PART XV

24K 1K 11
                                    

Berhubung part sebelumnya jmlah pembaca sampe 100 lbh (tepok tangan!! Yeii!!) saya mau share part 15 skalian,yah walau vote nya minim,tapi seneng banyak yang baca cerita aneh saya yang ngalor ngidul,hehe..
.
.
.
Yuk ah langsung aje
.
.


Rumahnya tak jauh beda dengan kepunyaan Rei. Istana megah yang berdiri kokoh dengan pilar-pilar putihnya yang menjulang tinggi dan angkuh. Jantungku sudah dipastikan bekerja lebih kuat dibanding biasanya. Bahkan tanganku sudah mendingin karenna gugup. Apa mamanya Rei akan menyukaiku seperti yang papa Rei rasakan? Aku benar-benar tegang dan pikiranku buntu.

Hey.. tenanglah Vi.. ini hanya bagian dari skenario besar untuk hadiah seumur hidupmu. Calm down.. tarik nafas.. keluarkan... tarik lagi... ehmm.. emang ma lairan tarik ulur napas segala -_-

Rei menggenggam tanganku dengan erat. Jangan salah sangka ini juga bagian dari skenario kok. Wallahh.. semua yang ada dalam cerita ini juga skenario untuk penghiburan hwalahahaha...

Rei telah memberitah poin-poin utama dari perjanjian kami, belum sepenuhnya jadi katanya tapi dia sudah menentukan hal-hal yang penting. Dia meminta pendapatku tentang isi perjanjian itu, apakah aku setuju atau tidak atau ada yang perlu dikurangi atau ditambah dan lain sebagainya. Sebagian besar aku menyetujuinya. Yang terpenting adalah hubungan kami hanya sebatas kontrak itu, tak ada tuntutan memenuhi kewajiban batin satu sama lain setelah terjadi pernikahan. Kontak fisik hanya dilakukan jika perlu, maksudnya di depan semua orang. Haha.. lucu, kalau yang lain melakukan kontak fisik secara sembunyi-sembunyi kami malah akan mengumbarnya..

Kami berdua berjalan beriringan memasuki rumah keluarga Rei. “Jangan takut.” Rei menenagknku. Mungkin hawa tanganku telah menggambarkan dengan jelas bagaimana kacaunya kerja jantungku.

“Ya.” Gumamku hampir seperti bisikan.

“Hai Raihan...!! kau datang juga. Kukira papamu bohong kalau kamu.. ohh..” mamanya Rei mungkin seumuran dengan almarhumah ibuku yah mungkin lebih tua dikit. Cantik khas orang kejawen. Rei pernah bilang mamanya asli jawa juga, kayak ortunya si Gio pikirku. Sekarang aku tahu darimana Rei mendapatkan bibir tipisnya yang manis itu. Mamanya sangat anggung dalam balutan gamis terusan warna hijau tua kontras dengan kulit wajahnya yang putih. Aku hanya bisa mengatakan dengan pasti warna kulit wajahnya yang putih karena dia berhijab !! tapi yah.. tentu saja, papa Rei kan dari turki. Maksudku keturunan turki. “Kau Viona ya?”

“Iya, ini Viona.”

“Malam tante..” aku segera mencium tangannya.

“Malam.”

“Papa dimana ma?”

“Ke rumah sakit lagi periksa rutin..”

Jess... ya ampun.. pak salim bener-bener sakit. Aku sempat ragu dan was-was kalau Rei bo’ong soal penyakit ayahnya. Tapi jawaban mama Rei  barusan menegaskan bahwa papa Rei memang tak sesehat kelihatannya.

“Kalian istirahat di tengah dulu mama lagi masak sesuatu.”

“Lagi masak apa tante, biar Viona bantuin.” Tawarku, demi kesopan santunan, membangun image, dan kepo dengan dapur rumah ini kayak apa.

“Hmm..?” entah kenapa mama Rei tampak ragu. “Boleh-boleh saja.”

“Kemarikan tasmu.” Rei meminta tasku. Aku segera menyerahkannya dan ikut mamanya Rei ke dapur. Nggak diragukan lagi dapurnya te o pe be ge te dah... kithcen set nya lengkap bingit. Luasnya hampir sama kayak dapur di rumah Rei, tapi peralatannya disini lebih padat, lebih komplit. Dan dipastikan isi lemari esnya juga penuh.

“Tante lagi bikin apa?”

“Pepes ayam, udah mau jadi tuh udah dikukus. Tante juga mau bikin rujak, kamu bisa potong buah-buahannya?”

HOPELESS (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang