jangan melawan. Nanti aku makin bernafsu. Sebentar saja, Kim... aku mau menyusu!"
Kalau sudah berkata begitu, Mark tidak akan bisa dicegah. Aku sempat melirik ke arah kamar ayah dan ibu, tapi kudengar keran air mengucur deras dari kamar mandi mereka. Kemungkinan mereka sedang mandi bersama. Akhir-akhir ini, ayah dan ibu semakin sering menghabiskan waktu berdua di kamar. Kadang kami mendengar mereka cekikikan yang menurut Mark mereka sedang bercinta. Semakin sering mereka mengurung diri, semakin leluasa Mark menikmati tubuhku.
Mark mendudukkan bokongku ke meja di sisi lain dapur yang tidak langsung terlihat jika ayah dan ibu keluar kamar atau duduk di meja makan. Dia mendesakku ke dinding dan membuka kakiku lebar-lebar, lalu menghimpitku dengan pinggangnya. Penisnya yang besar dan panjang menekan kemaluanku yang masih terbungkus rapat tapi terasa sangat lembab.
Mark memagut bibirku, mengulumi bibir bawahku dengan nikmat. Aku menyukainya dan membalasnya. Tiba-tiba, Mark mencengkeram rahangku dan memaksa mulutku membuka supaya dia bisa membelit lidahku. Aku hanya bisa pasrah menerima perlakuan Mark. Jantungku berdebar hebat. Aku selalu suka kalau Mark mulai memaksa.
Sementara dia menjelajahi mulutku, dadaku dibiarkannya terpapar tanpa disentuh. Mark malah diam-diam menggosok kewanitaanku dan membuatnya makin basah. Dia lalu menyingkap pinggir celana dan celana dalamku ke tepi, lalu membelai mulut kelamin basahku dengan jari tengahnya.
"Uhhh... basah, Kim," beritahu Mark.
"Mmmhhh... Maaark... jangan ditusuk-tusuk," kataku terengah, tapi terlambat. Mark sudah melakukannya. Buku-buku jarinya sudah tenggelam dalam liang sanggamaku yang sempit.
Baca lanjutan chapter 1 Step Sister di KaryaKarsa gue.
Step Sister udah gue update sampai chapter 4 di sana.
Langsung langganan aja biar lebih hemat.Ini tuh alternate judul 40 Best Places to Fxck. Jadi kebayang deh isi 40 parts antara Mark dan Kim ini. Ada yang di kantor, di kelas, di tenda, di crowded train, pesawat, bahkan Ferris wheel 😅