2.2

27.6K 70 0
                                    

Aku mengapit pinggang Mark cepat dengan kaki-kakiku dan semakin intens menggesekkan milikku yang setengah basah ke perut kencangnya. Mark mengayun pinggangnya, menggesekkan keperkasaannya yang sudah mulai membesar ke area bawah kelaminku yang agak terbuka karena bikini itu terlalu kecil. Kami berciuman seperti orang kelaparan, Mark yang tak tahan bersentuhan langsung dengan kulitku akhirnya melepaskan bibirku dan mengecupi rahang dan leherku. Aku menggeliat tertindih berat tubuhnya. Mark memelengkungkan punggungnya. Dengan tangannya yang bebas, Mark menjambret bikiniku ke tepi dan memaparkan sebelah puting dan buah dadaku. Dia mengembuskan napas di sana, begitu lekat, dan panas. Aku menggelinjang hanya karena embusan napas itu. Payudaraku yang bulat dan kencang membusung menyodor ke mulut Mark. Dia membuka mulutnya lebar, mencaploknya ganas. Mengisap erat putingku yang keras dan melahapnya sekaligus. Seperti bayi kelaparan, Mark menyedot susuku tanpa henti. Rasa nyeri menguasaiku. Gelinjang tubuhku semakin banal.

"Aaaah... Maaark...!" jeritku. Nikmat sekali. Sensasi nyeri dari gigitan samar Mark di putingku membuat rasa nikmat itu melesat beberapa kali lipat. Mark akan menjilati dan membasahinya kalau aku mulai mengerang kesakitan, tapi tak lama kemudian dia akan mengunyahnya lagi sambil diam-diam mengawasi ekspresi bahagiaku.

Jika Mark melihatku telalu lama keenakan, dia akan menyakitiku lagi. Aku selalu suka kalau Mark tak sabar mengunyah buah dadaku dan menyedotnya kencang seperti bayi. Dia memainkan sebelah putingku dengan kasar, memijat-mijatnya sampai pentilku membengkak besar. Dia menungguku merintih antara sakit dan nikmat. Kalau tubuhku sudah mulai menggeliat seperti ular, Mark akan semakin bersemangat.

Dia pasti akan mulai menjelajah ke bagian-bagian tubuhku yang lainnya.

Seperti kali ini, segitiga kecil yang menutup kewanitaanku sudah tidak tepat berada di tempatnya. Milikku yang lembab sedikit terpapar. Hawa dingin angin malam menyapanya. Sambil terus menyusu dengan mata terpejam, Mark meraba perut pipihku yang setengah terhimpit perutnya. Aku menarik mundur bokongku supaya ada celah untuk tangannya meraba kemaluanku. Mark tiba di sana. Mengusapnya.

"Mmmhhhh," desahku.

"Ah... Kim... hangat sekali, Sayang...," katanya sambil memisahkan bibirnya dariku dan menunjuk untuk mengawatsi jari tengahnya yang membelai tepat di tengah kewanitaanku. Mark menggosoknya pelan, naik turun, menekan-nekan di seputar bibir kemaluanku, dan membuatnya basah lebih cepat. Aku meliuk-liukkan pinggulku, menggoda ujung jari Mark yang bermain-main di mulut liang sanggamaku. Mark mulai membidik dengan ujung jarinya yang turut basah. "Ah... Kim... dimasukkin ya, Kim? Ditusuk pakai jariku, ya, Sayang? Hm? Mau, Kim?"

"Mmmh... mau, Maaark... mmhhh... ahhh...."

Mark seharusnya tidak perlu nanya, aku pasti mau. Tapi, dia senang sekali bertanya begitu karena dia senang mendengar respons-ku. Perlahan, jari Mark menjejaliku. Menyesaki liangku yang sempit dan elastis. Jari Mark terasa sulit masuk, dia harus menekannya sambil meringis keji, padahal di liang yang sama aku dapat menelan penisnya yang jauh lebih besar.

"Aaah.... Maaark," desahku. Dia berhasil memasukinya.

"Oh... Kim... hangat dan basah sekali, Sayang...," erang Mark. Dia memutar jarinya di dalam sana, mencabutnya dan menusuknya lagi lebih dalam. "Mmmhhh... ingin kusedot sampai kering, Kim?"

"Ahem...."

"Lalu kita berenang, ya, Kim? Berenang, lalu bercinta di dalam air, ya, Sayang? Hm? Mau dihajar di air, Sayang?"

"Enggg... mau... mmmh... AHHH!" jeritku.

Mark selalu bertanya, tapi dia tidak benar-benar menunggu jawabanku. Dia membuka dan menahan pahaku lebar-lebar, lalu menggeser bikiniku ke tepi dengan kasar. Dia mengerang di atas kelaminku yang basah dan membuatnya semakin becek dengan tetesan ludah kentalnya.

Step SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang