Sahabat

292 37 1
                                    

"Gimana? Cantik nggak Sya?" Tanyaku pada Lesya Prawiranegara, sahabat ambyarku. Saat ini Lesya sedang menemaniku, mencari baju baru yang akan aku pakai di acara keluarga nanti untuk menyambut kedatangan suami tercintaku yang sudah berhasil menyelesaikan tugasnya, menjaga Ibu Pertiwi di perbatasan Indonesia - PNG.

Akhirnya setelah berbulan - bulan berpisah dengannya, jangankan untuk melihat wajahnya, karena suaranya saja tidak bisa aku dengar. Tapi besok, aku akan kembali bertemu dengannya, rasanya sungguh deg - degan, aku tidak ingin mengecewakan suamiku, itu sebabnya hari ini aku rela bolos kuliah, demi mencari baju baru agar aku makin terlihat cantik di matanya.

"Menurut lu, bagus yang gue pakai atau yang ini?" Aku kembali bertanya pada Lesya yang masih menatapku, tapi dia tidak menjawab juga, membuatku berdecak kesal, "Sya gue ajak lu, biar kasih pendapat, bukannya diem kaya patung!" Lanjutku, bagaimana aku tidak kesal coba, aku sengaja mengajaknya agar memberi masukan, baju mana yang lebih bagus untuk aku kenakan saat nanti menyambut kedatangan mas Andi, tapi dia justru diam saja seperti patung.

"Mau sampai kapan sih Na? Mau sampai kapan lu sadar, seberapa besar usaha yang lu lakuin buat pria yang bergelar suami itu, selamanya nggak akan dia hargai Na, lu cuma buang - buang waktu."

Lagi, perkataan itu yang aku dengar dari Lesya, membuatku kembali berdecak, "Gue nggak butuh nasihat lu, buruan bantu pilih." Jawabku, tak ingin mebahas apa yang Lesya katakan, karena jawabanku tetap sama, aku tidak peduli mas Andi menghargai apa yang aku lakukan atau tidak, aku senang dan aku bahagia dengan semua yang aku lakukan ini, tak peduli orang - orang mengatakan jika apa yang aku lakukan hanya sia - sia belaka, karena mas Andi tak juga menyambut cintaku, bagiku tak ada yang sia - sia, karena ini semua bentuk usahaku menarik perhatian mas Andi.

Prinsipku masih tetap sama, batu yang keras saja lambat laun akan terkikis jika terus di tetesi air, begitu juga dengan hati mas Andi, aku yakin cepat atau lambat akan menerima kehadiranku, membalas cintaku. Semua hanya butuh waktu saja, waktu untuk mas Andi menyadari jika cinta yang aku berikan untuknya tulus, hanya dia yang aku inginkan menjadi imam dunia akheratku, hanya dia yang aku mau, bukan lainnya.

Semua sikap dan perlakuan mas Andi masih bisa aku maklumi, karena semuanya terjadi dengan begitu cepat, diluar pemikiran siapapun. Masih teringat jelas semua di ingatanku, aku yang keras kepala dan tak terima dengan penolakan mas Andi, melakukan berbagai cara untuk bisa memilikinya, sampai di suatu waktu, aku terbaring sakit, di saat kedua orangtuaku panik dengan kondisiku, disitulah aku memanfaatkannya, aku meminta pada mamah agar bisa membuat mas Andi bersedia menikahiku, awalnya mamah menolak dengan tegas, tapi karena papah ikut memohon, maka dengan segala kekuasaan yang mamah miliki, pernikahanku dengan mas Andi bisa terjadi.

Bahagia? Itu pasti, karena aku berhasil memiliki mas Andi, berhasil mengikatnya pada ikatan pernikahan, aku berhasil mengenalkan pada dunia, jika aku Andriana Abella Pranoto sudah sah menjadi Ny. Andriana Bagaskara, istri seorang pria tampan bernama Andi Bagaskara yang memiliki prestasi gemilang di militer, siapapun pasti merasa iri karena mamah bisa menjadikan mas Andi menantu, semua anggota di Yon tau, jika mas Andi selalu menolak pinangan dari siapapun, tak peduli Pati, tapi pada mamah mas Andi tak ada penolakan, entah apa yang sudah mamah lakukan sampai - sampai mas Andi langsung setuju.

Aku tak peduli saat orang - orang berkata, jika pernikahanku tidak bahagia, toh aku yang menjalani, aku yang merasakan dan aku bahagia sesuai versiku. Memang, mas Andi belum juga menyentuhku, memberiku nafkah batin layaknya suami pada istri sahnya, tapi semua itu tak masalah karena aku bisa memakluminya, mungkin saja mas Andi masih belum siap, terlepas dari itu semua mas Andi pria yang bertanggung jawab, memberikan semua gajinya sebagai abdi negara padaku, memenuhi semua kebutuhanku, menjaga martabatku di depan semua orang.

Lesya memang tidak salah mengatakan itu semua, dia sahabatku sejak kecil, meski aku diam tak pernah menceritakan perlakuan mas Andi saat kami sedang berdua, Lesya bisa paham dan mengerti semuanya. Aku tahu Lesya begitu menyayangiku, dia ingin aku benar - benar real bahagia, bukan bahagia yang dipaksakan.

"Hijau bagus, sesuai dengan kerjaan suami lu, kacang hijau." Jawab Lesya ketus, tapi aku membalasnya dengan senyuman.

"Good, sejak tadi gue juga tertarik dengan dress hijau ini, terimakasih bestie." Kataku, sekesal apapun Lesya padaku, dia selalu tau apa yang aku mau.

"Terserah anda." Jawabnya kesal, berjalan meninggalkanku menuju kassa, aku pun mengikutinya.

Selesai membayar dress, aku ingin belanja beberapa kebutuhan pribadi mas Andi di rumah dinas, sejak mas Andi berangkat satgas, sabun, parfume dan apapun yang  berhubungan dengannya habis, karena aku memakainya di saat sedang rindu. Bagiku, aroma bang Andi sudah seperti morfin, benar - benar candu dan sulit bagiku untuk jauh dari semua itu, meski raga mas Andi jauh di seberang pulau sana, tapi aku bisa merasakan hadirnya, semua karena aromanya yang terasa di sini.

"Suruh beli sendiri napa sih Na, buat apa lu repot - repot belanja, ujungnya juga dia nggak pakai."

"Itu dulu Sya, mas Andi sudah mau kok pakai apa saja yang gue beli, dia sudah berubah, itu tandanya usaha gue nggak sia - sia." Kataku, mengedip manja pada Lesya dan seperti biasa dia menggerakkan bibirnya tanpa suara, sambil berjalan mendahuluiku.

Aku memilih beberapa perlengkapan mandi untuk mas Andi dan membayarnya. Selesai belanja, aku dan Lesya melipir untuk makan siang, cacing di dalam perutku sudah berteriak minta di kasih makan.

Memasuki restoran ayam cepat saji, tempat nongkrong sejak jaman SMP, setiap kali jalan ke mall menjadi pilihan kami berdua. Lesya memesan makanan dan aku memilih tempat duduk, aku sengaja duduk di pojok.

"Mbak Andriana ya?" Aku menoleh saat ada seseorang yang memanggil namaku, wanita muda dan cantik, dia tersenyum padaku.

Aku mengangguk, "Ya, maaf dengan siapa?" Tanyaku balik.

Wanita itu berdiri, berjalan menghampiriku, kemudian menyodorkan tangannya, "Perkenalkan, aku Lintang Pramoedya, sahabat mas Andi Bagaskara, suami dari mbak Andriana." Jawabnya, lagi dia tersenyum padaku dan aku pun menyambut uluran tangannya.

"Sahabat?" Tanyaku lagi, wanita bernama Lintang ini mengangguk dan kembali tersenyum, murah senyum sekali dia, apa Tuhan saat menciptakannya sedang bahagia? Kenapa wanita ini dengan mudahnya tersenyum, di tambah lagi wajahnya yang aku akui memang cantik, aku sebagai wanita saja mengakui jika dia cantik, bukan hanya cantik tqpi anggun dan berkelas, lalu bagaimana dengan lawan jenis? Apa mas Andi juga beranggapan sama, jika dia cantik? Kenapa ada denyutan sakit di sudut hatiku, saat membayangkan mas Andi juga mengagumi kecantikan wanita ini.

Wanita bernama Lintang itu melepas lebih dulu tautan tangan kami, "Lama tak mendengar kabar mas Andi, apa dia baik - baik saja?"

"Tentu, dia sangat baik karena aku mengurusnya dengan baik."

Lintang kembali tersenyum, tapi kali ini tersenyum masam, seakan tak suka dengan jawabanku, "Syukurlah, salam buat mas Andi ya mbak, semoga cinta mas Andi segera hadir untuk mbak Andriana, sampai jumpa di lain kesempatan, aku permisi." Kata Lintang, belum juga aku menjawab perkataannya, tapi dia langsung pergi begitu saja.

Semoga cinta mas Andi segera hadir untuk mbak Andriana, maksud dia apa? Apa dia tau jika mas Andi belum mencintaiku? Apa dia tau semua tentang rumah tanggaku? Kenapa lagi - lagi denyutan sakit di sudut hatiku terasa, jika belum cinta kenapa mas Andi mengumbarnya pada orang lain, apalagi pada sosok wanita, tak peduli wanita itu bergelar sahabat, apa mas Andi tak bisa sedikit saja menjaga perasaanku? Seperti aku yang selalu menjaga perasaannya.

.
.
.
💕💕💕
Terima kasih
Yang sudah memberi Votement
😊😘
.
.
Bagaimana part kali ini?
.
.
Jika suka karyaku jangan lupa tambhkan ke library + follow my Acc
🥰💞

AndrianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang