Daffa

8 0 0
                                    

Setitik cahaya jatuh di atas kelopak matanya, gadis itu mengerjap. Aroma obat-obatan menusuk hidungnya, bersamaan dengan rasa tidak nyaman di kedua lubang hidungnya. Udara bertiup dengan kencang melalui selang pernapasan yang membantunya mendapatkan oksigen setelah menghirup gas karbon monoksida dalam jumlah besar. Badannya terasa ngilu di mana-mana. Dia mencoba menggerakan jari kaki dan tangannya, memastikan jika tulang-tulangnya tetap tersambung dengan benar. Ingatan terakhirnya tidak begitu baik, setelah yakin dia meninggalkan rumah kaca, suara ledakan terdengar di belakangnya. Ledakan itu memberi efek angin yang kencang, membuatnya melayang lalu mendarat entah berapa meter jauhnya. Dia ingat, lengan kanannya menghantam tanaman poppy lalu berguling dan tidak sadarkan diri.

Nala menghela napas panjang. Dia bersyukur masih bisa selamat.

Keributan di balik tirai yang mengelilinginya, membuatnya tahu bahwa dia masih ada di ruang UGD, mungkin sebuah puskesmas. Rumah sakit umum kabupaten terlalu jauh dari tempatnya mengalami musibah.

"Ah." Gadis itu menghembuskan napas lebih keras.

Tirai di sampingnya terbuka, menampakkan tubuh jangkung Helmy.

Dahi Nala berkerut. "Kak Helmy enggak apa-apa?"

"Alhamdulillah. Ah, harusnya aku enggak nerima telepon dekat Villa, biar aku bisa tahu kalau greenhouse itu terbakar."

Helmy mendorong tirai lebih lebar hingga menampakkan seluruh tubuh pasien yang berbaring di sampingnya.

"Kamu kasih tahu Daffa kalau kita ke kebun itu?" tanya pria itu kemudian.

"Ya. Aku harus bilang sama dia kalau mau pergi jauh."

"Wajib?"

"Enggak sih. Biar dia enggak nyariin aja kalau aku enggak aktif."

Nala tersadar, mereka tidak harusnya mendiskusikan hal itu. Kekasihnya sedang terbaring dengan perban di dahi kanan serta alat bantu pernapasan di hidungnya lalu pergelangan tangan kanannya dililit perban hingga menutupi telapak tangannya.

"Tapi, kenapa Daffa di sana?"

"Dia yang menyelamatkan kamu. Bahkan saat ada ledakan dia meluk kamu dan membuat dirinya menghantam tanah lebih dulu, kalau enggak kamu mungkin bisa lebih parah. Motor Daffa sampai enggak berbentuk karena dia parkir dekat greenhouse dan karena itu aku enggak sadar kalau Daffa ada di sana."

Wajah Nala berubah muram, dia melepas alat bantu pernapasan di hidungnya dan berusaha untuk duduk.

"Kenapa? Kamu sedih karena cowokmu terluka gara-gara kamu."

Nala mengangguk pelan, matanya menatap sendu ke arah Daffa yang masih terlelap.

"Kamu bakalan tambah sedih kalau dengar apa yang dilakuin bapaknya."

"Apa?"

"Dia enggak akan mengusut kasus kebakaran ini."

"WHAT!"

"Sst. Kita di UGD. Jangan menjerit, kamu jadi enggak kayak orang sakit."

"Kok bisa sih?"

Helmy melipat kedua tangan di depan dadanya.

"Pihak Artama Farma menyangkal kalau mereka punya pegawai yang punya ciri-ciri seperti Ibu Erna dan malah menuntut kita masuk tanpa izin ke lahan mereka. Kata mereka, meskipun dijadikan objek wisata, kebun bunga poppy mereka hanya dibuka di bulan Juni. Jadi, kita harus damai biar kita enggak dituntut balik."

"Astaga! Kebun itu memang mencurigakan. Kak Helmy sadar enggak sih kalau asap yang pertama kali Kakak bau itu bukan dari rumput yang dibakar, tapi dari candu, papaver somniverum. Bunga yang mengandung 15% morfin itu."

Proyek Bunuh DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang