[ W O N G ]

603 57 9
                                    

A/N:
Ada adegan 🔞 tapi secuil doang jadi nggak diwarning hehe

———

Tangannya gemeter hebat, air matanya nggak bisa kebendung, cerita yang baru dia denger bener-bener nguasain otak dan pikirannya, Yin sangat-sangat marah, dia yakin kalau ada orangnya di sini sekarang, mungkin bakal dia abisin tanpa ampun.

"Nan," War panggil pelan sambil ngelap air matanya Yin, "kok lo nangis?"

"Dia nyakitin Kakak," jawab Yin dengan suara serak, "dan aku nggak ada di sana saat dia ngelakuin itu."

War ketawa kecil, "Lo belum ke sini saat itu, bahkan lo belum lulus SMA."

"Ya, dan aku sangat nyeselin itu."

"Anan," War ngehela nafas, "stop. Udah lewat semuanya. Gue juga udah agak sembuh kok dari perlakuan dia. Lagi pula gue punya lo sekarang."

Yin langsung narik War kepelukannya dia, "Selalu, Kak, aku selalu punya Kakak."

"Udahan dong nangisnya. Masa anak triad yang biasanya galak jadi cengeng gini?"

"Cuma buat Kakak kesayangan," jawab Yin sambil ketawa basah, "Makasih udah cerita sama aku. Dan maaf karena aku udah sempet nyakitin Kakak."

War ngeratin tangannya di badan Yin, "Makasih juga udah mau denger. Dan gue udah bilang gue maafin. Udahan minta maafnya."

"Aku boleh nginep sini, Kak? Aku nggak yakin aku bakal mampu lepasin Kak War sekarang."

"Manja," jawab War ketawa lagi, "boleh. Pelukin gue sama pagi, ya?"

"Nggak akan pernah aku lepas lagi."

Entah kenapa War pikir itu bukan jawaban atas permintaannya dia buat dipelukin sampe pagi, tapi pernyataan atas perasaan Yin, atas hubungan mereka. Dan kalau boleh jujur, pernyataan itu nancep banget di hatinya War. Tentu mereka nggak tau ya apa yang bakal terjadi di depan, tapi dia berharap besar, karena kalau ada orang yang bisa ngertiin dia, yang bisa ngehargain dia tanpa mandang rendah dia, ya jawaban dia pasti Yin.

"Nan, waktu lo masuk, pintu lo kunci nggak?" Tanya War.

"Nggak, Kak," suara Yin kedengeran bingung, "kenapa?"

War nyembunyiin muka merahnya di pundak Yin, "Kunci sana. Gue pengen."

Yin langsung ngelepasin pelukannya dan ngeliat muka merahnya War. Tanpa basa basi lagi, dia loncat dari kasur dan ngunci pintu kamarnya War, dua kali puter biar aman.

Pas Yin ngebalik, War udah buka kaosnya dia dan duduk canggung, masih di tempat dia tadi.

"Tapi Kak, aku nggak bawa—"

"Tas gue," potong War sambil nunjuk ranselnya di lantai, "abis ketemu Yoon rencananya gue mau ke apartemen lo dan gue sempetin beli karena takutnya abis."

Yin cuma bisa mangap bego denger pengakuannya War yang sekarang berubah lebih merah kayak tomat.

"Bego banget gue, anjir," umpat Yin ke dirinya sendiri dan langsung ngeluarin barang-barang yang dimaksud dari tasnya War.

Karena mereka ngelakuinnya di rumah War, Yin berusaha untuk tahan dirinya supaya nggak terlalu kebawa nafsu. War juga nahan suaranya dengan cara gigit bantal yang dia peluk. Mereka bergerak pelan-pelan, tarik-ulur supaya nggak terlalu cepet, tapi juga supaya nggak terlalu berisik.

"Aku sayang Kakak," bisik Yin di antara kecupannya dia di bibir War, "aku cinta Kakak."

"Ngh—gue juga sayang lo, Nan—ah, dan gue juga cinta sama lo," War jawab terbata-bata di sela desahannya.

Kak War! [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang