[ K E T E M U ]

348 60 10
                                    

Yin berdiri dengan kedua tangan di kantong celananya. Sebuah helikopter lagi mendarat di helipad yang ada di atas gedung apartemennya.

"Yinyin, sayang," seorang wanita mungil yang tingginya ngga lebih dari bahunya Yin turun dari helikopter dan langsung meluk anaknya itu.

"Mama," Yin nyapa balik dan langsung peluk mamanya, "Mama sama Papa sehat?"

"Sehat. Kamu gimana, Sayang?"

"Secara fisik, sehat, tapi mental Yin nggak baik-baik aja," Yin ngehela nafas, "Yin khawatir sama War."

Muka Nyonya Wong langsung berubah lebih lembut, "Dan kita akan temuin dia. Begitu ketemu, Mama akan kasih sambutan hangat buat anak yang udah bikin anak Mama jatuh cinta."

Yin senyum, "Makasih, Ma. Maaf ngerepotin."

"Yinyin itu anak Mama, sampe kapapun Yinyin mau ngerepotin Mama, pasti bakal Mama bantuin," jawab Nyonya Wong lembut, "yuk masuk. Kita mulai pencariannya."

Waktu udah nunjukin sekitar sembilan jam dari pertama War dilaporin ilang dan langit udah berubah gelap. Otak Yin udah nggak karuan rasanya. Dia pengen ketemu pacarnya itu, pengen peluk War, pengen cium, pengen mastiin kalau War baik-baik aja.

Orang-orang mamanya dari Bái Shīzi sekarang masih menuhin apartemennya Yin yang udah kayak warnet, komputer udah belatakan di mana-mana. Mereka mulai nyari dari petunjuk awal, yaitu nomor nggak dikenal yang Perth pake waktu dia pertama ngehubungin Yin. Dari situ mereka mulai nyambungin alur-alur ke mana Perth mungkin pergi, dikombinasi dengan sinyal hapenya War, Bever sama Prat sebelum sinyal itu akhirnya ilang.

Titik cerah muncul waktu jam udah nunjukin jam sebelas malam. Salah satu orang mamanya berhasil nemuin rekaman CCTV orang yang dicurigain sebagai bodyguard-nya Perth lagi beli makanan di minimarket. Sekitar lima kilo dari situ, ditemuinlah gedung yang keliatan udah lama ditinggalin sama proyek. Bahkan ladang alang-alang di sekitarnya masih tumbuh lebat. Yin tau kemungkinan dia bisa nemuin War di gedung itu nggak lebih dari 40%, tapi bahkan dengan 1% pun bakal dia cari.

"Bangun, bangun!" Nyonya Wong nepukin tangannya, "Cari calon mantu gue sekarang!"

Mau nggak mau Yin ketawa kecil. Belum juga ketemu War-nya, udah dinobatin jadi calon menantu aja.

"Loh?" Tanya Yin bingung waktu dia baru beres masukin pistol ke holster yang terikat di badannya dan ngeliat mamanya ganti high heels pake sneaker, "Mama ikut?"

"Ya iya lah!" Jawab mamanya Yin mantep, "Nggak mau kelewatan liat War!"

"Kan bisa nanti pas Yin bawa ke sini."

"Pengen secepetnya liat cowok mana yang bikin anak bungsu Mama jadi bucin," mamanya angkat bahu santai, "lagian, udah lama nggak main tembak-tembakan."

Main tembak-tembakan katanya? Tante, mohon maaf itu pistol beneran!

Sementara itu, di gedung tua itu, War gelutak-gelutuk di lantai semennya. Haus banget dia. Si Perth nggak nggak ngasih makan ataupun minum dari siang. Setelah nampar War sebelumnya, Perth nggak balik-balik lagi.

"Kayaknya dia pengen kita mati kehausan," kata Bever lemes.

Baru kelar ngomong, tiba-tiba ada suara ledakan di lantai bawah gedung itu. Kagetlah mereka sampe bangun.

"Apaan tuh?!" Tanya Prat panik.

War kicep-kicep dan senyumnya ngembang sedikit, "Anan keknya."

"Hah?!" Sahut kedua temennya, kaget.

Nggak lama, ada suara orang lari-lari ke arah lantai mereka dari bawah, terus ada suara tembakan-tembakan juga. Mereka bertiga langsung buru-buru ngegeser menjauh dari tengah dan mepetin punggung ke tembok pojok, takut kena serang.

Kak War! [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang