LXVI

16.5K 676 16
                                    

maaf soal ktidaknyamanan yang part kemaren,ini adalah gabungan dari part kmarin dan yg skarang
.
.
.
Bdw yang uda vote makasii banget yee..maap ngga bsa nyebutina atu2 (づ ̄ ³ ̄)づ cium atu2.. Yang uda coment jga maaf bgd ngga bsa bls hehe (^~^)
.
.

.
Entah Alex menemui siapa di bar itu, dia keluar dengan menuntun, atau lebih bisa menyeret, seorang gadis dan memanggilkan taxi untuk gadis itu. Tapi yang kulihat dari penampilannya, gadis itu bukan pengunjung bar itu. Maksudku, pakaiannya sama sekali tak menunjukkan bahwa dia sedang clubbing atau sejenisnya. Tidak dengan jeans dan kaus itu.

Yang paling mengangguku hingga aku telah terbaring di kamar adalah penampakan sosok yang bersama dengan Helena, atau itu tadi hanya ilusiku saja, mungkin karna ketegangan yang terus menerjang bertubi-tubi. Membuatku berfantasi aneh. Yang perlu kulakukan adalah beristirahat dan memikirkan bagaimana cara meminta penjelasan dari Rei lusa besok. Apakah dia benar-benar mencintaiku atau.. hanya menginginkan tubuhku. Kalau Rei tidak mencintaiku, maka aku.. apa yang harus aku lakukan?

"Argh..." kembali bergerak gelisah karna jalan pikiranku yang semakin ruwet sementara otak tidak mau berkompromi.

Diiing doong

Siapa? Siapa malam-malam begini? Jam di nakas menampilkan angka 20 serta 44. Mbak Nina pasti sudah di rumah belakang. Dengan terpaksa aku harus turun dan menemui siapapun orang yang tak sabar memencet bel berkali-kali.

Aku tidak bisa berlari terburu-buru menuruni tangga kalau tak mau jatuh dan membahayakan bayiku. Bayiku. Aku tersenyum dan mengelus lembut perut rataku. Tapi senyumku tak bertahan lama karena suara bel yang kembali menggema di seluruh ruang bawah.

"Sia.." Oh Holly Shit!!

"Hai..?" suara serak yang menjijikkan. Wajahnya menampakkan seringai penuh ejekan dengan matanya yang memerah karena alkohol. "Gwe nganterin suami lo.." Wanita sialan di depanku melirik penuh arti pada orang yang sedang dipapahnya. Dasar jalang. Bagaimana dia bisa bersama Rei?! Dasar pria brengsek! Helena menyerahkan Rei padaku. Bau menyengat dari alkohol langsung meyeruak dari tubuh Rei. Begitu pula bau rose yang langsung membuatku mual. "Gwe pulang dulu, bye.." senyum setan Helena masih terus mengejekku sampai akhir.

Rei yang tak sadarkan diri sangat berat menumpu padaku. Aku hanya mampu menyeretnya sampai ke ruaang tengah dan membaringkan tubuhnya di sofa depan tv. "Astaga.." bekas lipstik amat kentara di kerah bajunya, serta..

Jadi beginikah? Sekarang aku sudah tau jawabannya. Setidaknya aku tidak harus menunggu lusa, setidaknya semua sudah jelas. Aku memandangi wajah tenangnya yang terlelap, berbeda sekali dengan hatiku yang bergemuruh penuh amarah.

Kemeja, sabuk serta sepatunya segera kulepaskan. Ia bergerak tak nyaman dan sepertinya sadar. "Sayang?" aku bukan sayangmu! Dasar brengsek..

"Kau harus mandi Rei. Kita harus ke atas." Entah mengerti atau tidak akan perkataanku. Rei bangkit dan menurut saat aku memapahnya. Agak sulit memang membawa Rei ke atas namun ini sudah lebih mudah karena Rei sedikit sadar. Kududukkan ia di pinggir tube lalu aku mengambil hand shower untuk menyirami tubuhnya yang half naked. Menggosok dengan putus asa pada beberapa tanda merah di sekitar leher dan dada bidangnya.

"Kenapa kau menangis Vio.." Ya Tuhan.. bahkan dia masih sempat memanggilku dengan sebutan itu sambil memegang pipiku lembut. Aku memalingkan wajah dan mengusap air mataku dengan kasar.

"Ini hanya air." Kilahku. "Kau mandilah, aku akan menyiapkan pakaianmu." Kuletakkkan hand shower yang masih menyala ke pangkuannya.
.
.
.
Biasanya aku terbangun karena omelan dari ringtone alarm ponsel Viona ata malah gerakan kecil yang dibuatnya saat berusaha melepas pelukanku. Itu adalah hal yang menyenangkan saat di pagi hari membuka mata dan pertama kali menangkap sosok yang amat kau cintai. Tapi sepertinya pagi ini lain..

HOPELESS (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang