Part ini agak lebih panjang dari biasanya, bacanya pelan-pelan aja..
****
Kala meremas tangannya dengan gugup karena kini, ia tengah berhadapan dengan Dekan kampusnya. Ia juga tidak tahu kenapa ia dipanggil, tapi yang jelas ia benar-benar gugup setengah mati.
"Kalandra, kamu tahu ini kampus swasta, bukan?"tanya Dekan itu sambil menatap Kala.
"I-iya, Pak..."
"Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya tapi saya harus mengatakan ini. Pemilik yayasan mencabut beasiswa kamu, saya sudah mencoba bernegosiasi tapi hasilnya nihil. Jika kamu sanggup membayar uang semester, kamu masih bisa berkuliah di kampus ini, tapi jika tidak... Kamu terpaksa harus di drop out."
Deg.
Mata kala membulat sempurna, wajahnya pucat pasi. Ia tidak melakukan kesalahan apapun, tapi kenapa---ah, Kala ingat sekarang. Yayasan kampus ini berada di bawah naungan Wardhana. Dengan kata lain, pemilik yayasan adalah Juanda, ayah Rajen. Ternyata Juanda sudah mulai menyerangnya, ya?"Jadi, bagaimana keputusan kamu, Kalandra?"tanya Dekan.
"Pak, saya boleh ambil cuti? Sa-saya harus cari uang dulu untuk bayar semesternya..."
"Boleh, nanti saya bantu. Sekali lagi saya minta maaf ya, Kala. Saya tidak bisa bantu banyak, padahal kamu mahasiswa berprestasi."
Kala tersenyum getir. "Tidak apa-apa, Pak. Terimakasih sebelumnya, kalau begitu saya permisi dulu ya, Pak. Nanti akan segera saya ajukan surat cutinya."
Setelah berpamitan, Kala keluar dari ruang Dekan sambil membawa sebuah amplop berisi surat pernyataan pencabutan beasiswa miliknya. Juanda benar-benar tega. Pikir Kala.
Jam menunjukkan pukul setengah 4 sore, Kala harus bekerja. Ia bergegas ke halte agar tidak ketinggalan bus. Saat ia berjalan melewati pedagang kaki lima, tiba-tiba perutnya terasa bergejolak.
Hueeekkkk...
Kala memacu kakinya menuju toilet umum di sekitar sana. Si manis itu berusaha mengeluarkan isi perutnya hingga meneteskan air mata, tapi tidak ada yang keluar dari mulutnya, hanya cairan bening saja.
"Ala kenapa sih? Dari kemarin gini terus..."keluh Kala sambil menyeka keringatnya di dahinya.
Seketika, ia teringat satu hal. Ia buru-buru mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Hafsa.
Kala kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, lalu ia keluar dari toilet dan berjalan menuju apotek untuk membeli sesuatu.
Sesampainya disana, Kala hanya mondar-mandir karena bingung harus bertanya bagaimana pada petugas apoteknya. Setelah keadaan sepi, barulah ia memberanikan diri untuk bertanya.
"P-permisi, mbak..."sapa Kala dengan gugup.
"Ya, ada yang bisa saya bantu?"tanya apoteker itu dengan ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle Piece || Nomin 🔞
General FictionTentang cinta beda kasta. Yang satu harus banting tulang untuk bisa bertahan hidup seorang diri, sementara yang satu lagi cukup ongkang-ongkang kaki, maka uang akan menghampirinya. Kala yang hidup mandiri dan sebatang kara, yang ia tahu hanya belaja...