ii. this is how you fall in love

356 42 11
                                    

Setelah memastikan titik pemberhentiannya sudah benar, Arga langsung memarkirkan motor di hadapan sebuah studio bunga dengan nuansa klasik modern

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah memastikan titik pemberhentiannya sudah benar, Arga langsung memarkirkan motor di hadapan sebuah studio bunga dengan nuansa klasik modern. Bunga dengan berbagai jenis dan warna menjadi pemandangan pertama yang tersuguh bagi setiap pengunjung.

Akhirnya setelah sekian lama hanya melihat pemandangan studio bunga Amara lewat layar ponsel, kini dia bisa datang langsung ke tempatnya dan menikmati keindahan bunga-bunganya secara langsung.

Melihat tanda 'OPEN' yang di pintu kaca studio itu membuat Arga semakin yakin bahwa si pemilik studio benar-benar sudah ada di sana. Arga masuk ke dalam studio dan langsung mengedarkan obsidian legamnya ke seisi ruangan. Menelisik ke setiap benda yang ada di sana. Dia lantas mendekat ke meja berukuran panjang yang tidak jauh dari meja kasir. Tangannya bergerak perlahan menyentuh daun dari bunga matahari yang tergeletak di sana.

Bunga dengan warna kuning cerah itu tampak basah, seperti baru disiram.

Kontan, bibir Arga mengulas senyum tipis. Bunga yang ia sentuh itu adalah ikon utama untuk studio bunga ini. Kanigara Studio.

Seketika dia teringat pada Amara tentang alasan pemilihan nama tersebut, dan Amara menjawab, "Bunga matahari itu melambangkan keceriaan dan kegembiraan, jadi aku berharap banget studio ini bisa sama kayak bunga matahari. Spreading happiness buat semua yang ke sini."

"Lho? Udah sampai aja... Nyasar, nggak?" Suara Amara yang baru keluar dari salah satu ruangan sambil membawa bunga-bunga segar berhasil membuat lamunan Arga pecah seketika.

"Nggak, kok. Gampang ditemuin malah." Tanpa berkata apa-apa, Arga dengan gesit mengambil alih bunga-bunga itu dari tangan Amara. "Ini mau ditaruh di mana?"

"Di meja aja. Thank you, Arga."

"Iya, sama-sama." Arga membalas setelah dia meletakkan bunga-bunga itu di atas meja sesuai instruksi Amara. "Ada lagi, nggak?"

"Masih ada, tapi ntar aja. Aku mau jadiin yang ini dulu, soalnya mau di-pick jam setengah sembilan," kata Amara sambil mengikat rambutnya asal-asalan. Sebenarnya dia sedang bersusah payah menahan agar semburat itu tidak mendadak menghiasi wajahnya karena jujur saja bayangan tentang kejadian di taman kemarin masih saja menggodanya.

"Kalau butuh apa-apa, bilang aja. Khusus hari ini aku jadi personal assistant kamu."

Amara tergelak. Dia tak menyangka pemuda itu bisa bersikap biasa saja seolah kejadian di taman itu bukan apa-apa. Ya, sebenarnya apa yang dilakukan Arga sudah benar. Justru akan lebih kacau lagi jika Arga tiba-tiba mengungkit perihal kejadian itu. Jadi dia harus bisa mengimbangi lelaki itu.

"Oke. Oh iya, kamu belum sarapan, 'kan? I have something for you." Amara beranjak ke meja kasir, lalu kembali ke meja besar itu sambil membawa Tupperware. Diulurkannya pada Arga. "Spesial buat kamu."

Arga menerima uluran itu dengan wajah semringah. "Wah! Apa nih? Boleh dibuka sekarang?"

"Boleh, dong."

Hi Hello, Humble!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang