PART XXVI

18K 738 2
                                    

Happy reading, jangan lupa vote :*
.
.
.
Air hangat sangat menolongku. Setelah sampai di kamar aku langsung menanggalkan semua pakaianku lalu berendam air hangat. Melepaskan semua ketegangan di badanku. Harum aroma minyak mawar sedikit menenangkan kepalaku yang terus berdenyut.

Tapi bayangan itu muncul lagi. Seperti memory yang diputar dari cakram keras. Shit..

Aku tak bisa berdiam diri dan memikirkan ini terus.
Aku membasuh diri dan memakai handuk.
Aku harus segera tidur!
Aku keluar kamar mandi, dan.. oh ya ampun!

“Maaf..” dengan cepat ku kembali ke kamar mandi. Ternyata Rei sudah kembali kemar. Tapi ngomong-ngomong tadi dia pegang apaan ya?? Aku berusaha mengingatnya..

“Pakaianku.. argh..!!” kenapa aku tadi lupa manaruhnya di sana.. dan oh.. pakaian dalamku juga pasti tergeletak di sana. Ih! Kenapa aku selalu lupa kalau sekarang aku berbagi kamar dengan seorang pria!

“Aku akan keluar, kau bisa ganti di sini.” Ujar Rei.

“Hah..” aku menghela nafas lega. Untung Rei orangnya pengertian. Segera kuambil piyama tidurku dan memakainya. Sebelum tidur, kusempatkan memeriksa ponselku dan mendapati pesan yang hampir membuatku membanting ponselku sendiri.

Dari Alex, dan pesannya
Have a nice dream good kisser..

Oh.. haruskah aku memblokir nomornya dari ponselku! Ah.. persetan, aku mau tidur dan melupakan semua kejadian hari ini. Aku harus, dan HARUS bisa menghapuskan memori hari ini bagaimanapun caranya. Jangan lengah Viona, jangan lengah pada seorang pria manapun..
.
.
.
Lagi-lagi Viona terbangun lebih dulu dari Rei, atau setidaknya itu yang diketahuinya. Tapi bukan dia lagi yang memeluk Rei. melainkan lengan Reilah yang melingkar di pinggang Viona dengan posesif saat ini. Ini mengingatkannya saat hari pernikahan Gio. Saat Viona sakit dan pulang, tiba-tiba saja Rei sudah ada di ranjangnya dan memeluknya seperti saat ini. Seperti ingin melindunginya dari sesuatu..

Pelan-pelan Viona melerai tangan Rei yang mengait di pinggangnya. Tapi dasar, Rei malah terusik namun tak bangun dan mempererat pelukannya. Yang membuat Viona semakin panik adalah karna hembusan nafas Rei yang menembus rambutnya dan menyentuh tengkuknya.

“Rei..” Viona mencoba lagi.

“Ergh..” kali ini sepertinya berhasil, berhasil membuat Rei terbangun. “Oh.. maaf.” Lagi-lagi kata maaflah yang diucapkan Rei pada Viona, sama seperti tadi malam.

“Aku ingin ke kamar mandi..” perkataan Viona membuat Rei sadar kalau tangannya masih melingkar memeluk Viona. Dengan segera Rei melepasnya.

“Vio.. kita harus kembali siang ini. Aku harus segera mengurusi sesuatu..”

“Baiklah.”

“Kau tidak masalah kan?”

Viona berbalik menghadap Rei, urung masuk ke kamar mandi. “Ya enggak lah Rei.. kau juga memang harus segera bekerja. Dan aku juga harus mempersiapkan presentasiku. Kau tau, proyeku sudah diterima dan tinggal menunggu persetujuan akhir.” Justru Viona tampak bersemangat diajak pulang.

Mungkin jika tak ada si brengsek itu kita akan lebih lama disini. Sialnya, dia muncul di waktu yang tidak tepat. Dan aku harus menjauhkannya sebelum terlambat..
.
.
.

Tepat jam dua kami tiba di rumah, kini rumah Rei resmi jadi rumahku juga. Selama dua tahun ini. Dan aku tak lagi menempati kamar tamu, melainkan jadi satu dengan kamar Rei. kami harus seranjang, itu putus Rei. karna salah satu dari kami tak mungkin tidur di sofa selama dua tahun, bisa remuk kalo harus tidur di sofa terus. Aku setuju sih, asal kami bisa menjaga sikap.

HOPELESS (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang