2

4.5K 1.1K 58
                                    

Sampai di ruangan aku duduk di sofa. Sementara Suster sibuk membuatkan teh dan memotong cake. Melihat sikapnya, mungkin dia sudah terbiasa menghadapi murid sepertiku.

"Minumlah, makan kuenya supaya kamu punya energi untuk belajar nanti." Perintahnya sambil duduk dan tersenyum didepanku.

Kenapa dia tidak marah? Kuminum teh dan makan kue yang sudah disuguhkan. Sampai saat ini aku tidak tahu apa tujuannya membawaku kemari.

"Samuel, kamu tahu kenapa pagi ini saya panggil kemari?"

Aku menggeleng sambil terus makan. Ia memperbaiki posisi duduknya.

"Saya tahu kamu adalah anak yang baik, pintar, serta berkeinginan kuat untuk mencapai tujuan. Kamu juga sangat menghargai pertemanan. Dengan segala kelebihanmu, kenapa tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang baik?"

Aku mendengkus, di mana-mana suster selalu menjadi orang yang paling sok tahu. Sok mengenal kepribadian orang padahal baru bertemu sekali.

"Cuma suster yang ngomong begitu. Tahu dari mana? Kita saja baru kenal satu hari." Aku jelas menolak pujian itu. Karena dia orang pertama dan mungkin satu-satunya yang akan berkata demikian.

"Hanya orang cerdas yang sanggup memikirkan bagaimana cara untuk mencapai tujuan dalam waktu singkat, bahkan sangat detail. Kamu juga cepat dalam bertindak dan mengorganisir teman-temanmu."

Ajaib! Baru satu hari Suster Bernadeth di sini. Dia sudah mengenalku? Tidak mungkin! Ini pasti kebetulan.

"Saya, kan, sudah bilang kalau kejadian kemarin tidak sengaja."

Mata kami kini saling menatap, aku takkan kalah melawannya!

"Kamu ingin punya alasan untuk dekat dengan Airin?"

Kini aku yang kaget. "Suster tahu dari mana?"

Ia kembali tersenyum. "Tahu dari mata dan cara kamu. Samuel. Kalau kamu melakukan cara itu untuk mendekati Airin, kamu salah langkah. Airin akan semakin tidak suka padamu. Dia hanya bisa ditaklukkan oleh anak muda yang pintar, sopan, dan berkelakuan baik."

"Saya bukan suka sama Airin!" jawabku ketus.

"Kalau begitu kamu harus merelakannya untuk David?"

Seketika amarahku bangkit. Aku sangat membenci nama itu. David adalah murid terpopuler di sini. Ayahnya baru saja diangkat menjadi Dubes di Kanada. Dia pintar dalam segala bidang. Kutinggalkan ruangan milik Suster Bernadeth tanpa pamit. Di luar sudah banyak siswa yang datang. Ketika sedang antri di lift, aku kembali bertemu Airin. Seketika rasa marah itu lenyap. Pagi ini dia tersenyum padaku. Sempat kulirik orang yang mungkin ada di belakang, tapi tidak ada! Artinya senyuman itu memang ditujukan padaku. Aku masuk lebih dulu ke dalam lift, dengan puas kunikmati sosok Airin dari belakang. Seluruh masalahku pagi ini hilang sudah. Seajaib itu kehadirannya dalam hidupku.

***

"Airin, hari ini ulang tahun, ya,"

Terdengar suara adik kelas yang menggoda saat Airin lewat tak jauh dari kamar mandi ketika aku baru melangkah masuk.

"Iya, kak."

"Kok, nggak ngundang-ngundang? Memang acaranya di mana?"

"Di rumah, mama yang masak, kak."

"Boleh ikut nggak?"

"Datang aja. Nggak apa-apa, kok."

"Beneran, nih.

"Beneran kak."

"Terima kasih Airin.

Airin berulang tahun hari ini? Aku segera masuk ke dalam bilik. Tapi dia merayakan di rumahnya. Kugelengkan kepala, aku tidak diundang lalu untuk apa ikut pusing? Begitu selesai aku segera keluar. Kulewati kelas Airin, yang kebetulan terletak di lantai yang sama. Di dalam beberapa temannya tengah mengelilingi. Kembali aku melangkah, saat Ronnysalah seorang sahabatku mengejar.

TAK LEKANG OLEH WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang