Bertemu

142 23 3
                                    

Hallo, selamat siang semuaaaa
Maaf nih author baru hadir lagi setelah hiatus sekian lama, kare a kerjaan di dunia nyata benar - benar gak bisa ditinggal
Akhir tahun + awal tahun yang benar² bikin kepala cenut - cenut
.
.
Andriana Up kembali yaaaaa
Semoga suka 🙏😊😘
.
.
.

Sejak subuh, aku sudah bersiap mengenakan seragam hijau kebanggaanku, seragam hijau yang menjadi identitasku, sebagai anggota persit Kartika Chandra Kirana. Menunggu kedatangan iringan bus yang membawa rombongan suamiku, bersama ibu persit lainnya, hanya bedanya aku bersama mamah berada di rombongan para pati, sebenarnya aku ingin bergabung bersama ibu persit lainya, tapi mamah memintaku ada di sampingnya.

Mamah tau jika aku selalu tak nyaman berada di antara mereka, karena hingga detik ini gunjingan tentangku yang bisa menikah dengan mas Andi masih saja ramai, itu sebabnya aku jarang berada di rumah dinas, aku pulang hanya untuk tidur, itupun kalau mamah dan papah mengizinkanku untuk pulang.

Rasanya sungguh deg - degan, aku sudah tidak sabar ingin melihat wajah mas Andi, rinduku benar - benar sudah menggunung, aku harap mas Andi pun sama, merindukan aku. Bolehkan aku berharap, jika mas Andi juga rindu padaku, meski aku tahu tak akan ada rindu dari mas Andi untukku, karena saat yang lain berusaha menghubungi keluarga jika sedang ke kota, pada kenyataannya mas Andi tidak menghubungiku sama sekali.

Apa aku kecewa? Pasti, ada rasa kecewa dalam diriku, tapi sebisa mungkin aku tepis, aku masih berfikir jika tanggung jawab mas Andi lebih besar dari yang lainnya, mas Andi lebih sibuk, itu sebabnya tak ada waktu untuk menghubungiku, aku masih memakluminya.

"Nervous ya kak?" Bisik mamah padaku, aku menoleh dan mengangguk.

"Banget mah." Jawabku jujur, aku memang benar - benar nervous, rasanya sama seperti saat dulu mas Andi berjabat tangan dengan papah, mengucapkan ijab kobul, rasanya seperti ingin pingsan, benar - benar tak karuan.

Mamah menggenggam tanganku dan tersenyum, "Wajar, kalian pengantin baru yang harus terpisah begitu lama, mamah saja yang sudah lama menikah dengan papah, selalu saja nervous jika lama tidak bertemu, apalagi kaka."

Aku tersenyum dan mengangguk, aku menoleh ke pintu gerbang masuk Yon, saat terdengar suara sirine, tak lama iringan bus mulai memasuki area Yon, semua mata menatap ke sana, termasuk aku. Mataku terus menatap ke arah iringan bus, hingga berhenti, tak lama satu persatu pintu bus terbuka, para prajurit berseragam loreng satu persatu mulai terlihat, keluar dari bus, melambaikan tangan mereka dan kami pun membalasnya.

Suara tangis, teriakan memanggil dan lainnya mulai terdengar, mataku terus mencari keberadaan mas Andi, aku benar - benar tak sabar ingin melihat wajahnya. Namun, hingga semua prajurit keluar bus, berjalan menuju lapangan untuk berbaris, aku tidak juga menemukan mas Andi, apa dia tak ikut pulang? Kenapa yang lain sudah turun, mas Andi belum juga turun.

"Mah." Aku menatap mamah, beliau tersenyum,  tak perlu melanjutkan perkataanku, mamah paham dengan apa yang akan aku katakan selanjutnya.

"Suami kamu?" Tanya mamah, aku pun mengangguk, "Itu." Lanjut mamah menunjuk dengan gerakan dagu beliau, aku pun mengikuti arah tunjuk mamah dan benar saja seseorang yang aku nantikan turun dari bus dengan gagahnya, menggendong ransel yang begitu besar. Dia yang sangat aku rindukan, dia yang aku nantikan hadirnya, dia yang selalu aku sebut dalam setiap do'aku, dia pria yang bergelar suamiku, sungguh aku sangat merindukannya.

Tak terasa, air mataku lolos begitu saja, ini bukan air mata kesedihan tapi air mata bahagia karena bisa melihatnya kembali. Biarlah aku di katakan lebay, aku hanya mengungkapkan apa yang aku rasakan saat ini, rinduku sudah menggunung untuknya, aku ingin melampiaskannya.

Mas Andi tampak berjalan memasuki barisan, untuk mengikuti upacara penyambutan prajurit satgas Indonesia - PNG yang segera di mulai, tatapanku terus tertuju padanya.

Selesai upacara penyambutan, semua prajurit diperkenankan bertemu dengan keluarga, mataku terus saja menatap mas Andi, aku tak menyangka jika mas Andi berjalan ke arahku, entahlah apa dia benar - benar melihatku atau hanya untuk menemui mamah yang berada di di sini.

Mas Andi memberi hormat pada mamah, lalu mencium punggung tangan mamah, "Selamat datang putraku, selamat atas keberhasilan tugasmu." Kata mamah.

Mas Andi tersenyum, "Terima kasih mah, semua berkat do'a mamah juga."

"Bukan hanya mamah, tapi juga istrimu yang tak pernah lelah mendo'akan, agar suaminya di perbatasan sana senantiasa diberi kesehatan dan juga perlindungan." Lanjut mamah, mas Andi hanya mengangguk, kemudian menatap aku yang berdiri di samping mamah, aku berusaha tersenyum, meski air mata sudah mulai berjatuhan, tak lagi bisa aku bendung.

"Apa kabar mas?" Tanyaku pada akhirnya, setelah cukup lama kami hanya saling tatap.

"Baik, kamu?"

Aku mengangguk, "Baik, seperti yang kamu lihat." Jawabku, mas Andi berjalan mendekat padaku, membuat detak jantungku kian tak terkendali, rasanya nyaris lepas dari rongganya, apalagi saat melihat mas Andi merentangkan kedua tangannya.

Apa itu? Mas Andi ingin aku memeluknya? Apa aku tak salah lihat, demi apapun ini kali pertamanya mas Andi memintaku untuk memeluknya, apalagi di keramaian. Ini bukan mas Andi yang aku kenal, mas Andi tak pernah mau aku sentuh, apalagi sampai memeluknya, sungguh suatu hal yang mustahil terjadi.

Masih teringat jelas di kepalaku, semua larangan yang mas Andi berikan padaku, salah satunya dia melarangku untuk memeluknya, tapi kenapa sekarang mas Andi merentangkan kedua tangannya, seakan memintaku untuk memeluknya. Aku masih tetap diam menatap mas Andi, aku ingin memeluknya, tapi aku takut dia marah karena aku melanggar larangannya, tapi melihat apa yang mas Andi lakukan saat ini, membuatku dilema.

"Apa suamimu begitu jelek, sampai - sampai tak mau memeluk?" Tanya mas Andi, setelah cukup lama aku terdiam, mendengar pertanyaan mas Andi, aku segera menggeleng, menepis apa yang dia katakan, "Kalau begitu, peluk mas Andriana." Lanjut mas Andi, membuatku benar - benar terkejut, kenapa dengan mas Andi, kenapa memintaku untuk memeluknya, apa setelah sekian lama berpisah membuatnya menyadari, jika pada akhirnya di dalam hatinya sudah ada cinta untuk diriku? Semoga saja apa yang aku pikirkan ini benar adanya.

Mas Andi terlihat menghela nafas, mungkin karena aku masih diam saja, tak kunjung menuruti perkataannya, hingga tarikan tangan mas Andi pada tanganku yang begitu kuat, membuat tubuh mungilku menabrak tubuh tinggi tegapnya, rasanya seperti menabrak tembok atau tumpukan batu, sakit tapi membuatku bahagia.

Mas Andi memelukku untuk yang pertamakalinya, membuat air mataku kembali lolos keluar tanpa permisi. Apa ini jawaban atas semua do'a - do'aku? Apa ini jawaban dari semua kesabaranku? Rasanya, saat ini aku merasa menjadi wanita paling beruntung dan bahagia di dunia, ini yang aku mau, ini yang aku nantikan.

Aku membalas pelukan mas Andi, menghirup dalam - dalam aroma tubuh yang sangat aku rindukan, hingga bisikan di telingaku dari pria yang saat ini tengah memeluk tubuhku, seketika membuat tubuhku membeku.

"Jangan senang, ini karena ada mamah, lain kali jangan pernah menyentuh, apa lagi sampai memelukku seperti ini."

💕💕💕
Terima kasih
Yang sudah memberi Votement
😊😘
.
.
Bagaimana part kali ini?
.
.
Jika suka karyaku jangan lupa tambhkan ke library + follow my Acc
🥰💞

AndrianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang