Nanon, Chimon, Marc dan Pelabuhan

133 15 0
                                    

Hi, kalian apa kabar?

Udah lama ya aku gak up cerita lagi. Ada yang kangen?

Aku rasa gak terlalu kangen sih ya, yaudah lah ya.

Selamat membaca

------- ÷ ❄ ÷ -------

"Kenapa gak mau ke sekolah?"tanya Nanon pelan, bertujuan untuk Marc mau membuka mulutnya dan memberinya alasan, kenapa sedari bagun pagi ini, ia tak ingin pergi ke sekolah.

Nanon tentu bingung dengan sikap Marc. Marc tidak pernah seperti ini sebelumnya. Sehingga buatkan Nanon bingung juga bertanya-tanya, ada apa dengan anaknya ini.

Di tempatnya duduk, di samping Nanon, Marc masih merengut: bibir majukan sesenti, menunduk dalam mainkan tali tasnya dan kakinya sesekali ia benturkan ke sofa.

Marc masih diam belum jawab pertanyaan Nanon. Entah apa yang di pikirkan kepala kecilnya, sesekali bibirnya bergumam sesuatu yang tak jelas.

Menerka situasi ini akan terus berlanjut sampai beberapa jam ke depan, kalo Nanon hanya bertanya hal yang sama, maka ia putuskan untuk menggantinya. Tak sepenuhnya di ganti, hanya Nanon ubahkan saja kalimatnya tapi maksudnya tetap sama.

"Ok kalo gak mau jawab, gini aja deh, hari ini Marc Papa izinin gak masuk sekolah, asal kasih alasan kenapa Marc gak mau masuk."

Pelan-pelan Marc angkat kepala tatap Nanon. Lalu dengan cepat bibirnya membuka hendak berbicara, kemudian diam lagi, malah menggelengkan kepala ribut.

"Gak papa bilang aja, janji gak Papa marahin kok."Nanon acungkan jari kelingkingnya di depan Marc" pingki promise"

Dan akhirnya senyum cerah Marc terbit di bibirnya, ia kaitkan jari kelingking kecilnya dengan jari Nanon. Maka dapat terlihat, perbedaan ukuran dua jari kelingking yang sedang bertaut itu.

"Papa janji ya."

"Iya janji."tangan kecil Marc beralih masuk dalam genggaman Nanon, ia bawa dekat ke bibirnya lalu cium punggung tangan kecil itu.

Sebuah kebiasaan kecil, yang selalu mengingatkan ayah dan anak itu pada seseorang. Seseorang yang menjadi pelopor dari tindakan itu di keluarga mereka.

Ha, Nanon jadi merindukan Dia. Sudah lama. sekali Nanon tak bertemu dengannya.

"Jadi, coba Papa mau dengar alasan kenapa Marc gak mau ke sekolah?"tanya ulang Nanon, setelah ia mencium punggung tangan Marc.

"Mama."

Jawaban singkat Marc, hadirkan kerut di dahi Nanon. Mama? Ada apa dengan sosok yang melahirkan anaknya itu? Marc rindu kah dengan ibunya? Atau ada alasan lain.

"Mama? Kenapa sama Mama?"

Wajah Marc kembali merengut, ia juga kembali menunduk, sibuk dengan tali tasnya.

"Teman-teman selalu bertanya dimana Mama Marc, kenapa selama ini yang antar jemput Marc ke sekolah selalu Papa., Apa Marc tidak punya Mama. Padahal Marc sudah bilang, Marc itu punya Mama, Mamanya Marc lagi pergi jauh, jadi kalian tidak bisa melihatnya menjemput dan mengantar Marc. Tapi mereka tidak percaya dan bilang kalo Marc gak punya Mama."

Marc diam sebentar, mengintip dari ekor matanya untuk melihat respon yang di beri Nanon. Papanya ternyata hanya diam, menunggu kelanjutan ceritanya. Jadilah Marc putuskan untuk lanjutkan saja.

"Makanya itu, Marc malas ke sekolah nanti di tanya terus di mana Mama sama teman-teman."

"Hm, terus sampe kapan mau mogok sekolahnya?"

"Sampe besok, kalo besok masih di tanya, yasudah gak masuk lagi, sampe mereka gak nanya lagi."

"Dihh, kok gitu sih. Gak boleh dong, nanti Marc kapan pintarnya, katanya mau jadi dokter."

FAMILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang